|
Koran Tabloidjubi.com Edisi 11-12 Juni 2018 |
Oleh. Kilion Wenda
Ada
ternak kelinci di pinggir rumah atau pekarangan rumah. Kelinci ini dibuat kandang
oleh tuannya dan dikurung dengan baik supaya ternak hewan ini tinggal didalam.
Tuannya berusaha memberikan makanan daun-daunan atau makanan yang bisa di makan
kelinci. Bisa saja tuannya lupa memberikan makanan ternak ini sewaktu-waktu
sehingga kelinci ini menjadi kurus dan
mati dalam kurungan di kandangnya itu.
Hampir
seluruh masyarakat Pegunungan Tengah Papua, rata-rata petani dan peternak babi
sehingga sudah tahu pasti membutuhkan perawatan dan pemeliharaan. Salah satu
ternak Babi adalah kandang (tempat tinggal babi) dalam satu honai. Dalam satu honai itu dibuat petak-petakdibatasi
dengan papan atau kayu penyangga sesuai dengan besar kecilnya ukuran babi. Jadi
babi dari kotak yang satu tidak bisa pindah ke kotak yang lain, karena dibatasi
dengan papan dan tiang pemisah dan penyangga. Bahkan babi dari kotak sebelah
menggonggong babi yanng berada di kotak sebelah. Dan juga seringkali saling cakar
dengan kuku dan gigi mereka. Tidak pernah saling bertemu bahkan kadang- kadang
moncong atau hidung babi itu terluka
karena terkena kayu yang di batasi
mereka.
Maksudnya
orang-orang asli Papua dikurung dalam Provinsi dan Kabupaten supaya seperti
burung dalam sangkar itu tidak bebas menikmati alam bebas nan indah di Papua
Barat ini.
Sebuah
ilustrasi yang disampaikan dalam buku: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah
kebisuan dan sejarah kekerasan di Papua Barat. Di tulis oleh DR.Socratez Sofyan
Yoman, terbitkan oleh Galang Pers pada Tahun 2007. Namun
setahun kemudianbuku ini dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia,
dengan surat penyitaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor.
Kep-052/A/JA/06/08 tertanggal 20 juni 2008.(Kompas 8 agustus 2008).
Harus
diakui bahwa buku ini didilarang dan ditarik dari peredaran karena menjadi
ancaman bagi pemerintah Republik Indonesia, namun jadi pelajaran berharga bagi bangsa
dan rakyat di tanah Papua (Dalam tulisan ini, nama Papua mencakup Provinsi
Papua dan Papua Barat). Ambil sebuah gambaran pemekaran Provinsi dan Kab/Kota
di Tanah Papua diibaratkan orang Papua dalam kandang kelinci, dan kandang
kurungan ternak babi. Mendengar dan melihat penyebutan nama jenis binatang
tersebut, maka sudah pasti cara perpikir dan konsentrasi akan terganggu. Namun
perlu mengambil hikmah dibalik ini. Sudah di nubuatkan oleh seorang pelayan
umat ini, dan melihat dengan mata rohani, kekhwatiran ini mengumandangkan dikemudian
hari orang Papua akan menghadapinya.
Sebagian
para elit politik Papua sendiri berjuang untuk pemekaran Daerah Operasi Baru
(DOB) Provinsi dan Kab/Kota di Tanah Papua untuk mempercepat pembangunan dan
kemajuan di tanah Papua. Terbentuknya Provinsi Papua Barat dari Provinsi Papua
dan beberapa Kabupaten/Kota di Tanah Papua. Setuju atau tidak setuju, suka atau
tidak suka, sadar atau tidak sadar, era globalissi, erah keterbukaan, dan erah
demokrasi dewasa ini terlihat dengan jelas.kita telah di kotak-kotakan/dikurung
dalam satu daerah masing- masing.
Ada
juga nilai positifnya dari bahwa, dengan adanya pemekaran Daerah Otonomi Baru
(DOB). lapangan pekerjaan terbuka luas, akses transportasi yang dulunya
ditempuh dalam jangka waktu yang lama kita hanya bisa tempuh dengan hitungan
waktu yang sangat cepat. Tehknologi dan Informasi sangat mudah, banyak yang
mempunyai rumah mewah, kendaraan mewah dari tingkat daerah sampai di tingkat
Pusat.
