Kamis, 16 Mei 2013

Laporan Hak Asasi manusia dari AS. soroti Indonesia


RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia merupakan negara demokrasi dengan multi-partai. Tahun 2009, pemberi suara memilih Susilo Bambang Yudhoyono kembali sebagai Presiden dalam pemilihan umum yang bebas dan jujur. Pengamat dalam dan luar negeri menilai bahwa pemilihan umum legislatif 2009 juga bebas dan jujur. Setelah lebih dari 10 tahun reformasi demokrasi, pasukan keamanan melapor ke pihak berwenang sipil; namun, ada beberapa contoh pengecualian ketika beberapa unsur pasukan keamanan bertindak sepihak dalam mengendalikan warga sipil.
Penekanan atau pelanggaran terhadap hak beribadah dan kaum etnis minoritas merupakan sebuah masalah. Pemerintah memberlakukan UU makar dan penistaan agama untuk membatasi kebebasan berekspresi para pendukung kemerdekaan damai di provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku serta oleh kelompok agama minoritas. Pejabat yang korupsi, termasuk di jajaran pengadilan, merupakan masalah besar.
Permasalahan hak asasi lainnya termasuk pembunuhan oleh pasukan keamanan, pelecehan terhadap para narapidana dan tahanan, kondisi penjara yang buruk, perdagangan manusia, pekerja anak, dan gagal menegakkan standar buruh dan hak pekerja.
Di beberapa kasus, pemerintah menindak pejabat yang melakukan penyalahgunaan, namun hukuman pengadilan seringkali tak sepadan dengan parahnya pelanggaran, begitu pula yang terjadi dengan jenis kejahatan lainnya.
Gerilyawan separatis di Papua telah membunuh anggota pasukan keamanan dan melukai yang lainnya dalam beberapa serangan. Anggota separatis Papua juga membunuh sejumlah warga Indonesia non-Papua yang bermigrasi ke Papua sepanjang tahun.

Bagian 1. Menghargai Integritas Seseorang, Termasuk Kebebasan dari:

a. Perampasan Hak Hidup Sewenang-Wenang atau Melanggar Hukum

Ada sejumlah laporan bahwa oknum aparat keamanan  baik tentara maupun polisi melakukan pembunuhan sewenang-wenang atau melanggar hukum selama tahun 2012.
Pada 14 Juni, anggota pasukan keamanan yang tidak bisa teridentifikasi di Jayapura, Papua menembak mati Mako Tabuni, pemimpin Komite Nasional untuk Papua Barat (KNPB), yang berkampanye untuk mendapatkan kebebasan menentukan nasib sendiri bagi provinsi Papua dan Papua Barat. Perihal penyebab kematian Tabuni tetap belum jelas, pihak kepolisian menegaskan bahwa Tabuni tertembak karena menolak penangkapan, sementara para pembela hak asasi manusia menyatakan bahwa ia ditembak dari belakang saat mencoba melarikan diri. Dicurigai Tabuni menjadi target percobaan pembunuhan oleh pemerintah yang membunuh aktivis mahasiswa Terjoli Weya tanggal 1 Mei. Pelaku misterius menembak Weya saat demonstrasi memperingati perpindahan Papua dan Papua Barat dari Belanda ke Indonesia pada tahun 1963. Saat penembakan, Weya dilaporkan sedang berdiri bersama Tabuni di bagian belakang truk sewaktu melewati markas militer Abepura. Beberapa anggota KNPB dan aktivis mengklaim bahwa Weya ditembak dari markas, dan otopsi mengungkapkan bahwa ia diserang oleh pecahan kaliber .22. Polisi tidak menginvestigasi kasusnya.
Pada 27 Juli, anggota Brigade Mobil Polisi (Brimob) Polda Sumatera Selatan membubarkan demonstrasi warga Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir di Sumatera Selatan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan bahwa personil Brimob menembak Angga Prima yang berusia 12 tahun saat mereka berusaha mencegah terjadinya demonstrasi. Komnas HAM juga menemukan bukti bahwa Kapolda Sumatera Selatan memerintahkan Brimob untuk melakukan "langkah-langkah represif" dalam menangani warga setempat di Ogan Ilir. Sengketa klaim hak atas tanah yang terjadi antara warga dengan  perusahaan perkebunan milik pemerintah, PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis merupakan penyebab timbulnya konflik berdarah . Penyelidik Polri telah meminta keterangan 120 anggota Brimob yang terlibat dalam bentrokan, tapi tidak ada satu pun yang ditangkap atau ditindak.
Kekerasan yang terus berlangsung telah menyengsarakan warga masyarakat di provinsi Papua dan Papua Barat selama tahun tersebut. Keterpencilan wilayah membuatnya sulit untuk mengkonfirmasikan laporan mengenai desa-desa yang terbakar dan kematian warga sipil. Pada 6 Juni, menyusul insiden di Wamena yaitu seorang anak terluka dalam kecelakaan lalu lintas yang melibatkan dua tentara dari Batalyon Infanteri 756 bersepeda motor, warga setempat menyerang kedua tentara yang mengakibatkan Pratu Ahmad Sahlan terbunuh sedangkan Sersan Parloi Pardede terluka parah. Sebagai reaksi balas dendam atas kematian dan terlukanya rekan mereka sekitar50-100 anggota batalyon melakukan penyerangan  yang mengakibatkan Elinus Yoman terbunuh, melukai sejumlah warga setempat, 87 rumah terbakar. Hingga akhir tahun, penguasa tidak menahan atau memberikan tindakan indisipliner pada anggota Batalyon Infanteri 756 atas peran mereka di insiden tersebrgaut. Angkatan Darat Indonesia mengklaim bahwa tentara mereka harus membela diri saat berusaha mengambil jasad Sahlan. Beberapa hari berikutnya setelah kejadian, upacara rekonsiliasi khusus dilaksanakan yang melibatkan warga setempat, pejabat sipil dan pasukan keamanan.
Banyak kekerasan di Papua dan Papua Barat berkaitan dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan operasi pasukan keamanan melawan OPM. Sebagai contoh, pada 23 Agustus, polisi menahan empat orang yang diduga keras anggota OPM sebagai tersangka pembunuhan anggota polisi Yohan Kasimatau di Bandara Enarotali di Paniai pada tanggal 21 Agustus.
Selain pembunuhan oleh pasukan keamanan dan OPM, terdapat juga sejumlah insiden kekerasan, termasuk beberapa pembunuhan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal di Papua dan Papua Barat. Penyerang misterius yang oleh pejabat pemerintahan dan kontak HAM di duga dilakukan oleh pihak a separatis Papua, membunuh beberapa warga pendatang non-Papua. Pada 22 Mei, pengemudi Syaiful Bahri meninggal di tangan seorang pembunuh misterius. Polisi menemukan serpihan jasadnya yang hangus terbakar di dalam mobil sewaan di pemakaman di Jayapura, Papua. Otopsi mengungkapkan bahwa pendatang dari Jawa tersebut kemungkinan besar meninggal setelah ditusuk berulang kali.
Kejahatan terus terjadi di sepanjang jalan dekat pertambangan emas dan tembaga Grasberg milik Freeport McMoran di Timika, Papua, termasuk pembunuhan pasukan keamanan dan pekerja. Pada 9 Januari, penembak misterius membunuh dua pekerja PT. Kuala Pelabuhan Indonesia, perusahaan kontraktor Freeport, di sepanjang jalan. Polisi menemukan jasad mereka di kendaraan yang terbakar. Pada 7 Februari, di titik lain di jalanan tersebut personil Brimob Ronald Sopamena diduga ditembak mati oleh pihak OPM.
Pada Juni 2011, Mahkamah Agung menolak kasasi Pollycarpus Budihari Priyanto, yang sebelumnya dihukum tahun 2004 karena didakwa meracuni yang mengakibatkan kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib. Sedangkan para pembela HAM terus menduga bahwa peracunan yang mengakibatkan kematian Munir melibatkan anggota Badan Intellijen Nasional (BIN). Pengungkapan keterlibatan personel intelijen BIN dalam kematian Munir oleh pihak kejaksaan tampaknya tidak mengalami kemajuan dan cenderung berjalan ditempat.

b. Penghilangan Orang

Tidak ada laporan mengenai penghilangan orang bermotif politik selama tahun tersebut. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil melaporkan sedikit perkembangan dalam menghitung orang hilang tahun lalu atau dalam menuntut mereka yang bertanggung jawab terhadap hilangnya orang-orang tersebut.
Tahun 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk melanjutkan penyelidikan dan kemungkinan penuntutan terhadap penculikan aktivis pro-demokrasi tahun 1998. Pada akhir tahun, pemerintah belum membentuk pengadilan ad hoc yang dimaksud.

c. Siksaan dan Kekejaman Lain, Ketidakmanusiawian, atau Perlakuan atau Hukuman yang Merendahkan

Konstitusi menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas dari siksaan dan kekejaman lainnya, ketidakmanusiawian, dan perlakuan yang merendahkan. Undang-undang melarang penggunaan kekerasan atau paksaan oleh pejabat untuk mendapatkan pengakuan dan mempidanakan mereka dengan hukuman maksimal empat tahun penjara. Namun Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) tidak secara spesifik mengatur ketentuan pidana bagi  penguasa/pejabat negara yang melakukan penyiksaan. Pada tahun-tahun sebelumnya, aparat penegak hukum banyak yang mengabaikan dan sedikit sekali yang dihukum dengan UU ini. Baru-baru ini, pemerintah menghukum sejumlah tentara dan polisi atas tindakan penyiksaan, namun hukuman yang dikenakan tidak memadai dan sesuai dengan pertanggung jawaban yang harus dibebankan kepada mereka atas tindakan penyiksaan. Siksaan umumnya terjadi segera setelah penahanan. Terdapat laporan bahwa tahanan dipukul dengan kepalan tangan, tongkat, kabel, batang besi, dan palu. Beberapa tahanan melaporkan mereka ditembak di bagian kaki dengan jarak dekat, mengalami sengatan listrik, dibakar, atau kaki mereka diletakkan beban yang sangat berat.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat melaporkan bahwa siksaan menjadi hal yang jamak di fasilitas penahanan polisi. Lembaga Swadaya Masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) melaporkan bahwa antara Juli 2011 dan Juni 2012, mereka menerima 86 laporan penyiksaan dengan 243 korban. Sebelas di antaranya merupakan laporan penyiksaan oleh aparat hukum dan keamanan yang terjadi di Papua dengan jumlah korban sebanyak 98 orang.
Pada 26 Desember 2011, polisi menangkap dua remaja kakak-beradik, Faisal Akbar dan Budri M. Zen di Sijunjung, Sumatera Barat atas dugaan mencuri uang dari kotak amal di mesjid setempat. Dua hari kemudian, Polisi Resor (Polres) Sijunjung memberitahu keluarga remaja tersebut bahwa keduanya bunuh diri saat dikurung. Sewaktu mengambil jenazah mereka, keluarga korban melihat bukti bahwa mereka dipukul sangat parah. Hasil otopsi tidak pernah dibagi dengan keluarga korban atau Komnas HAM. Bulan Januari, Komnas HAM menyebutkan bukti penyiksaan dan meminta investigasi yang lengkap. Kemudian, pengadilan menghukum sembilan polisi atas kejahatan yang berkaitan dengan "penganiayaan" dan menghukum mereka dengan 21 hari tahanan.
Kasus penyiksaan yang terjadi terhadap tahanan di Papua menjadi perhatian masyarakat ketika pada tahun 2010, video di YouTubemenampilkan beberapa personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengancam seorang tahanan, Telangga Gire, dengan pisau ke leher korban dan menempelkan besi panas ke bagian kelamin tahanan lainnya, Tunaliwor Kiwo. Pengadilan militer pada Januari 2011, menghukum  Sersan Dua Irwan Rizkianto 10 bulan penjara, Prajurit Yakson Agu menerima hukuman penjara 9 bulan, dan Prajurit Thamrin Mahagiri menerima hukuman penjara 8 bulan. Mereka dihukum karena telah mengabaikan perintah atasan dan  bukan karena penyiksaan. Militer kemudian memecat mereka pada tahun itu.
Tiga anggota Batalyon Infanteri 753 Nabire yang dihukum atas pembunuhan Kinderman Gire tahun 2010 dipecat dari dinas ketentaraan pasca mereka menyelesaikan masa hukuman penjaranya.
Antara bulan Januari dan Juni di Aceh, penguasa mencambuk 49 orang di depan umum atas kejahatan berkaitan dengan judi, perzinahan, mengkonsumsi alkohol, atau menjual makanan di siang hari selama bulan Ramadhan.

