Tampilkan postingan dengan label Humaniter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Humaniter. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Juli 2018

Pemerintah Harus Konsisten Terhadap Janji Dialog Papua


Rakyat Papua menginginkan Presiden Jokowi segera mendorong rencana Dialog antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia. Kilion Wenda, pemerhati sosial dan anggota Departemen Hukum dan HAM Persekutuan Gereja- Gereja Baptis Papua menyorotinya dalam Bergelora.com. (Redaksi)

 

Oleh: Kilion Wenda

Telah dimuat. bergolora.com, Pada Tanggal 4 Juli 2018.

 

TANAH Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi. Seluas tanah sebanyak madu, adalah harta harapan. Tanah Papua tanah leluhur, di sana aku lahir. Bersama angin bersama daun, aku di besarkan. Hitam kulit keriting rambut, aku Papua. Hitam kulit keriting rambut, aku Papua. Biar nanti langit terbelah, aku Papua. Lirik lagu karya Frangky Sahilatua. Belakangan menjadi populer terus dinyanyikan oleh salah satu penyanyi dan aktor film nasional Ehud Edward Kondologit disapa akrab Edo Kondologit.

Mendengar dan membaca lirik lagu ini sangat menggugah hati, memperlihatkan gambaran keindahan yang dijuluki sebagai pulau surga (Island of Paradise). Keindahan alam yang luar biasa menjadi tempat yang unik. Tanah yang kaya ini dari nenek moyang turun temurun telah di tempatkan bagi Orang Asli Papua (OAP). Sebagaimana daerah-daerah lain di atas bumi ini mereka di tempatkan sesuai dengan gaya budaya bahasa, ras dan warna kulit masing-masing.

Tanah Papua yang kaya ibarat surga kecil yang jatuh ke bumi menunjukan sumber daya alam dan kehidupan bagi penduduk Asli Papua berkulit hitam dan rambut keriting, hidup dan menetap di negeri yang kaya ini. Tanah Papua terbagi dalam tujuh wilayah adat yaitu. HaAnim, Tabi/Mamta, Laapago, Meepago, Saireri, Domberai dan Bomberai. Mereka ditempatkan sesuai dengan, sub-sub suku berdasarkan marga, hampir 270-an bahasa dan ekspresi kebudayaan dengan kekayaannya masing-masing.

Papua mulai memasuki babak baru antara surga dan naraka, ketika berintegrasi bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1969 melalui sebuah referendum yang disebut Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Dalil pemerataan pembangunan dalam rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) pada masa orde baru, pemerintah melancarkan transmigrasi secara terencana, terstruktur dan masif di seluruh Tanah Papua. Semua kekayaan nan indah itu, mulai beralih fungsi ke tangan koloni baru.

Orang Asli Papua (OAP) sebagai pemilik tanah dan negeri ini hanya menonton tanpa berbuat apa-apa. Mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua tanpa kompromi dengan hadirnya perusahaan-perusahaan raksasa seperti PT Freeport Indonesia di Timika, Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Merauke, Kilang minyak LNG tangguh di Teluk Bintuni, Kilang minyak Pertamina RU VII Kasim di Kota Sorong, perkebunan kelapa sawit, ilegal loging, dan ilegal fishing di seluruh tanah dan perairan laut di Papua.

Orang Asli Papua menuntut hak-hak atas sumber dayanya. Pemerintah Indonsia mencurigai separatis, makar, gerakan pengacau keamanan (GPK), gerakan pengacau liar (GPL), kelompok kriminal bersenjata (KKB), organisasi Papua merdeka (OPM) menyebabkan banyak orang yang menjadi korban atas harta dan nyawa di atas tanah dan negeri mereka sendiri. Hak asasi manusia seakan tidak berlaku bagi OAP.

Pemerintah Indonesia berupaya, dengan berbagai Undang-Undang, Keputusan, Peraturan untuk, membangun tanah Papua. Belakangan juga dikeluarkan beberapa Daerah Otonomi Baru (DOB). Sayangnya nasib OAP semakin tertinggal di segala bidang. Pelanggaran HAM terus terjadi, banyak yang tangkap dibunuh, dihilangkan, dipenjarahkan demi pembangunan nasional. Masalah-masalah ini sangat sulit untuk terurai ibarat sebuah benang yang sudah terlingkar, tidak tahu dari mana memulainya.

Otsus Sebagai Jawaban?