Dari
nilai positif ini, ada nilai negatif yang sedang dan akan mengalami bagi orang
Asli Papua. Artinya bahwa pemekaran ini logikanya akan dibalik dari nilai
positifnya bahwa, dengan adanya pemekaran akan ada banyak uang yang beredar,
membuat kreatifitas dan kemandirian yang sudah ada sejak kita dilahirkan akan
hidup menjadi ketergantungan, lahan dimana tempat mata penharian hilang, pola
hidup manusia yang berbudaya menjadi manusia modern mengakibatkan hilangnya
bahasa lokal, kebudayaan lokal. Menyadari juga bahwa arus transmigrasi dan
urbanisasi akan tidak terkontrol mengakibatkan yang lemah tetap tidak berdaya.
Menjadi Tuan di Negeri Sendiri
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Bab IV Pasal 4
Ayat 1, berbunyi:“Kewenangan Provinsi
Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, Kecuali politik
luar nege,Pertahanan Keamanan, Moneter dan Fiskal, Agama, dan Peradilan serta
kewenangan tertentu dibidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
Benar-benar memberi semangat yang luar biasa bagiorang asli Papua untuk menjadi
tuan di negeri sendiri, di sektor, pendidikan, ekonomi, birokrasi pemerintahan
untuk di kuasai oleh orang asli Papu sendiri.
Seluruh
Provinsi di negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang tercinta ini, hanya ada dua Provinsi yaitu: Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan
Papua(kemudian Provinsi Papua dimekarkan menjadi Papua dan Papua Barat) dengan
status Otonomi Khusus (Otsus), sedangkan Provinsi Yogyakarta diberikan
keistimewaan menjadi Derah Istimewa. Sementara yang lain tidak namun menelusuri
provinsi-provinsi yang tidak berikan status khusus dan istimewa ini lebih menjadi
tuan di negeri sendiri dari pada
provinsi Papua dan Papua Barat yang ada status khusus ini.
Kongkrit
adalah Provinsi Sulawesi Utara (sultra) khususnya di Ibu Kota Manado.
Disemua sektor, Pendidikan: Dari
pimpinan sekolah, perguruan tinggi negeri dan swasta sampai dengan stafnya
adalah orang Manado. Sektor Ekonomi: mall, supermarket, bank-bank, hotel-hotel
dari pimpinan sampai stafnya orang Manado, sopir-sopir taksi juga orang Manado.
birokrasi pemerintahan: Dari sekda,
kepala- kepala dinas, camat, kepala desa sampai RT/RW adalah orang Manado.
Bahkan orang-orang Manado sendiri punya
lembaga adat yang mengawasi keamanan mereka yang di sebut “Laskar Manguni”. Kecuali
jabatan Kapolda, Pangdam, Kejari, Kemenag secara hirarki ditentukan oleh pusat.
Dengan kenyataan ini, mereka telah menjadi tuan di negeri mereka sendiri.
Sedangkan
Papua dengan status Otsus, apakah telah menjadi tuan di negeri sendiri?. Dari
fakta di Provinsi Sulawesi Utara ini, kita melihat kembali kondisi objektif di tanah
Papua. Ada beberapa pertanyaan. Berapa banyak orang asli Papua sudah mepunyai,
mall, supermarket,hotel berbintang, pengusaha, sopir-sopir taksi? Berapa banyak
orang asli Papua yang menjadi karyawan bank-bank daerah dan nasional (bank
Papua, bank Mandiri, bank BNI, bank BCA,dll) di Tanah Papua?, Berapa banyak
orang asli Papua sebagai pimpinan dan karyawan bandara udara (Air port) di
Seluruh tanah Papua?, Berapa banyak orang asli Papua jadi pegawai negeri sipil
(PNS)/aparatur sipil negara (ASN) di seluruh tanah Papua?. Berapa banyak orang
asli Papua yang menjadi kepala sekolah,(dasar dan menengah)?, berapa banyak orang
asli Papua yang menjadi pimpinan sampai dengan stafnya di perguruan tinggi
negeri dan Swasta (PTN dan PTS) di tanah Papua?. Kenapa bukan orang asli Papua
jadi Bupati dan Wakil Bupati, Ketua dan Anggota DPR, Sekretaris Daerah, Kepala
Distrik, pegawai negeri Sipil (PNS)/Aparatur Sipil Negara (ASN, dan kepala kampung
di seluruh tanah Papua?
Dari
sejumlah pertanyaan dan kenyataan yang ada di depan mata mengantar diri orang
asli Papua menjadi kuli di negerinya
sendiri.