Kondisi Penjara dan Rumah Tahanan

Kondisi 428 penjara dan rumah tahanan di negeri ini tidak jarang buruk dan mengancam jiwa. Jumlah penghuni yang melampui kapasitas hunian penjara terjadi di mana-mana.
Kondisi Fisik: Di akhir tahun, data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa terdapat 144.332 tahanan dalam lapas dan rutan, bandingkan dengan kapasitas lapas dan rutan yang tersedia saat ini hanya 97.327. Penjara dan rumah tahanan di wilayah Jakarta dioperasikan di tingkat 227 persen dari kapasitas. Sebagai contoh, menurut pemerintah, Lapas Cipinang di Jakarta yang dirancang untuk 880 narapidana, menahan 2.572 orang. Terdapat laporan bahwa sel kurungan di kantor polisi di Papua sangat sesak, dengan jumlah 18 tahanan di sel yang dirancang untuk empat orang. Kelompok pembela HAM menduga bahwa banyak warga Papua ditahan dengan kondisi demikian selama berbulan-bulan.
Menurut angka pemerintah, 440 narapidana meninggal dalam tahanan antara 1 Januari dan 1 Desember. Dari angka tersebut, 351 narapidana meninggal akibat kondisi kesehatan yang sudah dimiliki, tujuh meninggal bunuh diri, sembilan meninggal karena luka yang diderita akibat insiden kekerasan dengan teman satu sel, dan 73 meninggal akibat "penyebab lain".
LSM mencatat pihak berwenang seringkali tidak menyediakan layanan kesehatan yang memadai bagi para narapidana . Petugas lapas meminta aktivis kemerdekaan Papua Filep Karma yang sedang dipenjara untuk menggalang dana untuk biaya pengobatannya. Bulan Juli, polisi di Papua menahan sejumlah pendukung Karma yang menggalang dana untuk dirinya.
Penjaga secara rutin memeras uang dan menganiaya tahanan. Banyak sekali laporan yang melaporkan bahwa pemerintah tidak menyediakan makanan yang layak untuk narapidana, dan anggota keluarga kadang membawa makanan sebagai penambah menu bagi kerabat mereka. Anggota keluarga melaporkan bahwa petugas lapas sering meminta upeti untuk mengizinkan kerabatnya mengunjungi tahanan. Narapidana yang kaya membayar untuk mendapat perlakukan khusus dan fasilitas tidur yang lebih nyaman. Petugas menahan tahanan yang sulit diatur dalam ruang isolasi hingga enam hari dengan menu nasi dan air putih.
Data pemerintah menunjukkan bahwa sekitar 4,6 persen tahanan adalah wanita dan 3,2 tahanan adalah remaja. Menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, pada bulan Oktober, terdapat 3,217 narapidana remaja dan 1,924 tahanan remaja yang sedang menunggu untuk di sidang.
Menurut UU, anak-anak yang melakukan tindakan kriminal serius menghabiskan waktu hukuman di penjara anak. Selama tahun tersebut, LSM di Papua melaporkan bahwa anak dibawah/remaja yang sedang menunggu persidangan ditahan bersama tahanan dewasa untuk janka waktu yang cukup lama. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku lembaga pemasyarakatan (lapas) menahan orang yang sudah memperoleh putusan bersalah oleh pengadilan, sementara rumah tahanan (rutan) menahan mereka yang menunggu untuk disidang; praktiknya, petugas menahan mereka yang sedang menunggu proses persidangan bersamaan dengan para narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Pihak berwenang umumnya menahan narapidana wanita di fasilitas yang berbeda. Di lapas yang menahan narapidana pria dan wanita, narapidana wanita ditahan di blok sel yang berbeda dari narapidana pria. Menurut penggiat LSM, kondisi di penjara wanita secara signifikan cenderung lebih baik dari penjara lelaki, dengan sedikit kekerasan dan lingkungan yang lebih higienis. Namun, blok sel wanita di dalam penjara yang menahan narapidana dari kedua gender tersebut tidak selalu memiliki akses ke fasilitas yang sama seperti narapidana lelaki. Hal ini termasuk fasilitas olahraga dan perpustakaan.
Administrasi: Pencatatan dokumen dianggap memadai. Para narapidana diizinkan beribadah dan, untuk para tahanan, memiliki akses layak ke pengunjung, walaupun akses ini dilaporkan terbatas untuk beberapa kasus. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam beberapa kasus, para narapidana tidak memiliki akses untuk air minum bersih. Pemerintah secara aktif memonitor kondisi penjara dan rumah tahanan.
Pihak berwenang mengizinkan narapidana dan tahanan mengajukan pengaduan kepada otoritas pengadilan tanpa melalui penyensoran dan meminta investigasi atas tuduhan yang layak dipercaya mengenai kondisi yang tidak manusiawi.
KUHAP tidak memasukkan sanksi atau hukuman alternatif bagi pelaku pelanggaran/ pidana non-kekerasan.
Komisi Ombudsman nasional mewakili narapidana dan tahanan dapat mengadvokasi berbagai hal termasuk memonitor kondisi dan perlakuan narapidana; menyampaikan status dan keadaan sel tahanan remaja; dan memperbaiki kondisi ruang tahanan bagi mereka yang akan disidang, mekanisme penjaminan, dan prosedur pencatatan  agar dapat memberikan kepastian masa tahanan mereka tidak melampui masa tahanan maksimal dari pidana yang dilakukan. Di waktu yang lalu, ombudsman telah menyelidiki masalah penjara dan mengkomunikasikan temuannya kepada Menteri Hukum dan HAM dan Mahkamah Agung. Kantor Ombudsman dan Direktorat Jenderal Lembaga Permasyarakatan menandatangani Nota Kesepahaman mengenai Pengawasan Layanan Publik untuk tahanan dan narapidana.
Pemantauan: Sejak 2009, pemerintah telah menolak akses Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk memantau kondisi penjara dan perlakuan terhadap narapidana secara nasional termasuk dapat bertemua dan berbicara empat mata dengan narapidana.

d. Penangkapan atau Penahanan Secara Sewenang-Wenang

Aturan hukum yang berlaku melarang penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang namun tidak memadai dalam penegakkan. Beberapa Sejumlah aparat penegak hukum kerap melanggar ketentuan ini.

Peran Polisi dan Aparat Keamanan

Presiden mengangkat Kapolri dengan persetujuan anggota DPR. Kapolri melapor pada Presiden namun ia bukan anggota kabinet. Polri memiliki sekitar 420.000 personil yang tersebar di 31 Polisi Daerah (POLDA) di 33 provinsi. Polisi mempertahankan hirarki yang terpusat; satuan-satuan Polda tersebut secara formal melapor pada Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia. Pihak Militer bertanggung jawab untuk pertahanan eksternal namun juga mempunyai kewajiban tambahan untuk membantu pihak kepolisian untuk mengatasi persoalan keamanan dan konflik yang mengemuka di masyarakat.
Di Aceh, Polisi Syariah, badan pemerintahan provinsi, bertanggung jawab untuk menegakkan Syariah.
Divisi Divisi Profesi dan Pengamanan  (Propam)  Mabes Polri dan Komisi Kepolisian Nasional menginvestigasi pengaduan terhadap petugas polisi. Sebagai tambahan, Komnas HAM dan LSM HAM juga melaksanakan pengawasan dari unsur luar atas sepengetahuan dan kerjasama pihak kepolisian. Sepanjang tahun ini, 4.154 petugas  melakukan pelanggaran indisipliner.
Tahun 2009, Polri mengimplementasikan peraturan yang menerapkan standard HAM dalam pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Namun, ketiadaan penindakan dan dan korupsi menjadi persoalan yang laten.

Prosedur Penangkapan dan Perlakuan Selama dalam Masa Tahanan

UU memberikan hak pada pihak yang ditahan untuk dapat segera memberitahu pihak keluarga mereka dan menegaskan bahwa surat perintah penahanan harus ditunjukkan pada saat dilakukan penahanan. Pengecualian diperbolehkan jika, untuk mereka yang tertangkap basah ketika melakukan tindak kriminal. UU memungkinkan penyelidik untuk mengeluarkan surat perintah; namun ada masanya penangkapan dilakukan tanpa adanya surat perintah penahanan. Terdakwa bisa menantang keabsahan penangkapan dan penahanannya dalam persidangan praperadilan dan bisa menuntut ganti rugi jika salah tahan; namun, terdakwa jarang sekali memenangkan persidangan praperadilan dan hampir tidak pernah menerima ganti rugi setelah dilepaskan tanpa dakwaan. Pengadilan militer dan sipil sangat jarang mengabulkan tuntutan pihak-pihak yang ditangkap/ditahan secara tidak patut.
Penangkapan Arbitrase: Terdapat laporan penangkapan sewenang-wenang oleh polisi dan pasukan keamanan. Pada 13 Juni, menanggapi laporan bahwa anggota OPM telah menyembunyikan senjata di wilayahnya, personil polisi dan militer dilaporkan memeriksa beberapa tempat tinggal di pinggiran Mulia di Papua. Walau mereka tidak menemukan satu senjata atau bukti apapun, pasukan keamanan menahan Wiron Kogoya, pengrajin dari desa lain yang sedang melewati daerah tersebut. Kogoya dilepaskan setelah ditahan beberapa hari.
Penahanan Prapengadilan: UU membatasi massa penahanan tersangka sejak ditangkap hingga dimulainya persidangan. Polisi berwenang untuk melakukan penahanan awal selama 20 hari dan yang dapat diperpanjang hingga 60 hari oleh penuntut selagi penyelesaian proses penyelidikan; penuntut dapat menahan tersangka untuk 30 hari selama tahap penuntutan dan bisa meminta perpanjangan 20 hari dari pengadilan. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dapat menahan terdakwa hingga 90 hari selama pengadilan atau banding, sementara Mahkamah Agung dapat menahan terdakwa 110 hari selagi masa mempertimbangkan untuk banding. Sebagai tambahan, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan hingga 60 hari berikutnya di masing-masing tingkatan jika terdakwa menghadapi kemungkinan hukuman penjara sembilan tahun atau lebih atau jika terdakwa sudah dipastikan mengalami gangguan mental. Sepanjang tahun ini, pihak berwenang secara umum menghargai batasan-batasan ini dalam praktiknya. UU Anti Terorisme memperbolehkan penyelidik menahan hingga empat bulan seseorang yang, berdasarkan bukti awal yang memadai, diduga keras melakukan atau berencana melakukan tindakan terorisme; oleh karena itu, dakwaan harus diajukan.
Oleh UU, tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pengacara pilihan mereka di setiap tahapan investigasi. majelis hakim akan menyediakan penasihat  hukum secara cuma-cuma untuk seseorang yang didakwa dengan pelanggaran dengan tuntutan hukuman mati atau penjara selama 15 tahun atau lebih, atau untuk terdakwa miskin yang menghadapi dakwaan dengan hukuman lima tahun atau lebih. Tersangka memiliki hak untuk mendapatkan hak penangguhan penahanan dan diberitahu mengenai dakwaan yang dikenakan pada mereka. Pengadilan secara umum menghargai hak-hak ini.
Pada 16 Maret, Pengadilan Negeri Jayapura menghukum lima aktivis Papua merdeka, termasuk Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi, dan menghukum mereka dengan penjara tiga tahun atas pernyataan mereka yang mengumumkan kemerdekaan "Republik Papua Barat", mempertontonkan simbol separatis yang dilarang, dan peran kepimpinan di Kongres Rakyat Papua Ketiga di bulan Oktober 2011. Pembela menduga keras bahwa selama persidangan, polisi menginterogasi tertuduh tanpa pengacara dan memukuli mereka yang ditahan selama masa tahanan prapengadilan.
Amnesti: Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan remisi mulai dari beberapa hari hingga enam bulan sebagai penghargaan atas kelakuan baik saat di penjara untuk sebagian besar narapidana. Tahun 2011, pemerintah menawarkan remisi kepada Filep Karma yang dapat berujung pada pembebasannya. Karma menolak remisi tersebut, menyatakan bahwa ia akan menerima pembebasan hanya bila ia benar-benar dibebaskan dan pemerintah memberi pernyataan permohonan maaf atas kesewenang-wenangan yang terjadi di masa lalu di Papua.

e. Pengabaian akan Pengadilan yang jujur

UU mengatur tentang pengadilan yang mandiri namun pada praktiknya, pengadilan tetap rentan terhadap pengaruh pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan pasukan keamanan. Rendahnya gaji dan miskinnya pengawasan berdampak pada terjadinya praktik suap, dan para hakim menjadi subyek tekanan pihak berwenang dari pemerintahan dan kelompok lainnya, yang tampaknya mempengaruhi putusan kasus.
Pada saat pihak berwenang tidak menghargai perintah pengadilan, dan desentralisasi menciptakan kesulitan tambahan bagi penegakan perintah-perintah ini. Sebagai contoh, pihak berwenang setempat di kota Bogor terus mengabaikan keputusan Mahkamah Agung 2010 yang berkaitan dengan izin pembangunan Gereja GKI Yasmin. Pada bulan September, pihak berwenang setempat kembali menolak permintaan pihak gereja untuk memulai pembangunan.
Sepanjang tahun ini, sejumlah tentara berpangkat rendah dan menengah diadili di pengadilan militer, termasuk untuk pelanggaran yang melibatkan warga sipil atau terjadi ketika para tentara sedang tidak bertugas. Jika seorang tentara diduga melakukan tindak kriminal, polisi militer menginvestigasi lalu meneruskan temuannya ke penuntut militer yang kemudian memutuskan apakah bisa mempersiapkan kasusnya. Di bawah UU, penuntut militer bertanggung jawab terhadap Mahkamah Agung; namun, pada praktiknya, penuntut militer bertanggung jawab pada TNI atas penerapan UU.
Panel tiga hakim militer mengadili di tingkat pengadilan, sementara Pengadilan Tinggi Militer, Pengadilan Militer Utama, dan Mahkamah Agung mengadili di tingkat banding. Organisasi masyarakat sipil dan pengamat lainnya mengkritik singkatnya masa hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan militer.
Empat pengadilan negeri berlokasi di Surabaya, Makassar, Jakarta dan Medan berwenang untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat secara sistematis dengan rekomendasi dari Komnas HAM. UU memberikan masing-masing pengadilan untuk memiliki lima anggota, termasuk tiga hakim HAM non-karir, yang ditunjuk untuk masa lima tahun. Putusan dapat diajukan banding ke pengadilan banding dan Mahkamah Agung. UU memberikan, agar diketahui secara internasional, definisi genosida, kejahatan terhadap manusia, dan tanggung jawab komando, namun tidak termasuk kejahatan perang sebagai pelanggaran HAM berat begitu pula tidak memerlukan penuntutan terhadap komandan dalam kejahatan yang dilakukan oleh bawahan. Tidak ada satu pun dari keempat pengadilan ini yang mengadili atau memutuskan kasus selama tahun tersebut.
Di bawah sistem pengadilan Syariah di Aceh, 19 pengadilan negeri agama dan satu pengadilan banding mengadili kasus. Pengadilan hanya mengadili kasus yang melibatkan umat Muslim dan menggunakan Surat Keputusan yang disusun oleh pemerintah setempat daripada hukum pidana. Kritikus berargumen bahwa peraturan untuk implementasi UU Syariah secara prosedur ambigu, mengarah pada inkonsistensi dalam penerapannya. Sebagai contoh, terdakwa memiliki hak untuk bantuan hukum, namun hak ini dilaksanakan secara tidak konsisten. Walau kasus Syariah seharusnya disidangkan di pengadilan tertutup, selama tahun ini terdapat sejumlah masalah dengan persidangan yang menjadi pengadilan terbuka.