Untuk menjawab semua masalah-masalah di tanah Papua, pemerintah Indonesia memberikan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Undang-Undang ini telah mendapat sambutan positif dari sebagian elit Papua dan komunitas Internasional, bahwa pemberlakukan Undang-Undang Otsus ini sebagai jawaban, dan Papua tetap bagian dari Indonesia. Dinilai bahwa Undang-Undang ini sebagai jalan tengah untuk mendamaikan demi masa depan OAP di dalam Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya. Otsus sebagai jaminan akan perbaikan dan peningkatan kesejahtraan bagi OAP.

Walaupun Undang-Undang Otsus ini sebagai jawaban atas semua masalah. Namun ada kejanggalan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan sengaja. Beberapa pasal-pasal krusial terus dipaksakan, seolah untuk mempercepat marginalisasi bagi OAP. Undang-Undang otsus pasal pasal 3 dan 4 tentang pembentukan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) atas usul pemerintah Provinsi Papua, namun terus dipaksakan dengan dikeluarkannya keputusan presiden (KEPRES) No 1 tahun 2001 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat kini Papua Barat. Padahal beberapa kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Papua.

Setelah penderitaan panjang sejak Papua berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1969 sampai 2001, Undang-Undang Otsus ini diberlakukan sebagai jawaban atas perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan bagi OAP di berbagai sektor kehidupan dan pembangunan.

Dengan Undang-Undang Otsus dan Pemekaran DOB, akan ada banyak uang yang beredar sehingga membuat kreatifitas dan kemandirian Orang Asli Papua yang sudah ada sejak kita dilahirkan hidupnya mulai menjadi ketergantungan. Lahan mata pencaharian hilang. Pola hidup manusia yang berbudaya menjadi manusia modern mengakibatkan hilangnya bahasa local dan kebudayaan lokal. Arus transmigrasi dan urbanisasi akan tidak terkontrol mengakibatkan yang lemah tetap tidak berdaya.

Jalan Dialog Menemukan Solusi

Sekalipun Otsus dan DOB sebagai Jawaban. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), melalui penelitiannya oleh Alm. Dr. Muridan S Widjojo dkk menerbitkan sebuah buku “Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future” telah menemukan empat akar masalah utama: Pertama, Sejarah intergasi Papua dalam Indonesia dan Status politik Papua, Kedua, Operasi militer menyebabkan pelanggaran HAM di tanah Papua sejak 1965 sampai sekarang. Ketiga, Marginalisasi/tersingkirkan, karena pembangunan yang dilancarkan oleh pemerintah Indonesia tanpa melibatkan OAP. Keempat, Kegagalan pembangunan, dalam hal ini pembangunan SDM bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat bagi OAP.

Empat akar persoalan Papua menurut penelitian LIPI kalau dilihat, saling kait mengkait dari yang pertama mengakibatkan muncul masalah kedua dan ketiga hingga masalah keempat. Maka proses penyelesaian harus menyeluruh dan tidak parsial. Pemerintah Indonesia harus mengakui masalahnya dan kesalahannya terhadap proses Integrasi Papua ke dalam Indonesia. Indonesia juga harus mengakui atas pelanggaran HAM di tanah Papua, dan perlu ada upaya rekonsiliasi dengan OAP berkaitan dengan kekerasan dan pelanggaran HAM. Menangkap dan mengadili pada pelaku kejahatan. Juga harus mangakui bahwa kegagalan pembangunan dan kesejahteraan bagi OAP.

Hal yang perlu dilakukan antara pemerintah Indonesia dan OAP adalah melalui jalan Dialog. Menyepakati isu-isu yang mau didialogkan, mekanismenya, pesertanya dan tentukan siapa yang memfasilitasi. Sehingga dalam proses penyelesaikannya secara damai bermartabat, dan menyeluruh tanpa kekerasan. Dalam proses dialog juga tidak saling meenyalahkan antara pemerintah Indonesia dan OAP, tidak saling menguntungkan antara satu pihak dengan pihak yang lain.

Komitmen pemerintah untuk berdialog dengan masyarakat Papua, telah terungkap dalam rapat kabinet Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY), di Kantor Presiden 9 Oktober 2011 lalu. Presiden SBY mangatakan “Dialog antara pemerintah pusat dan saudara kita di Papua itu terbuka, kita mesti berdialog, dialog terbuka untuk mencari solusi dan opsi mencari langka yang paling baik selesaikan masalah Papua”

Hal yang serupa juga diungkapkan ketika tiga pimpinan gereja-gereja di Papua. Pdt. Jemima J Krey, (ketua sinode GKI tanah Papua), Pdt, Dr. Benny Giay (Ketua Sinode Kingmi Papua) dan Dr, Socratez Sofyan Yoman ( Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua) pada tanggal 16 Desember 2011 di Cikeas Jakarta.