Bersama Mewujudkan
Papua Tanah Damai
|
Sambungan Koran Tabloidjubi.com Edisi 11-12 Juni 2018 |
Secara bersama kita harus mengakui bahwa
sejumlah persoalan yang sudah disebutkan tersebut adalah sebuah kenyataan yang
ada di depan mata kita. Kita tidak bisa melihat dengan sebelah mata, melupakan
dan atau mengabaikan persoalan itu terus terjadi. Papua tanah Damai telah di
canangkan sebagai visi bersama masyarakat yang hidup di tanah Papua.
Pencanangan visi Papua Tanah Damai ini ditegaskan kembali dalam perayaan 158
tahun pekabaran injil di tanah Papua. Pada hari kamis 5 februari 2013 di
lapangan Mandala Jayapura oleh semua pimpinan agama, semua pimpinan paguyuban-
paguyuban, Gubernur Provinsi Papua, dan Kapolda Papua sebagai hari Papua Tanah
Damai.
Papua
Tanah Damai merupakan visi dan masa depan bersama, dan Harapan bersama semua
orang yang hidup di tanah Papua. Papua tanah Damai merupakan suatu tatanan ideal yang
harus di perjuangkan bersama oleh semua pihak yang berkepentingan. Papua
tanah damai mengandung sepuluh nilai dasar: Keadilan
dan Kebenaran, Partisipasi, Rasa Aman dan Nyaman, Harmoni dan Keutuhan,
Kebersamaan dan Penghargaan, Pengakuan dan Harga Diri, Komunikasi dan Informasi
Yang Benar, Kesejahtraan, Kemandirian, dan Kebebasan.
Dengan
nilai-nilai dasar ini semua orang yang hidup di tanah Papua secara bersama-sama
menyadari pentingnya keterlibatan sejumlah kelompok- kelompok untuk mewujudkan
Papua sebagai Tanah Damai yaitu: Pertama. Orang Asli Papua (OAP) sendiri
sebagai korban langsung dari berbagai
undang- undang, kebijakan, peraturan, keputusan yang berlaku untuk tanah
Papua.
Kedua.Masyarakat
Papua yang datang dari berbagai latar belakang, dan kepentingan dari berbagai
daerah di Indonesia, hidup dan menetap menetap di seluruh tanah Tanah Papua.
Ketiga.
Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Distrik, Kelurahan/Kampung sampai di tingkat yang
paling rendah RT dan RW yang adalah membuat dan menjalankan pemerintahan
di seluruh tanah Papua.
Keempat.
Pemerintah Pusat (Preasiden), jajaran kementrian dan lembaga di Jakarta selaku
pembuat Undang- undang, Peraturan, dan Keputusan, untuk menjalan di seluruh Tanah Papua.
Kelima.
Kepolisian Rebublik Indonesia (POLRI), memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Indonesia
termasuk di Tanah Papua.
Keenam.
Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang menegakan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dari ancaman luar, termasuk wilayah di tanah Papua.
Ketujuh.
Pengusaha-pengusaha, lokal, nasional dan internasional yang mengelola dan
mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di seluruh tanah Papua.
Kedepalan.
TPN/OPM yang ada di hutan rimba seluruh tanah Papua, memperjuangkan keadilan
dan perdamaian sejati. Untuk memperjuangkan Papua Merdeka secara hukum
danpolitik, pisah dari negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Kesembilan
orang asli Papua yang hidup dan menetap
di luar negeri (diaspora), seperti di Papua New Guinea, Autralia, Amerika
Serikat, Inggris, Belanda dan belahan dunia lain diseluruh dunia. Mereka telah
mengasingkan diri di luar negeri hanya
untuk memperjuangkan Papua Merdeka. Mereka juga gencar melobi dan
mengkampanyekan kemerdekaan Papua, di tingkat masyarakat Sipil, politik dan
pemerintahan di luar negeri.
Untuk
saling berbagi cinta dan rasa dalam upaya mejuwudkan Papua sebagai Tanah Damai,
ke sembilan aktor tersebut perlu dilibatkan dalam suatu ruang dialog.
Mengedepankan sepuluh nilai dasar tadi.
Membahas masalah- masalah dan menentukan solusi secara bersama, sesuai dengan
kepentingan di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi (mikro dan makro),
lingkungan hidup, penyelenggaraan pemerintahan, keamanan, hukum dan hak asasi manusia,
status politik Papua, dan sejarah integrasi
Papua ke dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. “Selamat membaca”