Prosedur Persidangan

UU menganggap para terdakwa tidak bersalah hingga mereka memang terbukti bersalah. Para terdakwa memiliki hak untuk mengkonfrontasi saksi dan memanggil saksi untuk pembelaan mereka. Pengecualian diperbolehkan dalam hal jarak atau biaya yang dianggap mahal untuk membawa saksi ke pengadilan; dalam kasus seperti ini, pernyataan tertulis (affidavit) bersumpah bisa disampaikan. Namun dalam beberapa kasus, pengadilan memperbolehkan pengakuan yang dipaksakan dan membatasi penyampaian bukti pembelaan diri. Para terdakwa memiliki hak agar terhindar dari memberatkan diri sendiri. Di ke-804 pengadilan, majelis hakim melakukan persidangan dengan mengajukan pertanyaan, melihat bukti, memutuskan bersalah atau tidak, dan memutuskan hukuman. Baik pembelaan dan tuntutan dapat dimohonkan. Terdakwa dapat mengakses bukti penuntutan melalui permohonan kepada ketua majelis hakim.
UU memberikan terdakwa hak untuk didampingi oleh pengacara sejak dari penangkapan dan pada setiap tahap pemeriksaan dan mewajibkan terdakwa di setiap kasus yang melibatkan hukuman mati  atau penjara selama 15 tahun atau lebih didampingi oleh pengacara. Pada kasus yang melibatkan potensi hukuman lima tahun atau lebih, UU mewajibkan menunjuk seorang pengacara apabila terdakwa miskin dan memerlukan bantuan hukum. Secara teori, terdakwa yang tidak mampu membayar pengacara   dapat memperoleh bantuan hokum,  dan lembaga bantuan hokum dapat memberikan bantuan  hukum secara cuma-cuma kepada  terdakwa yang kurang mampu tersebut. Sebagai contoh, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menangani 959 kasus selama 2011. UU memberikan hak tersebut pada semua warga negara.
Untuk beberapa kasus, prosedur perlindungan, termasuk yang menentang pengakuan paksa, tidak cukup  menjamin persidangan yang jujur.  banyak laporan dari Papua mengenai  terdakwa tidak memiliki akses ke pengacara yang mereka pilih dan pihak berwenang menolak mereka untuk memberikan waktu  dan fasilitas yang memadai dalam mempersiapkan pembelaan. Dengan pengecualian  proses pengadilan Syariah di Aceh dan beberapa persidangan militer,  persidangan terbuka  untuk umum. banyak laporan dari Papua mengenai  terdakwa tidak memiliki akses ke pengacara yang mereka pilih dan pihak berwenang menolak mereka untuk memberikan waktu  dan fasilitas yang memadai dalam mempersiapkan pembelaan. Dengan pengecualian  proses pengadilan Syariah di Aceh dan beberapa persidangan militer,  persidangan terbuka  untuk umum.

Narapidana dan Tahanan Politik

Menurut sejumlah LSM internasional terkemuka diperkirakan terdapat lebih dari 80 tahanan politik pada akhir tahun. Sebagian besar dituntut karena tindakan makar dan konspirasi melawan negara dengan melakukan pengibaran dan mempertunjukkan  simbol-simbol separatisme yang dilarang , dan sebagian besar dijatuhi hukuman penjara untuk jangka waktu yang lama (lihat bagian 2.a.). Pejabat pemerintah menegaskan secara publik bahwa mereka tidak akan menoleransi segala hal yang memperlihatkan simbol separatisme.
Sejumlah aktivis Papua merdeka, termasuk Filep Karma, ditahanan atau dipenjara karena mengibarkan bendera separatis terlarang. Pengamat HAM setempat mencatat bahwa penegakan aturan hukum yang terkait dengan pelarangan pengibaran bendera tidak  dijalankan secara konsisten namun terjadi secara meluas diseluruh provinsi Papua dan Papua Barat. Para pengamat menegaskan bahwa orang-orang yang ditangkap atas pelanggaran politik kadang menerima perlakuan kasar, termasuk tidak memberikan layanan kesehatan yang diperlukan (lihat bagian 1.c.).
Pada 16 Maret, Pengadilan Negeri Jayapura menghukum lima aktivis Papua merdeka, termasuk Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi dan menghukumnya dengan tiga tahun penjara untuk pernyataan dan kepemimpinan mereka di Kongres Rakyat Papua Ketiga bulan Oktober 2011 (lihat bagian 2.b.).
Buchtar Tabuni, yang sebelumnya dipenjara karena pelanggaran mengibarkan  bendera separatis di Papua dan menerima remisi bulan Agustus 2011, ditangkap kembali untuk perannya dalam pemberontakan di penjara tahun 2010. Pada 23 Juli, selama persidangan Tabuni, Yusak Pakage, seorang tahanan politik Papua lainnya yang menerima pembebasan dini, ditangkap karena membawa pisau saku di pengadilan.
Aktivis HAM setempat melaporkan bahwa aktivis setempat dan anggota keluarga secara umum dapat mengunjungi tahanan politik, walau pihak berwenang menahan beberapa tahanan di pulau lain yang jauh dari keluarga.

Prosedur Pengadilan Perdata dan Pemulihan

Sistem pengadilan perdata dapat digunakan untuk mencari ganti rugi bagi korban pelanggaran HAM; namun, korupsi yang meluas dan pengaruh politik membatasi akses korban akan upaya pencarian ganti rugi yang dimaksud.

f. Intervensi Sewenang-Wenang Terhadap Privasi, Keluarga, Rumah atau Korespondensi

UU mensyaratkan harus adanya surat izin pengadilan untuk melakukan penggeledahan untuk kasus-kasus terkait dengan subversi, kejahatan ekonomi dan korupsi. Aparat keamanan secara umum menghargai persyaratan ini. UU juga memberikan pencarian tanpa surat perintah ketika situasi "genting dan terpaksa" dan untuk pelaksanaan penyadapan tanpa surat perintah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sewaktu-waktu petugas keamanan dapat memaksa masuk ke dalam rumah dan kantor. Pihak berwenang kadang-kadang melakukan pengintaian tanpa surat perintah terhadap individu dan rumah mereka dan memonitor panggilan telepon. UU Intelijen Negara disahkan tahun 2011, memberikan kewenangan baru kepada Badan Intelijen Nasional mengenai pengintaian dan intersepsi komunikasi. Beberapa LSM internasional dan dalam negeri memperingatkan bahwa UU dapat memberi kekuasaan pada pemerintah untuk melumpuhkan jurnalis, lawan politik dan aktivis HAM.
Pemerintah menggunakan kewenangannya untuk mengambil alih atau memfasilitasi pengakusisian  tanah oleh swasta untuk alasan proyek pembangunan, seringkali dengan pemberian ganti rugi yang layak. Pada kasus lain, perusahaan BUMN dianggap tuduh merampas sumber daya-sumber daya yang mana rakyat menggantungkan mata pencahariannya. Bulan Desember 2011, badan legislatif meloloskan UU dengan kewenangan istimewa yang membolehkan pemerintah untuk menggunakan lahan bagi kepentingan umum terhadap keinginan pemilik asalkan pemerintah memberikan ganti rugi.
Selama tahun ini, pasukan keamanan diduga keras menggunakan kekuatan berlebihan saat mengusir warga yang terlibat dalam perselisihan tanah, walaupun pengusiran penghuni liar yang tinggal di tanah pemerintah dan pedagang kaki lima terus menurun di Jakarta. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa terdapat 198 konflik agraria selama tahun ini. Menurut KPA, konflik-konflik tersebut melibatkan 141.915 keluarga dan 963.411 hektar lahan.

Bagian 2. Menghargai Kebebasan Sipil, Termasuk:

a. Kebebasan Berpendapat dan Pers

Konstitusi dan UU memberikan kebebasan berpendapat dan pers. Sekalipun kebebasan pers yang sangat kuat namun ada kalanya pemerintah maupun pihak swasta/pribadi perorangan melakukan upaya pembatasan akan kebebasan pers. Politisi dan pengusaha yang berkuasa mengajukan pengaduan tindak pidana atau perdata terhadap jurnalis yang artikelnya dianggap telah menghina atau menyinggung; beberapa jurnalis menghadapi ancaman kekerasan.
Kebebasan Berpendapat: Organisasi dan perorangan memiliki hak untuk mengkritik pemerintah secara umum dan secara pribadi dan dapat mendiskusikan berbagai persoalan yang menjadi perhatian masyarakat umum tanpa khawatir akan adanyatindakan balasan. Menurut peraturan per-UU-an muatan yang mengandung anjuran separatisme dapat dipidana. Beberapa LSM dan organisasi lainnya menduga keras bahwa pemerintah memonitor organisasi mereka, dan penerapan UU makar oleh pemerintah dalam beberapa kasus ajakan damai untuk separatisme di Papua yang membatasi hak perorangan untuk terlibat dalam berpendapat dianggap sebagai pro-separatis. Bulan Agustus, polisi di Manokwari dilaporkan menangkap 10 warga Papua karena mengibarkan bendera separatis terlarang dan menyerukan kemerdekaan Papua.
Kebebasan Pers: Media independen aktif dan mengungkapkan beragam pandangan yang luas. Namun, peraturan tingkat regional dan nasional tak jarang, digunakan untuk melarang media. Pemerintah terus melarang media, LSM dan pejabat pemerintahan asing untuk melakukan perjalanan ke provinsi Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan mereka untuk meminta izin perjalanan melalui Menteri Luar Negeri atau kedutaan Indonesia. Pemerintah menyetujui beberapa permintaan dan menolak permintaan lainnya dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu keselamatan pengunjung asing.
Bulan September, Mahkamah Agung meminta Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informatika untuk tidak  mengizinkan pihak mana pun  menggunakan frekuensi Radio Era Baru, stasiun radio berbahasa Cina yang berafiliasi dengan Falun Gong yang telah ditutup pihak berwenang bulan September 2011,  sementara pengadilan memproses  dua kasus yang berkaitan dengan penutupan tersebut.
Kekerasan dan Pelecehan: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan bahwa sejak Agustus 2011 hingga Juli 2012, terdapat setidaknya 45 kasus intimidasi terhadap media, dibandingkan dengan 49 kasus di periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada 29 Mei, tujuh jurnalis dari beberapa stasiun televisi dipukul oleh puluhan personil angkatan laut Indonesia di Padang, Sumatera Barat, saat memfilmkan pengungkapan prostitusi di kota itu. Laporan pers menyatakan bahwa personil angkatan laut memberikan perlindungan terhadap tempat pelacuran di daerah tersebut.
Pada 2 Januari, Mahkamah Agung menghukum tiga tersangka, in absentia, selama empat tahun penjara untuk penusukan dan pembunuhan reporter Ridwan Salamun tahun 2011 saat ia memfilmkan pertarungan antar dua desa di Maluku Tenggara. Pada akhir tahun, polisi tidak menangkap pihak yang dihukum.
Sensor atau Larangan Pemuatan: Tahun 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU yang sudah ada sejak dulu, yang memberikan Kejaksaan Agung kewenangan untuk melarang penerbitan dan penulisan adalah inkonstitusional. Mahkamah Konstitusi mempertahankan kewenangan Kejaksaan Agung untuk memonitor penerbitan dan penulisan dan pelarangannya harus seizin pengadilan.
Di bawah UU Penistaan Agama, "menyebarkan kebencian terhadap agama, bid'ah dan penistaan agama" dapat dihukum hingga kurungan penjara lima tahun. Pada 12 Juli, Pengadilan Negeri Sampang menghukum pemimpin Syiah setempat, Tajul Muluk, dengan penjara dua tahun untuk penistaan agama menyusul dikeluarkannya fatwa oleh majelis ulama setempat yang mengatakan ajaran yang diajarkannya sesat. Pada 21 September, pengadilan memperpanjang hukumannya hingga empat tahun.
Walaupun UU Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang menyimbolkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang diperlihatkannya bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Bulan Sabit Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Tidak ada laporan penangkapan baru yang berkaitan dengan diperlihatkannya bendera RMS atau bendera GAM. Namun, polisi terus memenjarakan individu karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di Papua. Menurut LSM tepercaya, antara bulan Juni dan September, pihak berwenang menangkap lebih dari 60 orang di Papua yang berkaitan dengan pelanggaran pengibaran bendera ini. Polisi menahan sebagian besar mereka satu hingga tiga hari sebelum membebaskan mereka.
UU Pencemaran /Keamanan Nasional: Sepanjang tahun ini, tokoh masyarakat dan pejabat publik yang terkena kasus korupsi atau perselisihan pribadi mengajukan gugatan perbuatan yang tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik  secara perdata maupun pidana ke pihak kepolisian masih berlanjut dan meluas hingga ke Twitter, Sebagai contoh, pada 25 Juni, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy  melaporkan Muhammad Fajriska Mirza atas pecemaran nama baik/perbuatan yang tidak menyenangkan yang lewat akunTwitter menuduhnya melakukan tindakan penggelapan.