Dalam pertemuan itu tiga pemimpin gereja menyampaikan sejumlah persoalan yang terjadi di tanah Papua dan menawarkan solusi dialog yang difalisitasi oleh pihak ketiga yang netral. Sebagai tanggapan waktu itu menurut Presiden SBY, pendekatan keamanan sudah lewat, harus di mulai dengan pendekatan dialog.

Selanjutnya sejumlah tokoh gereja dari Papua pada tanggal 1 Februari 2012 bertemu Presiden SBY di Wisma Negara Jakarta telah disepakati upaya untuk mendorong dialog yang intenaif dengan berbagai unsur di Papua. Para tokoh-tokoh gereja antara lain Pdt. Lipius Biniluk, Yan Pieth Wambrauw, Isai Dom, Ronaldly Rionaldo Waromi, Theopilus Maupa, Daniel Sukan, Wilem Yance Maury, Dorman Wandikbo, Pastor Neles Tebay, Obetnego Maurim, Yulianus Warabay, Mathias Sarwa, Maurits Rumbekwan. Dalam pertemuan tersebut Presiden menunjuk Wakil Presiden waktu itu Budiono untuk memajukan dialog dengan sejumlah unsur di Papua.

Dalam pertemuan para pimpinan agama yang pertama maupun kedua dengan dengan para tokoh agama Papua ini memperlihatkan komitmen dan konsistensi atas penyelesaian masalah sudah terlihat. Kata dialog yang sebelumnya tabu, mulai bicarakan oleh semua elemen pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, lembaga- lembaga LSM, dan masyarakat internasional. Sayangnya penunjukan terhadap Wakil Presiden Boediono dialog tidak dapat terlaksana.

Di erah kepemimpinan Presiden RI Ir. Joko Widodo (Jokowi), mulai dipertegas lagi, ketika menghadiri acara natal nasional di lapangan Mandala Jayapura 27 Desember 2014. Jokowi mengatakan ingin berdialog dengan masyarakat Papua dan membangun provinsi ini, “Yang masih di dalam hutan, yang masih di atas gunung-gunung, marilah kita bersama sama membangun Papua sebagai tanah damai. Marilah kita saling pelihara rasa saling percaya di antara kita sehingga kita bisa berbicara dalam suasan yang damai dan sejuk,” kata Jokowi.

Konsisten Pada Komitmen

Komitmen Pemerintah untuk dialog mulai ada titik terangnya ketika pada tanggal 15 Agustus 2017 sejumlah tokoh dari Papua menghadiri undangan Presiden Jokowi di istana merdeka Jakarta. Dalam pertemuan itu Jokowi telah menunjuk. Pater Neles Tebay, akan di bantu oleh Teten Masduki, dan Wiranto untuk mengurus dialog persektor. Artinya bahwa dialog sektoral ini akan dilaksanakan di bawah kontrol Presiden Jokowi sendiri.

Dengan Penunjukan Pater Neles Tebay (Koordinator Jaringan Damai Papua) dan di bantu oleh Menkopolhukam dan kepala kantor staf presiden (KSP), ini menunjukan konsistensi Pemerintah atas sejumlah persoalan harus diselesaikan. Diantaranya sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup, kebudayaan, penyelenggaraan pemerintahan, hukum dan HAM, keamanan, sejarah status politik Papua. Untuk menunjukan kominten dan konsistensinya ini Dialog Sektoral sudah harus dimulai.

Komitmen itu mudah diucapkan, namun lebih sukar untuk melaksanakan dengan penuh pertanggungjawaban. Komitmen itu sering dikaitkan dengan tujuan. Sehingga konsistensi pemerintahan pemerintah perlu dipertanyakan kapan dialog sektoral dimulai. Sebab sejak penunjukan tiga orang untuk mengurus dialog sektoral sejak 15 Agustus 2017 lalu sampai sekarang, sisa satu bulan ke depan akan menjadi satu tahun belum ada tanda-tanda niat baik dari pemerintah.

Pemerintahan presiden era Susilo Bambang Yudoyono sampai Presiden Joko Widodo, telah menunjukan komitmen untuk menyelesaikan persoalan Papua. Namun konsistensi untuk mengawal janji yang diucapkannya seolah semacam gula-gula manis habis di mulut. Sangat diharapkan kepemimpinan Presiden Jokowi pada periode yang pertama hanya dalam hitungan sisa waktu beberapa bulan kedepan dialog sektoral sudah harus di mulai, sebelum mengakhiri masa jabatannya. ‘Semoga’.