Kebebasan Internet

Pemerintah mencoba membatasi akses ke Internet melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik 2008. UU yang semula ditujukan untuk memerangi kejahatan daring, pornografi, perjudian, pemerasan, kebohongan, ancaman, dan rasisme, melarang warga mendistribusikan, dalam bentuk elektronik, segala informasi yang bersifat memfitnah dan menghukum pelanggar dengan maksimal enam tahun kurungan atau denda satu milyar rupiah ($110.000) atau keduanya. Menurut survei industri bulan November, terdapat 61 juta (sekitar 25 persen penduduk) pengguna Internet, meningkat 10 persen dibanding tahun 2011. Dari angka tersebut, 58 juta umumnya mengakses Internet menggunakan perangkat bergerak mereka seperti telepon pintar atau tablet.
Pada 14 Juni, pengadilan menghukum pegawai negeri sipil (PNS) Alexander Aan dengan penjara 30 bulan karena memasang pernyataan dan materi yang dianggap ateis dan menistai agama oleh majelis pemimpin umat Muslim setempat. Aan dihukum karena melanggar pasal dalam UU yang melarang penyebaran informasi dengan "sengaja dan tanpa kewenangan" yang ditujukan untuk menimbulkan "kebencian atau pertikaian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan kelompok etnis, agama, suku, dan antar kelompok."
Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informatika terus meminta penyedia layanan Internet (ISP) untuk memblokir akses ke situs porno dan muatan yang menyinggung lainnya. Kementerian tidak memiliki mekanisme internal untuk memblokir situs bersangkutan. Penegakan larangan tersebut tergantung pada ISP perorangan dan kegagalan menegakkan larangan ini dapat mengakibatkan pembatalan lisensi ISP.
Pada 18 September, Mahkamah Agung membatalkan hukuman pidana terhadap Prita Mulya, orang pertama yang dipidana karena UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Mulya mengeluhkan perlakuan yang ia terima di rumah sakit swasta. Kemudian rumah sakit mengajukan pengaduan tindak pidana dan perdata, dan Mulya dihukum dengan enam bulan penjara.

Kebebasan Akademis dan Kegiatan Kebudayaan

Pemerintah melanjutkan pembatasan terhadap kegiatan kebudayaan. Secara umum, pemerintah tidak melarang kebebasan akademis; namun pada bulan Juli, Universitas Pertahanan Indonesia, lembaga yang dikelola pemerintah, memberhentikan pengajar asing Al Araf karena mempublikasikan artikel mengenai pendapatnya yang mengkritik rencana pemerintah untuk membeli tank dari Jerman. Sebelumnya, pihak universitas telah memperingatkan Araf untuk satu artikel yang menunjukkan penyimpangan keuangan pemerintah di pembelian jet tempur dari Rusia.
Kritikus khawatir bahwa definisi pornografi di UU anti pornografi tahun 2008 dapat digunakan untuk membenarkan serangan terhadap kebebasan artistik, agama dan kebudayaan. UU mencakup ketentuan yang membolehkan warga untuk "mengawasi" kepatuhan terhadap hukum. Tahun 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU tersebut konstitusional dan tidak melanggar kebebasan beragama dan berekspresi serta sesuai dengan konstitusi.
Sepanjang tahun ini, Lembaga Sensor Film yang diawasi pemerintah menyensor film-film dalam negeri dan impor untuk muatan yang dianggap porno dan menyinggung agama atau yang lainnya. Baru-baru ini pada tahun 2011, Lembaga Sensor Film menyensor film yang bermuatan politik. Tekanan sosial mengarah pada tindakan penyensoran sendiri yang dilakukan oleh beberapa saluran media.

b. Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dengan Damai

Kebebasan Berkumpul

UU memberikan kebebasan berkumpul, dan dalam praktiknya, pemerintah secara umum menghargai hak ini. Secara umum, UU tidak mewajibkan adanya izin untuk pertemuan sosial, kebudayaan atau keagamaan; namun di beberapa tempat, peraturan pemerintah setempat mewajibkan mereka yang melakukan demonstrasi agar memperoleh izin.
Pada tahun ini, polisi menangkap peserta demo damai termasuk pemrotes yang secara damai menyerukan reformasi hak agraria (lihat bagian 1.a.) atau memperlihatkan simbol-simbol separatis ilegal (lihat bagian 2.a.).
Sepanjang tahun ini, terdapat sejumlah demonstrasi besar di seluruh Papua; sebagian besar dilakukan sesuai dengan UU dan berjalan damai. Namun, pada 1 Mei, selama aksi protes memperingati perpindahan Papua dan Papua Barat dari Belanda ke Indonesia, polisi menangkap 13 demonstran yang mencoba mengibarkan bendera separatis terlarang di dekat makam pemimpin operasi Papua merdeka di kota Sentani. Di hari yang sama, saat aksi protes di Abepura, Papua Barat, Tejoli Weya ditembak mati oleh orang tak dikenal lihat bagian 1.a.).
Pada Oktober 2011, anggota polisi dan militer secara kasar membubarkan peserta Kongres Rakyat Papua Ketiga, sebuah pertemuan yang diselenggarakan di Jayapura tanggal 16-19 Oktober. Para aktivis memperlihatkan simbol separatis terlarang dan membacakan dengan lantang deklarasi kemerdekaan "Republik Papua Barat" di hari terakhir pertemuan. Polisi menembakkan peluru udara dan menahan ratusan orang, semuanya kecuali enam orang yang dibebaskan di hari berikutnya. Ketiga orang ditemukan tertembak dan terbunuh di lokasi. Juru bicara polisi mengklaim bahwa polisi hanya dipersenjatai dengan peluru karet dan amunisi tidak mematikan lainnya. Polisi memukul banyak tahanan dan puluhan yang terluka. Enam orang dari jajaran pemimpin Kongres Rakyat Papua Ketiga dihukum atas tuduhan makar dan kepemilikan senjata dan pada akhir tahun mendekam di penjara untuk masa tiga tahun.

Kebebasan Berserikat

UU memberikan kebebasan berserikat, dan dalam praktiknya, pemerintah secara umum menghargai hak ini.
Anggota kelompok keagamaan Ahmadiyah tidak bisa menyelenggarakan konferensi nasional sejak 2008, ketika polisi Bali menolak mengeluarkan izin untuk mereka. Sebagai tambahan, beberapa pemerintahan setempat terus membatasi hak mereka untuk berserikat.
Beberapa kelompok advokasi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) melaporkan bahwa mereka menemui kesulitan ketika mencoba untuk mendaftarkan organisasi mereka.

c. Kebebasan Beragama

Lihat laporan Kementerian International Religious Freedom Report diwww.state.gov/j/drl/irf/rpt.

d. Kebebasan Gerakan, Pengungsi Internal, Perlindungan Pengungsi, dan Tanpa Kewarganegaraan

UU memberikan kebebasan untuk melakukan perpindahan di dalam negeri dan umumnya membolehkan perjalanan ke luar negeri. Namun, konstitusi mengizinkan pemerintah untuk mencegah orang-orang untuk memasuki atau meninggalkan wilayah negara. UU tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya memberikan pihak militer kekuasaan yang luas dalam menyatakan keadaan darurat, termasuk kekuasaan untuk membatasi lalu lintas darat, udara dan laut; namun, pemerintah tidak menggunakan kekuatan tersebut.
Pemerintah bekerja sama dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan organisasi kemanusiaan lainnya dalam memberikan perlindungan dan pendampingan untuk pengungsi internal, pengungsi, pengungsi yang kembali ke asalnya, pencari suaka, orang tanpa negara, dan orang denga kepentingan lain.
Perpindahan Dalam Negeri: Selama tahun ini, pemerintah terus membatasi kebebasan perjalanan bagi orang asing ke provinsi Papua dan Papua Barat melalui sistem "surat perjalanan", namun penegakkannya inkonsisten.
Perjalanan Asing: Pemerintah mencegah kedatangan dan keberangkatan sesuai permintaan polisi, Kejakgung, KPK dan Kementerian Keuangan. Beberapa yang dilarang dari memasuki dan meninggalkan negara adalah penunggak pajak, terhukum atau terdakwa, orang yang terlibat kasus korupsi, dan orang yang terlibat perselisihan hukum.

Pengungsi Internal (IDP)

LSM internasional, Pusat Pemantauan Pengungsian Internal dalam laporan Desember 2011 memperkirakan bahwa gabungan  dari jumlah mereka yang masih terlantar dan mereka yang telah kembali atau telah berpindah mukim namun terus menghadapi rintangan yang mencegah mereka dari menikmati penuh serangkaian hak mereka, mencapai angka 180.000 orang. Kurangnya sistem pemantauan atas kondisi pengungsi yang telah kembali dan berpindah mukim serta sulitnya mendefinisikan mereka yang masih menjadi IDP, menyulitkan dalam memperkirakan jumlah IDP yang tepercaya. Kekerasan komunal menelantarkan ratusan warga Syiah di Madura terkait dengan kerusuhan di bulan Agustus yang menewaskan dua orang dan puluhan rumah terbakar. Menyusul kekerasan tersebut, beberapa menteri pemerintah menyerukan pemindahmukiman tetap kelompok itu, karena kemungkinan besar mereka akan terus menjadi sasaran kelompok garis keras Sunni.
UU memutuskan bahwa pemerintah menjamin "pemenuhan hak warga dan rakyat terlantar yang terimbas karena bencana dengan cara yang adil dan sejalan dengan standar layanan minimal."

Perlindungan Pengungsi

Akses Suaka: UU tidak mencakup pemberian suaka atau status pengungsi, dan pemerintah tidak membuat sistem untuk memberikan perlindungan terhadap pengungsi. Perkiraan pengungsi dan pencari suaka di Negara ini beragam jumlahnya. Pada bulan Juli, terdapat 4.552 pencari suaka dan 1.180 pengungsi yang terdaftar di UNHCR. Sekitar 20 persen dari mereka ditahan di 13 rumah detensi imigrasi di seluruh negeri, sementara mayoritas sisanya tinggal di asrama-asrama yang didirikan atas bantuan pihak Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Tahun 2011, pemerintah melaporkan ada 3.980 pengungsi atau pencari suaka. Beberapa adalah pemohon dan lainnya tanggungan pemohon. Kebanyakan pengungsi atau pencari suaka berasal dari Afghanistan (59 persen), Iran (9 persen), dan Pakistan (6 persen). Lebih dari 1.100 pengungsi dan pencari suaka Afghanistan di bawah perawatan IOM.
Akses Layanan Dasar: Pemerintah melarang pengungsi untuk bekerja dan mendapat pendidikan sekolah dasar.
Solusi Berkelanjutan: Menurut Kementerian Perumahan Rakyat, sekitar 100.000 mantan pengungsi Timor Timur tinggal di Timor Barat. Pemerintah membangun 10,400 rumah bagi mantan pengungsi di Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan kabupaten Belu. Hampir 25.000 orang masih tinggal di kamp pengungsian. Konflik, sebagian besar melibatkan sengketa lahan, antara warga setempat dan mantan pengungsi sering timbul. Pada April 2011, laporan  International Crisis Group menyatakan bahwa pengungsi tidak terintegrasi dengan baik dengan masyarakat setempat  dan mantan pengungsi terus kembali ke Timor Leste dengan jumlah sedikit tapi meningkat.

Bagian 3. Menghargai Hak Berpolitik: Hak Warga Negara untuk Mengubah Pemerintah Mereka

UU memberikan hak kepada warga negara untuk mengubah pemerintah mereka secara damai, dan warga negara menggunakan haknya melalui pemilu yang diselenggarakan secara berkala, bebas dan adil berdasarkan hak pilih universal.

Pemilihan Umum dan Partisipasi Politik

Konstitusi mengatur pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun. Anggota DPR secara otomatis menjadi anggota Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR), badan yang sepenuhnya dipilih dan beranggotakan 550 anggota DPR dan 128 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD).
Pemilu Terakhir: Tahun 2009, pemilih memilih kembali Presiden Yudhoyono. Pada tahun 2009, negara juga melaksanakan pemilu legislatif demokratis ketiga. Secara umum, pengamat dalam dan luar negeri mengatakan bahwa pemilu berjalan bebas dan adil. Pemilu merupakan persoalan yang rumit saat para pemilih menerima surat suara untuk DPR dan parlemen DPD provinsi, kabupaten dan dewan kota. Tiga puluh delapan partai nasional bersaing dalam pemilu, dengan tambahan enam partai di Provinsi Aceh saja. Penyimpangan terjadi, terdapat 245 pemilu ulang di 10 provinsi dari 550 pemilu di 33 provinsi. Kekerasan terjadi saat mendekati dan selama pemilu di provinsi Aceh pada bulan April.
Tahun 2009, partai politik diharuskan memenangkan minimal 2.5 persen suara nasional sebagai syarat untuk mendapatkan satu kursi di DPR. Sembilan partai memenuhi batas ini dan mendapatkan kursi di parlemen. Tiga besar perolehan suara dimenangkan oleh partai-partai sekular dan nasionalis, diikuti empat partai berbasis Islam. Partai Demokrat pimpinan Presiden Yudhoyono memenangkan sebagian besar kursi, sementara Partai Golkar berada di posisi kedua. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri berada di peringkat ketiga.
Semua warga negara dewasa yang telah berusia 17 tahun atau lebih, berhak memilih kecuali anggota militer dan polisi aktif, orang yang mendapat hukuman penjara lima tahun atau lebih, orang yang menderita gangguan mental, dan orang yang dirampas hak suaranya karena putusan pengadilan yang tidak dapat dicabut kembali. Remaja yang sudah menikah (yaitu mereka yang di bawah 17 tahun) secara hukum adalah orang dewasa dan diperbolehkan memilih.
Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), empat provinsi/daerah istimewa melaksanakan pemilu gubernur pada tahun ini, termasuk Aceh dan Jakarta. Pemilu di Aceh dijadwalkan ulang sebanyak tiga kali antara November 2011 dan April 2012 karena masalah hukum dan putusan Mahkamah Konstitusi. Kekerasan sistematis dan intimidasi yang dilakukan oleh Partai Aceh merusak kampanye dan menyebabkan pengamat internasional dan dalam negeri mencatat bahwa kekerasan dan tekanan yang terjadi sebelum pemilu mungkin membuat para pemilih tidak mengikuti pemilu. Dengan kata lain, pengamat internasional melihat pemilu gubernur Jakarta sebagai pemilu yang kredibel dan berhasil.
Pada akhir tahun, Komisi Pemilihan Umum Papua mengumumkan rencana untuk melaksanakan pemilu gubernur dan wakil gubernur di awal 2013. Mereka yang ditunjuk telah menjabat posisi di KPU sejak pejabat KPU terpilih sebelumnya mengakhiri masa jabatan di pertengahan 2011. Selama tahun ini, Mahkamah Konstitusi menjunjung tinggi praktik pemilihan umum secara aklamasi di Papua yang memiliki peraturan pemilihan unik disebabkan oleh status otonomi khusus mereka. Para pengamat internasional meminta KPU menyusun panduan yang jelas untuk pemungutan suara yang dapat memungkinkan dilakukannya penghitungan akurat.
Tahun 2011, Badan Pengawas Pemilu yang menangani pelaporan pelanggaran pemilu, menerima 1.718 laporan pelanggaran di 92 pemilu lokal dari total 115 pilkada. Dari angka tersebut, 565 dianggap pelanggaran administratif dan ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu. Terdapat 372 pelanggaran pada pemungutan suara yang melibatkan tindak kriminal dan diselidiki oleh polisi dan berujung pada 13 tuntutan. 781 kasus lainnya tidak dilanjutkan karena kekurangan bukti.
Partisipasi Perempuan dan Minoritas: Tidak ada pembatasan hukum terhadap peran perempuan di kancah politik. UU partai politik mengamanatkan paling sedikit 30% perempuan dalam anggota pendiri partai politik baru.
UU pemilu yang disetujui sebelum pemilu nasional 2009 mencakup klausul yang tidak mengikat bagi partai untuk memilih setidaknya 30% kandidat perempuan di daftar partai mereka. Mahkamah Konstitusi membatalkan klausul ini ketika diketahui bertentangan dengan UU dan memutuskan bahwa para pemilih dapat langsung memilih perwakilan mereka langsung dari daftar surat suara terbuka, terlepas dari posisi mereka di daftar partai tertutup. Jumlah perempuan di parlemen meningkat secara signifikan, dari 11 persen ke 18 persen di kursi DPR dan dari 19 persen ke 27 persen di kursi DPD pada pemilu 2009. Selama tahun ini, perempuan menduduki empat dari 38 jabatan setingkat kabinet.
Di tingkat provinsi, terdapat satu gubernur dan satu wakil gubernur perempuan. Perempuan tidak memiliki posisi kepemimpinan yang proporsional di beberapa pemerintahan provinsi; sebagai contoh, di Aceh, posisi tertinggi dijabat perempuan adalah wakil walikota, yaitu wakil walikota Banda Aceh.
Di beberapa daerah  Indonesia, penduduk non-Muslim langsung dihambat dari jabatan politik melalui persyaratan bahwa semua kandidat harus mempertunjukkan kemampuan membaca Al Quran dalam bahasa Arab. Bulan Agustus, walikota Gorontalo, ibukota Provinsi Gorontalo di pulau Sulawesi, menunda pelantikan pejabat kecamatan karena ketidakmampuannya membaca Al Quran dengan kefasihan memadai dan sesuai dengan peraturan setempat.
Tidak ada statistik resmi mengenai latar belakang etnis anggota legislatif di DPR. Kabinet Presiden Yudhoyono umumnya merefleksikan keberagaman etnis di negeri ini.

Bagian 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi di Pemerintahan

UU memberikan hukuman pidana untuk pejabat yang korup, dan pemerintah secara umum berusaha mengimplementasi UU ini. Meskipun dari penangkapan dan hukuman bagi sejumlah pejabat tinggi yang memiliki kekuasaan, ada persepsi yang luas di dalam dan luar negeri bahwa korupsi tetap menjadi bagian kehidupan sehari-hari. KPK dan Kejaksaan Agung di bawah pimpinan Jaksa Agung Muda untuk tindak pidana khusus memiliki yurisdiksi  atas investigasi dan penuntutan kasus korupsi.
Sejak 2009, pemerintah telah membentuk pengadilan anti korupsi di seluruh 33 provinsi. Selama tahun ini, KPK melaksanakan 45penyidikan, 26 penyelidikan dan 14 penuntutan. Sebagai hasilnya, aset negara dapat dikembalikan sebesar 1,3 trilyun rupiah (sekitar $135 juta). Sebagai tambahan, menurut laporan tahunan KPK, KPK dapat berhasil memulihkan dan mencegah kehilangan aset negara lebih dari 152 trilyun rupiah ($16,8 milyar).
Polisi dan KPK berselisih dalam masalah korupsi. Sebagai contoh, ketika KPK membuka kasus  pengadaan simulator SIM, Polri menanggapinya dengan membuka investigasi dugaan tindak penyimpangan tahun 2004 yang dilakukan oleh pejabat kepolisian yang diperbantukan ke KPK dan menangani investigasi simulasi ujian mengemudi.
Korupsi yang menyebar luas ke sistem hukum terus berlanjut. Kelompok pengamat korupsi independen mensinyalir 84 hakim pengadilan tindak pidana korupsi terlibat kasus-kasus korupsi. Kasus Suap dan pemerasan mempengaruhi penuntutan, putusan dan hukuman dalam kasus perdata dan pidana. Orang-orang penting dalam sistem peradilan dituduh menerima suap dan menutup mata pada kantor pemerintah yang diduga korupsi. Organisasi-organisasi bantuan hukum melaporkan bahwa kasus-kasus sering kali berjalan sangat lambat kecuali membayar uang suap.
Antara bulan Januari dan Juni, Komisi Ombudsman Nasional menyelidiki 1.545 dari 4.500 pengaduan umum yang melibatkan pejabat pemerintah.
Polisi umumnya menerima suap mulai dari pembayaran jumlah kecil seperti kasus lalu lintas hingga suap besar dalam investigasi pidana. Petugas yang korup terkadang memperlakukan pendatang yang kembali dari luar negeri, umumnya perempuan, dengan aksi penggeledahan dengan cara menelanjangi sewenang-wenang, pencurian dan pemerasan.
Pada 27 September, hakim pengadilan anti korupsi menghukum Miranda Goeltom, mantan deputi gubernur Bank Indonesia, tiga tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus penyuapan anggota parlemen guna mendukung dirinya menjadi deputi gubernur tahun 2004. Beberapa tahun belakangan ini, lebih dari 30 anggota parlemen telah diganjar hukuman karena menerima suap.
Menurut UU, pejabat pemerintah senior serta begitu pula pejabat lainnya yang bekerja di badan-badan pemerintah tertentu, diwajibkan mengisi laporan keuangan. UU mewajibkan bahwa laporan menyertakan semua aset yang dimiliki pejabat, pasangan mereka dan anak-anak yang menjadi tanggungan mereka. Laporan harus dibuat saat menjabat, setiap dua tahun berikutnya, dalam waktu dua bulan sebelum meninggalkan jabatan, dan segera setelah diminta oleh KPK. KPK bertanggung jawab memverifikasi penyingkapan dan mempublikasikannya di Berita Negara dan di Internet. Sanksi pidana untuk yang tidak patuh dalam kasus melibatkan korupsi. Pada praktiknya, tidak semua aset diverifikasi sehubungan dengan keterbatasan sumber daya manusia di KPK.
UU Keterbukaan Informasi yang berlaku efektif tahun 2010 menjamin akses warga negara terhadap  informasi pemerintah dan menyediakan mekanisme yang dapat diperoleh warga negara dari informasi tersebut. UU juga mencakup informasi yang dikategorikan "rahasia", termasuk informasi pertahanan dan keamanan negara, investigasi dan kegiatan penegak hukum, pejabat publik resmi, dan kepentingan bisnis dari BUMN. Pada akhir tahun, banyak badan pemerintah yang tetap tidak ingin atau tidak siap mengimplementasi UU ini. Menurut kajian AJI pada bulan April, pihak berwenang mengabulkan 46 persen permintaan akan informasi. Menurut studi tersebut, banyak pejabat resmi yang mengabaikan atau menghilangkan permintaan.

Bagian 5. Sikap Pemerintah Terhadap Investigasi Internasional dan Non-Pemerintahan atas Dugaan Pelanggaran HAM

Sejumlah organisasi HAM dalam negeri umumnya beroperasi di seluruh wilayah Indonesia  tanpa larangan pemerintah, menginvestigasi dan mempublikasikan temuan mereka atas kasus HAM serta mengadvokasi kemajuan kinerja HAM pemerintah. Pemerintah bertemu dengan LSM setempat, menanggapi permintaan mereka, dan mengambil beberapa tindakan sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran LSM. Namun, beberapa pejabat pemerintahan, khususnya di Papua dan Aceh, melakukan pemantauan, pelecehan, dan intervensi serta ancaman dan intimidasi terhadap organisasi-organisasi tersebut. Aktivis mengatakan pejabat intelijen mengikuti, mengambil foto secara diam-diam, dan kadang menanyakan teman dan anggota keluarga mereka mengenai keberadaan dan aktivitas mereka.
Aktivis HAM dan anti korupsi dilaporkan menerima pesan ancaman dan intimidasi lainnya dari sumber tak dikenal.
PBB dan Badan Internasional Lainnya: Dari 180 rekomendasi yang dibuat oleh anggota negara Dewan Hak Asasi Manusia PBB selama proses Tinjauan Universal Berkala, pemerintah menerima 150 dan menolak 30 rekomendasi. Pasukan keamanan dan badan intelijen cenderung mencurigai organisasi HAM asing, khususnya yang beroperasi di wilayah konflik, dan melarang gerakan mereka di wilayah tersebut.
Tahun 2009, pemerintah membatalkan perjanjian kehadiran ICRC dan menangguhkan kunjungan ICRC ke penjara termasuk pertemuan rahasia dengan narapidana di seluruh negeri. Kunjungan ini memperbolehkan ICRC berkunjung ke Papua dan melaksanakan serangkaian aktivitas terbatas (seperti memberikan pelatihan untuk militer dan polisi, pengembangan kurikulum sekolah, dan pemberian bantuan sanitasi/teknis ke penjara).
Lembaga Hak Asasi Manusia Pemerintah: Sejumlah badan independen yang berafiliasi dengan pemerintah menyampaikan masalah HAM, termasuk Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Publik umumnya memercayai Komnas HAM, Komnas Perempuan dan Ombudsman, namun kerja sama pemerintah dengan rekomendasi komisi-komisi tersebut tidak bersifat wajib dan umumnya tidak dilakukan.
Pada bulan Juli, Komnas HAM mengeluarkan temuannya mengenai pemberantasan anti Komunis tahun 1965 dan 1966. Berdasarkan investigasi selama empat tahun, Komnas HAM menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah, termasuk pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kebebasan pribadi, siksaan, perkosaan, dan penghilangan paksa, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Presiden Yudhoyono memberikan arahan kepada Jaksa Agung untuk mempelajari temuan dan melaporkan kembali ke dirinya. Namun, Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan menolak temuan Komnas HAM dan terang-terangan membenarkan  tindakan tersebut. Kelompok HAM memperkirakan sekitar 500.000 dan 2 juta orang meninggal dalam kekerasan terkait dengan reaksi pemerintah atas dugaan persengkokolan Komunis untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Pada akhir tahun, pemerintah tidak menjatuhkan tuntutan apapun atas kasus yang terkait peristiwa tersebut.
Tahun 2009, DPR menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk menginvestigasi dan menuntut penghilangan aktivis HAM. Dua puluh empat aktivis HAM dan mahasiswa hilang antara tahun 1997 dan 1998; 10 orang kembali, menuduh militer atas penculikan dan siksaan. Satu jasad ditemukan dan 13 aktivis lainnya tetap hilang. Terlepas dari kewenangan ini, pada akhir tahun, pemerintah belum membentuk pengadilan ini.
Walaupun UU Pemerintahan Aceh tahun 2006 menyatakan bahwa pengadilan HAM akan dibentuk di Aceh, namun pembentukan pengadilan tersebut tetap tidak berjalan disebabkan kerumitan yang berasal dari perundangan tingkat nasional lainnya.

Bagian 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia

Konstitusi tidak secara eksplisit melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, cacat tubuh, bahasa, atau status sosial. Konstitusi memberikan hak persamaan bagi semua warga negara, baik pribumi maupun yang dinaturalisasi. Namun, dalam praktiknya, pemerintah kadang-kadang gagal membela hak-hak ini, terutama hak-hak kaum minoritas.