Selasa, 12 Juni 2018

Sudakah Orang Asli Papua Menjadi Tuan di Negeri Sendiri?

Koran Tabloidjubi.com Edisi 11-12 Juni 2018

Oleh. Kilion Wenda
Ada ternak kelinci di pinggir rumah atau pekarangan rumah. Kelinci ini dibuat kandang oleh tuannya dan dikurung dengan baik supaya ternak hewan ini tinggal didalam. Tuannya berusaha memberikan makanan daun-daunan atau makanan yang bisa di makan kelinci. Bisa saja tuannya lupa memberikan makanan ternak ini sewaktu-waktu sehingga kelinci ini menjadi kurus  dan mati dalam kurungan di kandangnya itu.
Hampir seluruh masyarakat Pegunungan Tengah Papua, rata-rata petani dan peternak babi sehingga sudah tahu pasti membutuhkan perawatan dan pemeliharaan. Salah satu ternak Babi adalah kandang (tempat tinggal babi) dalam satu honai.  Dalam satu honai itu dibuat petak-petakdibatasi dengan papan atau kayu penyangga sesuai dengan besar kecilnya ukuran babi. Jadi babi dari kotak yang satu tidak bisa pindah ke kotak yang lain, karena dibatasi dengan papan dan tiang pemisah dan penyangga. Bahkan babi dari kotak sebelah menggonggong babi yanng berada di kotak sebelah. Dan juga seringkali saling cakar dengan kuku dan gigi mereka. Tidak pernah saling bertemu bahkan kadang- kadang moncong atau hidung  babi itu terluka karena terkena kayu  yang di batasi mereka.
Maksudnya orang-orang asli Papua dikurung dalam Provinsi dan Kabupaten supaya seperti burung dalam sangkar itu tidak bebas menikmati alam bebas nan indah di Papua Barat ini.
Sebuah ilustrasi yang disampaikan dalam buku: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah kebisuan dan sejarah kekerasan di Papua Barat. Di tulis oleh DR.Socratez Sofyan Yoman, terbitkan oleh Galang Pers pada Tahun 2007. Namun setahun kemudianbuku  ini dilarang  beredar oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dengan surat penyitaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor. Kep-052/A/JA/06/08 tertanggal 20 juni 2008.(Kompas 8 agustus 2008).
Harus diakui bahwa buku ini didilarang dan ditarik dari peredaran karena menjadi ancaman bagi pemerintah Republik Indonesia, namun jadi pelajaran berharga bagi bangsa dan rakyat di tanah Papua (Dalam tulisan ini, nama Papua mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat). Ambil sebuah gambaran pemekaran Provinsi dan Kab/Kota di Tanah Papua diibaratkan orang Papua dalam kandang kelinci, dan kandang kurungan ternak babi. Mendengar dan melihat penyebutan nama jenis binatang tersebut, maka sudah pasti cara perpikir dan konsentrasi akan terganggu. Namun perlu mengambil hikmah dibalik ini. Sudah di nubuatkan oleh seorang pelayan umat ini, dan melihat dengan mata rohani, kekhwatiran ini mengumandangkan dikemudian hari orang Papua akan menghadapinya.
Sebagian para elit politik Papua sendiri berjuang untuk pemekaran Daerah Operasi Baru (DOB) Provinsi dan Kab/Kota di Tanah Papua untuk mempercepat pembangunan dan kemajuan di tanah Papua. Terbentuknya Provinsi Papua Barat dari Provinsi Papua dan beberapa Kabupaten/Kota di Tanah Papua. Setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, era globalissi, erah keterbukaan, dan erah demokrasi dewasa ini terlihat dengan jelas.kita telah di kotak-kotakan/dikurung dalam satu daerah masing- masing.
Ada juga nilai positifnya dari bahwa, dengan adanya pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). lapangan pekerjaan terbuka luas, akses transportasi yang dulunya ditempuh dalam jangka waktu yang lama kita hanya bisa tempuh dengan hitungan waktu yang sangat cepat. Tehknologi dan Informasi sangat mudah, banyak yang mempunyai rumah mewah, kendaraan mewah dari tingkat daerah sampai di tingkat Pusat.
Dari nilai positif ini, ada nilai negatif yang sedang dan akan mengalami bagi orang Asli Papua. Artinya bahwa pemekaran ini logikanya akan dibalik dari nilai positifnya bahwa, dengan adanya pemekaran akan ada banyak uang yang beredar, membuat kreatifitas dan kemandirian yang sudah ada sejak kita dilahirkan akan hidup menjadi ketergantungan, lahan dimana tempat mata penharian hilang, pola hidup manusia yang berbudaya menjadi manusia modern mengakibatkan hilangnya bahasa lokal, kebudayaan lokal. Menyadari juga bahwa arus transmigrasi dan urbanisasi akan tidak terkontrol mengakibatkan yang lemah tetap tidak berdaya.