Perempuan

Perkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: UU mengkriminalisasi perkosaan, walaupun definisi resmi perkosaan menurut UU hanya meliputi penetrasi organ seksual yang dipaksakan, dan untuk mengadukan kasus diperlukan bukti yang menguatkan dan seorang saksi. UU mengkriminalisasi perkosaan dalam pernikahan. Statistik nasional yang dapat dipercaya mengenai besarnya pengaruh perkosaan masih tetap tidak tersedia. Perkosaan diganjar hukuman empat hingga 14 tahun penjara, dan pemerintah memenjarakan pelaku permerkosaan dan percobaan pemerkosaan; namun, hukuman ringan terus menjadi masalah, dan banyak pemerkosa yang dihukum dengan ganjaran minimal.
UU melarang kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk lain kekerasan terhadap wanita. Namun, kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah. Kekerasan terhadap perempuan masih didokumentasikan dengan buruk dan tidak dilaporkan secara signifikan ke pemerintah. Angka nasional tidak tersedia. Kebanyakan LSM yang menangani isu perempuan dan anak-anak yakin bahwa angka yang sebenarnya jauh lebih besar dari statistik yang disediakan pemerintah, mencatat bahwa kecenderungan banyak korban untuk menutup mulut. Komisi Nasional untuk Kekerasan terhadap Perempuan melaporkan kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling umum.
Tekanan sosial memaksa para perempuan untuk tidak melaporkan kekerasan dalam rumah tangga. Tahun 2011, Yayasan Bantuan Hukum Perempuan menerima 417 pengaduan kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pelecehan fisik dan seksual. Mereka juga menerima 61 pengaduan pidana, dengan 36 di antaranya terkait kekerasan seksual.
Dua jenis pusat krisis tersedia untuk para perempuan yang dianiaya: pusat krisis yang dijalankan pemerintah di rumah sakit; dan pusat krisis LSM di masyarakat. Dalam skala nasional, polisi mengelola "ruang krisis khusus" atau "meja untuk perempuan" dimana petugas kepolisian perempuan menerima laporan pidana dari perempuan dan anak-anak korban kekerasan seksual dan perdagangan dan tempat ini juga dapat menjadi penampungan sementara bagi para korban.
Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C): Menurut LSM, terjadi beberapa kasus FGMC perempuan di atas usia 18 tahun. Surat Keputusan Kementerian Kesehatan tahun 2010 memberikan intruksi khusus yang melarang jenis-jenis FGM tertentu namun secara eksplisit memperbolehkan praktek yang lainnya. Surat Keputusan menyatakan bahwa dokter, bidan dan perawat berlisensi dapat melakukan FGM jenis IV (penusukan atau penindikan klitoris atau labia secara simbolis) atas permintaan dan sepengetahuan perempuan tersebut (lihat bagian 6. anak-anak).
Pelecehan Seksual: Walau tidak secara eksplisit disebutkan di KUHP, pasal 281 dari kitab tersebut yang melarang tindakan tidak senonoh di depan publik, berfungsi sebagai dasar pengaduan pidana yang berasal dari pelecehan seksual di tempat kerja. Pelanggaran pasal ini diganjar hukuman hingga dua tahun delapan bulan penjara dan denda ringan.
Hak Reproduksi: Pemerintah mengakui hak perorangan dan pasangan untuk memilih jumlah, jarak dan waktu memiliki anak-anak dan menganjurkan keluarga berencana. Menurut studi yang dipublikasikan oleh LSM internasional pada bulan Agustus, rata-rata 30 persen perempuan yang disurvei tidak menginginkan anak lagi setelah melahirkan dalam masa 4 tahun. Studi menemukan bahwa sejumlah faktor mempengaruhi statistik, termasuk penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Walau pemerintah mensubsidi dan memberikan akses ke kontrasepsi di pelosok negeri, biaya kontrasepsi dan infrastruktur kesehatan yang buruk sering membatasi ketersediaan. Laporan LSM internasional tahun 2010 mengindikasikan bahwa khususnya perempuan tidak menikah, tidak diberikan akses kontrasepsi yang memadai yang kemudian berlanjut menjadi satu masalah. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan 2010, 55,8 persen perempuan menikah menggunakan kontrasepsi. Studi juga menemukan bahwa 93 persen perempuan mendapatkan layanan kesehatan pranatal. Rasio kematian ibu melahirkan resmi per sensus 2007 (sensus terbaru yang tersedia) yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu melahirkan adalah pendarahan pascapersalinan, pra-eklamsia, dan keracunan darah. Menurut tinjauan Bank Dunia tahun 2010, terdapat beberapa faktor utama dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan. Terdapat 79 persen perempuan memiliki tenaga kebidanan yang cakap saat melahirkan, namun  faktor jumlah bidan yang tidak seimbang di masyarakat dan pelatihan substandar untuk banyak bidan dan tingginya penggunaan layanan dukun beranak turut mempengaruhi. Rumah sakit dan pusat layanan kesehatan tidak bekerja dengan optimal dalam menangani permasalahan, dan terdapat banyak masalah-masalah yang menambah permasalahan termasuk hambatan keuangan atau terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas. Hampir 50 persen kelahiran terjadi di rumah. Status ekonomi perempuan, tingkat pendidikan dan usia pernikahan juga mempengaruhi kematian ibu melahirkan.
Diskriminasi: UU menyatakan bahwa perempuan memiliki hak, kewajiban dan peluang yang sama seperti lelaki; namun, UU juga menyatakan bahwa partisipasi perempuan pada proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam memperbaiki kesejahteraan keluarga dan mendidik generasi muda. UU tentang Pernikahan mengangkat lelaki sebagai kepala keluarga. Perempuan di banyak wilayah di negara ini, khususnya di Papua, mengeluhkan tentang perbedaan perlakukan berdasarkan jenis kelamin.
Perceraian terbuka bagi lelaki dan perempuan. Banyak janda tidak menerima tunjangan hidup, mengingat tidak ada sistem yang menegakkan pembayaran semacam itu. Jika tidak ada perjanjian pranikah, kepemilikan bersama dibagi rata. UU mewajibkan perempuan yang bercerai untuk menunggu 40 hari untuk bisa menikah kembali; sementara seorang lelaki bisa segera menikah. Pemerintah tetap mengimplementasi Syariah di Aceh. Dampak dari implementasi tersebut beragam di seluruh wilayah provinsi, namun pola tersebut berlanjut dalam beberapa tahun terakhir, namun pada umumnya menjadi terganggu karena pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap polisi Syariah. Dampak paling nyata dari hak perempuan adalah pada penegakan kode berbusana. Syariah diberlakukan beragam di seluruh provinsi; contohnya, di Kecamatan Aceh Barat, perempuan diwajibkan mengenakan rok, larangan yang tidak dinyatakan secara terbuka di tempat lain. Bukan hal yang luar biasa bagi polisi Syariah untuk menghentikan dan menasihati perempuan Muslim yang berbusana tidak sesuai dengan persyaratan Syariah setempat mengenai busana yang layak.
Pemerintah lokal dan kelompok di wilayah di luar Aceh juga berkampanye untuk menganjurkan kepatuhan oleh kaum perempuan terhadap aturan Syariah. Peraturan setempat di beberapa wilayah mengamanatkan pemakaian busana Muslim oleh pegawai pemerintahan. Kewaspadaan dalam menegakkan pemisahan jenis kelamin, puasa, dan kode berbusana meningkat selama bulan Ramadhan. Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab untuk "menyelaraskan" peraturan daerah  yang tidak sejalan dengan perundangan nasional. Antara bulan Januari dan Agustus, kementerian mengevaluasi 13.520 perda dan membatalkan 824 yang dianggap bertentangan dengan UU nasional.
Perempuan mengalami diskriminasi di tempat bekerja, baik saat perekrutan maupun dalam  mendapatkan kompensasi yang adil; namun, ada kemajuan di wilayah tersebut, khususnya di sektor publik. Menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), upah per jam perempuan sebagai persentase dari upah pria terus meningkat. Laporan ILO tahun 2009 menunjukkan kemajuan signifikan terhadap kesetaraan gender dalam partisipasi pasar tenaga kerja, pekerjaan, dan upah. Kesenjangan upah berdasarkan jenis kelamin kecil antara tahun 2004 dan 2008 di sebagian besar sektor, namun kesenjangan yang besar di sektor lain (profesional, teknis dan pekerja terkait). Walau perempuan di pekerjaan administrasi dan manajerial menghasilkan lebih banyak dibandingkan rekan lelakinya, mereka kurang terwakilkan di tingkat manajerial. Menurut pemerintah, perempuan mewakili 47 persen dari semua pegawai negeri sipil (PNS) per Oktober 2011 dan lebih dari 24 persennya PNS senior, naik dari 9 persen saja di 2009. Beberapa aktivis mengatakan bahwa di bidang manufaktur, pemberi kerja menurunkan upah perempuan, posisi pekerjaan yang lebih rendah. Seperti rekan kerja lelaki mereka, banyak pekerja pabrik perempuan dipekerjakan sebagai buruh harian daripada sebagai pegawai permanen penuh waktu, dan perusahaan tidak diwajibkan menyediakan tunjangan, seperti cuti melahirkan, kepada para buruh harian. Sesuai UU, jika kedua pasangan menikah bekerja untuk badan pemerintah, maka tunjangan kepala rumah tangga diberikan kepada suami.
Secara tradisi, pekerjaan yang terkait dengan perempuan dibayar sangat kecil dan tidak diatur dalam UU. Sebagai contoh, pekerja rumah tangga hanya menerima sedikit perlindungan hukum. Di bawah UU tenaga kerja, pekerja rumah tangga tidak diberikan upah minimal, asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, kerja delapan jam sehari, satu hari untuk istirahat, waktu libur, atau kondisi kerja yang aman. Oleh karena itu, seperti dilaporkan oleh LSM, perlakuan kasar dan perilaku diskriminatif terus merajalela.

Anak-Anak

Pendaftaran Kelahiran: Kewarganegaraan didapat terutama melalui salah satu orangtua namun, dapat diperoleh melalui kelahiran di wilayah nasional. Walau UU menyediakan pendaftaran kelahiran secara cuma-cuma, persyaratan pendaftaran tidak ditegakkan, dan sekitar 30 persen kelahiran warga negara tidak didaftarkan. Tanpa pendaftaran kelahiran, keluarga bisa menghadapi kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori pemerintah dan mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah. Terkadang mustahil untuk memastikan usia anak, dan usia dapat dipalsukan di tanda pengenal, hal ini sering kali dilakukan bekerja sama dengan pegawai pemerintah.
Keputusan bulan Februari oleh Mahkamah Konstitusi membatalkan UU tahun 1974 yang memutuskan bahwa anak di luar pernikahan yang terdaftar hanya berbagi keperdataan dengan ibunya. Keputusan yang diberikan termasuk bukti DNA dalam menentukan keturunan ayah (paternity) dan mendapatkan hak waris dari harta ayah untuk anak yang lahir di luar pernikahan yang terdaftar.
Pendidikan: Walau UU mewajibkan pendidikan gratis, pada praktiknya, sebagian besar sekolah tidak gratis, dan kemiskinan membuat pendidikan di luar jangkauan banyak anak. Sesuai UU, anak-anak diwajibkan mengikuti sekolah dasar selama 6 tahun dan tiga tahun di sekolah menengah pertama; namun, pada praktiknya, pemerintah tidak menegakkan kewajiban ini secara universal. Walau anak perempuan dan lelaki menerima peluang pendidikan yang sama, anak lelaki lebih memungkinkan untuk dapat menyelesaikan sekolah.
Beberapa provinsi dan kecamatan, seperti Provinsi Sumatera Selatan dan Kecamatan Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, memiliki kebijakan lokal untuk pendidikan wajib 12 tahun atau hingga sekolah menengah atas.
Penganiayaan Anak-Anak: Pekerja anak dan pelecehan seksual merupakan masalah serius. Pelecehan seksual anak-anak dilarang oleh UU, namun upaya pemerintah untuk memeranginya umumnya berjalan lambat dan tidak efektif. UU Perlindungan Anak mencakup eksploitasi ekonomi dan seksual pada anak begitu pula adopsi, perwalian, dan isu lainnya; namun, beberapa pemerintahan provinsi tidak menegakkan ketentuan-ketentuan tersebut. Komnas Perlindungan Anak melaporkan bahwa selama tahun ini, rata-rata menerima 100 laporan kekerasan terhadap anak-anak setiap bulannya.
Menurut Komnas Perlindungan Anak, sekitar 8,5 juta anak di bawah usia 18 tahun bekerja karena kemiskinan.
Pernikahan Usia Dini: Perbedaan resmii antara seorang perempuan dewasa dan anak gadis tidak jelas. UU mengatur usia minimal menikah adalah 16 tahun untuk perempuan (19 tahun untuk lelaki), namun UU Perlindungan Anak menyatakan seseorang di bawah usia 18 tahun masih dikategorikan anak-anak. Seorang anak gadis yang menikah akan memiliki status resmi sebagai dewasa. Banyak anak gadis yang menikah sebelum mencapai usia 16 tahun, khususnya di wilayah pedalaman dan daerah tertinggal. Menurut UNICEF, tahun 2000 hingga 2009, 22 persen perempuan usia 20 hingga 24 tahun sudah menikah atau menyatu dalam pernikahan sebelum berusia 18.
Praktik Tradisi yang Membahayakan: FGM/C pada anak-anak dilakukan di beberapa daerah. Beberapa pegiat LSM menolak segala klaim mutilasi, mengatakan bahwa ritual yang dilaksanakan di dalam negeri sebagian besar merupakan simbolis. Surat Keputusan Kementerian Kesehatan melarang jenis-jenis FGM tertentu yang lebih berbahaya namun secara eksplisit memperbolehkan dokter, bidan, dan perawat berlisensi untuk melaksanakan FGM jenis IV (penusukan atau penindikan klitoris atau labia secara simbolis). Surat persetujuan dari anak, orangtua atau wali diperlukan.
Eksploitasi Seksual Anak-Anak: Walau tidak ada pelanggaran atas nama perkosaan menurut UU di bawah hukum, hukum pidana melarang hubungan seks konsensual di luar pernikahan dengan anak gadis di bawah usia 15. UU tidak mencakup tindakan heteroseksual antara perempuan dan remaja lelaki, namun melarang tindakan sesama jenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur. UU Pornografi tahun 2008 melarang pornografi anak dan memberlakukan hukuman maksimal 12 tahun dan denda enam milyar rupiah (sekitar $ 625.000) untuk memproduksi atau memperdagangkan pornografi anak. Secara nasional, UNICEF memperkirakan bahwa 40.000 hingga 70.000 anak-anak merupakan korban eksploitasi seksual dan 30 persen dari wanita pekerja seks komersial masih dibawah umur. Menurut estimasi LSM, 30 persen dari perkiraan 4.000 pekerja seks di Batam adalah anak-anak. LSM yang sama menilai bahwa pekerja seks anak-anak telah menurun dikarenakan upaya polisi yang meningkat di wilayah ini.
Sebuah penilaian yang dilakukan selama enam bulan oleh badan investigasi pemerintah asing atas segala tuduhan wisata seks anak-anak menemukan tidak ada kasus kredibel dari warga asing yang mengunjungi negara ini untuk terlibat kegiatan seksual dengan anak-anak. Penilaian mengungkapkan banyak insiden dari penganiayaan seks anak-anak, namun di semua kasus, pelakunya adalah warga setempat.
Anak-Anak Terlantar: Menurut laporan pemerintah, per September, terdapat 7.315 anak jalanan di Jakarta, dan 4.827 anak ikut serta dalam program kesejahteraan sosial yang dijalankan Kementerian Sosial. Pemerintah terus mendanai rumah penampungan yang dikelola oleh LSM lokal dan membayar pendidikan beberapa anak jalanan.
Penculikan Anak Internasional: Negara ini tidak merupakan pihak dalam Konvensi Den Haag mengenai Aspek Sipil Penculikan Anak Internasional tahun 1980. Untuk informasi, lihat laporan kepatuhan tersebut milik Kementerian Luar Negeri dihttp://travel.state.gov/abduction/country/country_3781.html.

Antisemitisme

Populasi kaum Yahudi sangatlah kecil. Tidak ada laporan mengenai tindakan antisemitisme.

Perdagangan manusia

Lihat laporan Kementerian Luar Negeri Trafficking in Persons Report diwww.state.gov/j/tip.

Penyandang Cacat

UU melarang diskriminasi terhadap penyandang cacat fisik dan mental dalam perekrutan kerja, pendidikan, akses ke layanan kesehatan, atau ketentuan layanan negara lainnya. UU tidak memuat persyaratan secara spesifik mengenai akses perjalanan udara dan transpotasi lainnya, namun mengamanatkan aksesibilitas ke fasilitas publik bagi penyandang cacat; namun, pemerintah tidak menegakkan ketentuan ini (Bandara Internasional Surabaya, sebagai contoh, tidak dapat diakses untuk penyandang cacat). Pemerintah mengkategorikan penyandang cacat ke dalam tiga kategori: cacat fisik, cacat intelektual, dan cacat fisik berikut intelektual. Ketiga kategori ini dibagi lebih lanjut untuk sekolah. Pemerintah membatasi hak penyandang cacat untuk memberikan suara atau berpartisipasi dalam urusan sipil dengan tidak menegakkan UU aksesibilitas. Namun, pada pemilu regional tahun ini, pemerintah memberikan surat suara berhuruf Braille untuk pemberi suara yang tuna netra.
UU memberikan hak pendidikan dan perawatan rehabilitatif untuk anak penyandang cacat. Pada November 2011, studi UNESCO menemukan bahwa 59 persen anak penyandang cacat kemungkinan besar tidak menerima pendidikan formal dibandingkan anak lain. Menurut satu LSM, terdapat 1,4 juta anak penyandang cacat di negeri ini, dan kurang dari 4 persen yang memiliki akses ke pendidikan. Menurut statistik pemerintah 2008-2009, terdapat 1.686 sekolah yang didedikasikan untuk mendidik anak penyandang cacat, 1.274 di antaranya sekolah swasta. Menurut LSM, lebih dari 90 persen anak-anak penyandang tuna netra adalah buta huruf. Beberapa remaja penyandang cacat terpaksa mengemis untuk bertahan hidup. Anak penyandang cacat dikirimkan ke sekolah terpisah, dan pendidikan khusus bagi mereka sangatlah jarang. Universitas di negara ini tidak memberikan gelar untuk pendidikan khusus penyandang cacat.

Nasional/Rasial/Etnis Minoritas

Pemerintah secara resmi meningkatkan toleransi rasial dan etnis. Etnis Cina, yang menyumbang sekitar 3 persen populasi, memainkan peran utama di perekonomian dan meningkatkan partisipasinya dalam politik.

Pribumi

Pemerintah melihat semua warga negara sebagai "pribumi"; namun, pemerintah mengakui keberadaan beberapa "masyarakat terpencil" dan hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh di kehidupan politik dan sosial. Masyarakat ini termasuk suku Dayak di Kalimantan yang tak terhitung jumlahnya, keluarga – keluarga yang hidup sebagai pengembara di laut, dan 312 kelompok masyarakat adat yang ada di Papua. Selama tahun ini, masyarakat adat, terutama di Papua, masih menjadi subyek diskriminasi, dan hanya sedikit kemajuan dalam menghargai hak tanah leluhur mereka. Aktivitas pertambangan dan penebangan pohon, banyak yang ilegal, menimbulkan masalah signifikan di bidang sosial, ekonomi dan logistik terhadap masyarakat adat. Pemerintah gagal mencegah perusahaan, yang kerap berkolusi dengan militer dan polisi setempat, dalam melanggar batas tanah masyarakat adat. Di Papua dan Papua Barat, ketegangan antara masyarakat Papua dan pendatang dari provinsi lainnya, mengarah pada beberapa pembunuhan warga pendatang di provinsi yang bergolak.
Dikarenakan pemerintah tidak mengakui "masyarakat adat", maka artinya juga tidak mengakui "tanah adat". Pemerintah memang mengakui beberapa hak kepemilikan komunal. Namun, akses ke tanah leluhur tetap menjadi sumber utama konflik di penjuru negeri. Perusahaan besar dan peraturan pemerintah menelantarkan orang-orang dari tanah leluhur mereka. Beberapa LSM yang berkonsentrasi pada masalah hak tanah menegaskan bahwa pembatasan lahan yang tidak efektif berujung pada penolakan akses individu ke tanah mereka sendiri. Pejabat pemerintah pusat dan setempat dilaporkan meminta suap dari perusahaan pertambangan dan minyak kelapa sawit sebagai pertukaran akses lahan dengan mengorbankan penduduk setempat. Advokat hak lahan melaporkan menerima ancaman dari pemerintah dan pihak swasta setelah mempublikasikan isu ini. Program pemerintah untuk memindahkan pendatang dari pulau padat penduduk yaitu Jawa dan Madura jauh berkurang dalam tahun-tahun belakangan ini. Namun, konflik komunal sering terjadi di garis etnis di daerah dengan populasi transmigran yang cukup besar.

Pelanggaran Sosial, Diskriminasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Orientasi Seksual dan Identitas Gender

UU Pornografi 2008 melarang hubungan seksual konsensual sesama jenis. Sebagai tambahan, peraturan-peraturan daerah  menganggap aktivitas seksual sesama jenis sebagai tindak kriminal. Sebagai contoh, pemerintah provinsi Sumatera Selatan dan kotamadya Palembang memiliki peraturan daerah yang menyamakan aktivitas seksual sesama jenis dengan prostitusi dan dianggap sebagai tindak kriminal. Anggota legislatif provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meloloskan peraturan yang mengatur "perilaku tak bermoral", termasuk tindakan seksual sesama jenis dewasa, namun di akhir tahun, gubernur tidak menandatanganinya menjadi UU. Sebagai tambahan, di Jakarta, satuan  polisi pamong praja menganggap kaum transgender di jalanan pada malam hari sebagai pekerja seks. Menurut media dan laporan LSM, sejumlah kaum transgender dianiaya dan dipaksa untuk membayar suap menyusul penahanan oleh pihak berwenang setempat. Menurut LSM, banyak orang menganggap isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) ini sebagai hal sosial yang tabu. Pemerintah hampir tidak mengambil tindakan apa pun untuk mencegah diskriminasi terhadap individu LGBT, dan di beberapa kasus, gagal untuk melindungi individu LGBT dari pelanggaran sosial. Korupsi polisi, bias dan kekerasan menyebabkan individu LGBT agar terhindar dari interaksi dengan polisi. Polisi Syariah di Aceh dilaporkan melecehkan individu transgender. NGO melaporkan kelompok agama, anggota keluarga, dan publik kerap mengasingkan individu LGBT dari masyarakat.
Organisasi LGBT dan LSM beroperasi secara terbuka, walau kerap tanpa lisensi yang layak (lihat bagian 2.b.). Kelompok agama tertentu secara sporadis mengganggu pertemuan LGBT, dan banyak individu yang kerap menjadi korban pelecehan polisi.
Kelompok LGBT mempertahankan sikap bersahaja sepanjang tahun dibandingkan tahun lalu, sebagian karena kekhawatiran terhadap keamanan fisik. Pada bulan September dan Oktober, Q! Film Festival, menjadi subyek protes tahun 2010 yang berlangsung di Jakarta. Penyelenggara festival memberitahu polisi rencana mereka untuk menyelenggarakan festival, namun polisi menolak memberikan perlindungan. Pejabat kepolisian menyatakan bahwa penyelenggara harus memperoleh surat dukungan dari MUI setempat jika mereka ingin memperoleh dukungan polisi. Penyelenggara memilih untuk tidak terlibat dengan MUI. Sebagai akibat dari keputusan polisi tersebut, tiga dari delapan lokasi yang tadinya dijadwalkan untuk ambil bagian di festival pun mundur.
Polisi umumnya tidak menginvestigasi kasus yang melibatkan intervensi polisi saat penyerangan oleh kelompok garis keras terhadap pertemuan LGBT. Pengaduan resmi oleh korban dan orang-orang yang terkena dampak umumnya diabaikan.
Pada kasus pidana dengan korban LGBT, polisi menginvestigasi kasus dengan cukup baik, sepanjang tersangka tidak memiliki kaitan dengan polisi. Namun, ketika menginvestigasi dugaan pelecehan oleh polisi, para penyelidik tidak tanggap--bahkan saat menghadapi tekanan dari Komnas HAM.
LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak mengeluarkan kartu pengenal pada individu LGBT. Individu transgender mengalami diskriminasi dalam memperoleh layanan, termasuk kesehatan dan layanan publik lainnya.

Kekerasan Sosial atau Diskriminasi Lainnya

Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS meluas. Namun, kebijakan pemerintah menganjurkan toleransi, mengambil langkah untuk mencegah infeksi baru, dan memberikan obat antiretroviral secara cuma-cuma, walau terdapat sejumlah halangan administratif. Posisi pemerintah dalam toleransi tersebut ditaati secara tidak merata di semua lapisan masyarakat; contohnya, upaya pencegahan kadang tidak agresif karena takut adanya kemarahan dari kelompok keagamaan konservatif, dan sebagai tambahan untuk halangan pada akses obat antiretroviral cuma-cuma, penerima potensial harus membayar biaya pengobatan yang membuat biayanya di luar jangkauan banyak orang.
Kelompok agama minoritas umumnya korban dari diskriminasi sosial yang tak jarang menyertakan kekerasan. Kelompok ini termasuk Ahmadiyah, Syiah, non-Islam Sunni lainnya, Islam Sunni, dan Kristen di wilayah-wilayah yang menjadikan kelompok ini sebagai minoritas.

Bagian 7. Hak-Hak Pekerja

a. Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama

UU, termasuk peraturan dan instrumen terkait, secara umum melindungi hak pekerja untuk bergabung dengan serikat  independen, melakukan mogok resmi, dan berunding bersama-sama. Pekerja di sektor swasta telah memiliki hak yang luas untuk berserikat, namun UU melarang pekerja di sektor publik untuk membentuk asosiasi pekerja.  Pekerja di sektor swasta membentuk dan bergabung dalam serikat pilihannya tanpa persetujuan sebelumnya atau memenuhi persyaratan yang berlebihan. UU memutuskan bahwa 10 atau lebih pekerja berhak untuk membentuk serikat, dengan keanggotaan terbuka untuk semua pekerja, terlepas dari afiliasi politik, agama, etnis, atau gender. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat, bukan menyetujui, pembentukan serikat, federasi, atau konfederasi dan memberikannya dengan nomor pendaftaran.
Agar tetap terdaftar, serikat harus terus memberitahu pemerintah mengenai perubahan di organisasi mereka. UU memperbolehkan pemerintah mengajukan permohonan  ke pengadilan untuk  membubarkan suatu serikat jika bertentangan dengan ideologi negara (Pancasila) atau konstitusi. Serikat pekerja juga bisa dibubarkan bila pemimpin atau anggotanya, atas nama serikat, melakukan tindak kriminal terhadap keamanan negara dan dihukum setidaknya lima tahun penjara. Setelah serikat dibubarkan, pemimpin dan anggotanya tidak bisa membentuk serikat lain setidaknya tiga tahun. Tidak ada laporan bahwa pemerintah membubarkan serikat mana pun selama tahun ini.
Walau UU mengakui kebebasan berserikat bagi pegawai negeri sipil dan hak untuk berorganisasi, pegawai hanya mungkin membentuk serikat pegawai dengan hak-hak yang lebih terbatas. Pegawai badan usaha milik negara (BUMN) diizinkan untuk membentuk serikat. Tidak ada kasus sepanjang tahun ini dari pegawai BUMN yang berusaha membentuk serikat baru.
Hak untuk mogok diakui namun dibatasi undang-undang. Di bawah UU Pengembangan dan Perlindungan Tenaga Kerja (UU Ketenagakerjaan), para pekerja wajib memberikan pemberitahuan tertulis ke pihak berwenang dan para pemberi kerja, tujuh hari sebelum melancarkan mogok. Surat pemberitahuan tersebut harus menyebutkan secara khusus waktu mulai dan akhir mogok, lokasi kegiatan, alasan mogok, dan menyertakan tanda tangan kepala dan sekretaris serikat yang mogok. UU tidak memperluas hak untuk mogok ke sebagian besar pegawai negeri sipil atau pekerja di BUMN.
Semua pemogokan di "perusahaan yang melayani kepentingan publik atau perusahaan yang aktivitasnya dapat membahayakan keamanan hidup manusia jika dihentikan" dianggap terlarang. Walau uraian ini  definisi dari "industri inti", peraturan tidak menentukan jenis perusahaan yang terkena imbas, dan menyerahkan keputusan ini pada kebijaksanaan pemerintah. Peraturan yang sama juga mengkategorikan mogok sebagai tindakan ilegal jika mogok "bukan sebuah hasil dari negosiasi yang gagal."
Sebelum pemogokan, para pekerja harus terlibat dalam mediasi panjang dengan pemberi kerja lalu mendekati mediator pemerintah, bila tidak maka pemogokannya berisiko dinyatakan ilegal. Dalam hal mogok ilegal, pemberi kerja dapat membuat dua permintaan tertulis dalam waktu tujuh hari kerja bagi pekerja untuk kembali. Pekerja yang tidak kembali bekerja setelah permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.
UU menawarkan perundingan bersama dan membolehkan organisasi pekerja yang terdaftar di pemerintah untuk mennyelesaikan perjanjian kerja bersama yang mengikat secara hukum (PKB) dengan pemberi kerja dan melaksanakan fungsi serikat pekerja. UU mencakup beberapa larangan terhadap perundingan bersama, termasuk persyaratan bahwa serikat atau serikat-serikat mewakili lebih dari 50 persen angkatan kerja perusahaan untuk negosiasi PKB.
Walau kebanyakan PKB memberikan pekerja dengan hak yang lebih banyak dari ketentuan resmi minimal yang diatur negara, lebih dari sepertiga pemberi kerja dilaporkan melanggar aturan PKB dan secara relatif tidak mendapatkan hukuman. Penegakan PKB beragam berdasarkan kapasitas dan kepentingan pemerintah daerah.
Pada praktiknya, penegakkan UU melindungi kebebasan berserikat tidak dilaksanakan oleh pemerintah  secara efektif. Kebebasan berserikat, terlepas dari dijamin oleh UU, dilemahkan oleh beberapa praktik umum termasuk penggunaan jasa pekerja kontrak dan pekerja biasa untuk kontrak singkat dalam rangka menghindari peraturan perburuhan. Para pemberi kerja umumnya menunjuk kembali pemimpin buruh untuk mengganggu aktivitas serikat yang sedang dibangun. Intimidasi anti serikat dilakukan dalam bentuk penghentian kerja, pemindahan, atau tuntutan pidana palsu. Perusahaan makin banyak menuntut pemimpin serikat atas kerugian yang diderita sewaktu mogok kerja.
Kasus hukum mengenai diskriminasi  terhadap serikat pekerja berjalan sangat lambat dalam sistem peradilan, terkadang memakan waktu hingga enam tahun. Suap dan korupsi peradilan dalam perselisihan pekerja terus berlanjut, dan pengadilan jarang memberikan putusan kasus yang mendukung pekerja. Sementara pekerja yang dipecat kadang menerima pesangon atau kompensasi lainnya, namun mereka jarang sekali dipulihkan namanya. Selama tahun ini, 250 pekerja di PT. Surya Gemilang Perkasa di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan 700 pekerja di PT. Amerta Indah Otsuka di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menyetujui paket dengan uang pesangon dan upah yang belum dibayar daripada pemulihan nama baik karena setelah perselisihan yang diperpanjang dengan perusahaan, mereka membutuhkan uang.
Para pegiat hak-hak buruh terus mengklaim bahwa perusahaan menyusun pembentukan banyak serikat pekerja, termasuk serikat "kuning" untuk melemahkan serikat yang resmi.
Pada bulan Oktober, kasus banding di tingkat pengadilan memutuskan agar memulihkan 30 orang pekerja anggota serikat yang dipecat dari Kebun Binatang Surabaya tahun 2010 tetap tertunda, dan para aktivis serikat belum dipekerjakan kembali.
Pada praktiknya, memerlukan proses yang rumit untuk melakukan mogok kerja resmi, begitu pula peraturan pemerintah termasuk UU Ketenagakerjaan, yang memberikan sarana pada para pengusaha untuk menghalangi gerakan serikat untuk melakukan pemogokan resmi. Sehingga, pemogokan cenderung ilegal atau mogok "berisiko" yang muncul setelah kegagalan menyelesaikan keluhan jangka panjang atau ketika pengusaha menolak mengakui serikat. Alasan utama mogok pada tahun ini yaitu permintaan kenaikan upah minimum dan pekerja kontrak.
Perlakuan pengusaha terhadap penyelenggara serikat pekerja termasuk pemecatan dan kekerasan terus berlanjut. Pengusaha umumnya menggunakan taktik intimidasi melawan pemogokan, termasuk pemecatan administratif para pekerja melalui penggunaan proses banding yang dijelaskan di atas. Beberapa pengusaha mengancam pegawainya yang berhubungan dengan anggota serikat. Manajemen juga mejadikan para pemimpin pemogokan sebagai target untuk dikeluarkan ketika terjadi pemangkasan jumlah karyawan di perusahaan.
Menyusul bentrokan kekerasan antara polisi dan para pemogok kerja tahun 2011, pemimpin serikat dan manajemen Freeport Indonesia menyepakati usulan PKB untuk mengakhiri mogok kerja akhir tahun 2011. Perjanjian memutuskan bahwa kedua pihak akan bekerja sama untuk mencapai 37 persen kenaikan upah selama dua tahun. Dari Oktober 2011 hingga September 2012, upah naik sebesar 24 persen, disusul dengan 13 persen kenaikan pada tahun itu di awal Oktober 2012.
Tahun-tahun belakangan, para pengusaha berulang kali mengajukan pengaduan pidana terhadap pelaksana serikat menyusul gagalnya negosiasi bersama atau melakukan pemogokan yang sah. Dalam sejumlah kasus, pelaksana serikat dituntut dan bahkan mendekam di penjara atas dasar pengrusakan properti dan mengganggu keuntungan  dikarenakan pengaduan dari pengusaha.  Beberapa ketentuan UU pidana telah membantu taktik tersebut, seperti pidana atas "tindakan kurang menyenangkan" yang menciptakan tanggung jawab kriminal untuk berbagi perilaku. Banyak laporan yang dapat dipercaya mengenai polisi yang menyelidiki atau menginterogasi para pengurus serikat.
Tren yang meningkat dalam penggunaan buruh kontrak secara langsung mempengaruhi hak serikat untuk mengelola dan berunding bersama. Di bawah UU Ketenagakerjaan, buruh kontrak hanya bisa digunakan untuk pekerjaan "yang bersifat sementara". Namun, banyak pengusaha melanggar ketentuan ini, terkadang dengan bantuan dari kantor Tenaga Kerja setempat. Dalam beberapa kasus, perusahaan menyatakan bangkrut untuk menghindari pembayaran pesangon yang diwajibkan oleh UU, dan menutup pabrik untuk beberapa hari, lalu mempekerjakan kembali pekerja sebagai buruh kontrak dengan biaya yang lebih rendah. Pemimpin serikat dan para aktivis umumnya tidak dipekerjakan kembali. Pengadilan tenaga kerja telah memutuskan untuk mendukung pekerja yang mengadukan baik ganti rugi atau ingin dipekerjakan kembali. Namun dalam sebagian besar kasus, perusahaan naik banding ke Mahkamah Agung dan keputusan pengadilan tenaga kerja dibatalkan.

b. Larangan Kerja Paksa atau Rodi

UU melarang kerja paksa atau rodi; namun, banyak laporan kredibel menyatakan bahwa praktik seperti itu terjadi, termasuk kerja paksa dan rodi pada anak-anak (lihat bagian 7.c.). Bentuk kerja paksa termasuk perbudakan rumah tangga, eksploitasi seksual komersial, kerja paksa di sektor pertambangan, penangkapan ikan dan pertanian.
Pada 12 April, DPR meratifikasi Konvensi Pekerja Migran. Konvensi tersebut memberikan hak dasar bagi pekerja migran dan mewajibkan pemerintah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk pelecehan yang dilakukan oleh agen perekrutan dan pemberi kerja.
Lihat juga laporan Kementerian Luar Negeri Trafficking in Persons Reportdi www.state.gov/j/tip.

c. Larangan Pekerja Anak dan Usia Minimal untuk Bekerja

UU dan peraturan secara eksplisit melarang kerja paksa pada anak-anak. UU Ketenagakerjaan menetapkan bahwa pekerja anak termasuk (1) semua anak yang bekerja di usia 5-12, terlepas dari jam kerjanya, (2) anak yang bekerja di usia 13-14 lebih dari 15 jam per minggu, dan (3) anak yang bekerja di usia 15-17 dengan lebih dari 40 jam per minggu. Sebagai tambahan, pekerja anak juga mencakup orang di bawah usia 16 tahun yang terlibat dengan salah satu dari 13 jenis kegiatan berikut: prostitusi atau eksploitasi seksual komersial lainnya, pertambangan, menyelam untuk mencari mutiara, konstruksi, penangkapan ikan lepas pantai, pemulung, pembuatan bahan peledak, bekerja di jalanan, pembantu rumah tangga, industri penginapan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Pekerja anak sangat lazim ditemukan di sektor pertanian, jasa, penjualan dan pabrik.
Lihat juga laporan Kementerian Tenaga Kerja Findings on the Worst Forms of Child Labor di www.dol.gov/ilab/programs/ocft/tda.htm.

d. Kondisi Kerja yang Dapat Diterima

Peraturan tenaga kerja, termasuk peraturan upah minimum, hanya berlaku  kurang lebih 30 persen pekerja di "sektor formal". Pekerja di "sektor informal" tidak diberikan perlindungan atau tunjangan yang sama. Lebih jauh, peraturan pemerintah mengizinkan pengusaha di sektor tertentu, termasuk perusahaan kecil dan menengah dan industri padat karya seperti tekstil, untuk memperoleh pengecualian dari persyaratan upah minimal.
Upah minimal berbeda di seluruh wilayah karena gubernur provinsi mengatur tingkat upah minimal tahunan dan para kepala daerah memiliki wewenang untuk mengatur upah tertinggi. Selama tahun ini, upah minimal terendah ada di provinsi Jawa Tengah dengan angka Rp.686.925 ($71) per bulan dan tertinggi di Jakarta dengan angka Rp.1.557.675 ($161) per bulan. Gubernur Jakarta telah menyetujui upah minimum 2013 sebesar Rp.2.244.600 ($232), kenaikan 44 persen dari tahun 2012 dan kenaikan 97 persen sejak 2010. Pemerintah menghitung secara tahunan persyaratan penghidupan minimal menurut provinsi. Tahun 2013 akan menjadi Rp.2.012.400 ($208) per bulan di Jakarta.
UU memutuskan 40 jam kerja per minggu dengan satu kali istirahat selama 30 menit untuk setiap 4 jam kerja. Perusahaan kerap mewajibkan 5,5 atau 6 hari kerja. UU juga mewajibkan setidaknya satu hari istirahat setiap minggu. Tarif lembur harian sebelumnya 1,5 kali dari tarif normal per jam untuk satu jam pertama dan dua kali dari tarif per jam untuk waktu lembur tambahan, dengan maksimal lembur tiga jam per hari dan tidak lebih dari 14 jam per minggu. UU juga mewajibkan para pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya dengan dan membayar kontribusi ke perusahaan asuransi milik pemerintah.
Pejabat setempat dari Kementerian Tenaga Kerja bertanggung jawab terhadap penegakan peraturan mengenai upah minimum dan jam kerja, begitu pula standar kesehatan dan keselamatan. Kementerian Tenaga Kerja terus mendesak para pengusaha untuk mematuhi UU; namun, aparat penegak pemerintah tetap tidak memadai, khususnya di perusahaan yang lebih kecil, dan pengawasan standar tenaga kerja tetap lemah. Terdapat sekitar 2.400 orang penilik. Tidak ada kewajiban upah minimum di sektor informal.
Walau UU tenaga kerja dan peraturan kementerian memberikan beragam manfaat bagi para pekerja, selain pejabat pemerintahan, hanya sekitar 10 persen pekerja yang menerima tunjangan social dan keamanan. Orang yang bekerja di perusahaan sektor formal kerap menerima tunjangan kesehatan, tunjangan makan, dan transportasi, tunjangan – tunjangan yang sangat jarang diberikan kepada para pekerja di sektor informal. UU Ketenagakerjaan juga mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan tempat kerja yang aman dan sehat dan memperlakukan pekerjanya secara bermartabat. Penegakan standar kesehatan dan keselamatan di perusahaan yang lebih kecil dan di sektor informal cenderung lemah atau tidak ada.
Catatan keselamatan pekerja di negara ini buruk. Perusahaan asuransi milik pemerintah melaporkan sekitar 77.000 kecelakaan di tempat kerja terjadi selama tahun 2012 dan total 1.749 kematian di tempat kerja dari Januari-September 2012.

Tidak ada komentar:

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...