Menjadi Tuan di  Negeri Sendiri
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Bab IV Pasal 4 Ayat 1, berbunyi:“Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, Kecuali politik luar nege,Pertahanan Keamanan, Moneter dan Fiskal, Agama, dan Peradilan serta kewenangan tertentu dibidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Benar-benar memberi semangat yang luar biasa bagiorang asli Papua untuk menjadi tuan di negeri sendiri, di sektor, pendidikan, ekonomi, birokrasi pemerintahan untuk di kuasai oleh orang asli Papu sendiri.
Seluruh Provinsi di negara Kesatuan  Republik Indonesia (NKRI) yang tercinta ini, hanya ada dua Provinsi  yaitu: Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan Papua(kemudian Provinsi Papua dimekarkan menjadi Papua dan Papua Barat) dengan status Otonomi Khusus (Otsus), sedangkan Provinsi Yogyakarta diberikan keistimewaan menjadi Derah Istimewa. Sementara yang lain tidak namun menelusuri provinsi-provinsi yang tidak berikan status khusus dan istimewa ini lebih menjadi tuan di negeri sendiri dari pada  provinsi Papua dan Papua Barat yang ada status khusus ini.
Kongkrit adalah Provinsi Sulawesi Utara (sultra) khususnya di Ibu Kota Manado. Disemua  sektor, Pendidikan: Dari pimpinan sekolah, perguruan tinggi negeri dan swasta sampai dengan stafnya adalah orang Manado. Sektor Ekonomi: mall, supermarket, bank-bank, hotel-hotel dari pimpinan sampai stafnya orang Manado, sopir-sopir taksi juga orang Manado. birokrasi pemerintahan:  Dari sekda, kepala- kepala dinas, camat, kepala desa sampai RT/RW adalah orang Manado. Bahkan orang-orang Manado sendiri  punya lembaga adat yang mengawasi keamanan mereka yang di sebut “Laskar Manguni”. Kecuali jabatan Kapolda, Pangdam, Kejari, Kemenag secara hirarki ditentukan oleh pusat. Dengan kenyataan ini, mereka telah menjadi tuan di negeri mereka sendiri.
Sedangkan Papua dengan status Otsus, apakah telah menjadi tuan di negeri sendiri?. Dari fakta di Provinsi Sulawesi Utara ini, kita melihat kembali kondisi objektif di tanah Papua. Ada beberapa pertanyaan. Berapa banyak orang asli Papua sudah mepunyai, mall, supermarket,hotel berbintang, pengusaha, sopir-sopir taksi? Berapa banyak orang asli Papua yang menjadi karyawan bank-bank daerah dan nasional (bank Papua, bank Mandiri, bank BNI, bank BCA,dll) di Tanah Papua?, Berapa banyak orang asli Papua sebagai pimpinan dan karyawan bandara udara (Air port) di Seluruh tanah Papua?, Berapa banyak orang asli Papua jadi pegawai negeri sipil (PNS)/aparatur sipil negara (ASN) di seluruh tanah Papua?. Berapa banyak orang asli Papua yang menjadi kepala sekolah,(dasar dan menengah)?, berapa banyak orang asli Papua yang menjadi pimpinan sampai dengan stafnya di perguruan tinggi negeri dan Swasta (PTN dan PTS) di tanah Papua?. Kenapa bukan orang asli Papua jadi Bupati dan Wakil Bupati, Ketua dan Anggota DPR, Sekretaris Daerah, Kepala Distrik, pegawai negeri Sipil (PNS)/Aparatur Sipil Negara (ASN, dan kepala kampung di seluruh tanah Papua?
Dari sejumlah pertanyaan dan kenyataan yang ada di depan mata mengantar diri orang asli Papua  menjadi kuli di negerinya sendiri.

Bersama Mewujudkan Papua Tanah Damai
Sambungan Koran Tabloidjubi.com Edisi 11-12 Juni 2018
Secara bersama kita harus mengakui bahwa sejumlah persoalan yang sudah disebutkan tersebut adalah sebuah kenyataan yang ada di depan mata kita. Kita tidak bisa melihat dengan sebelah mata, melupakan dan atau mengabaikan persoalan itu terus terjadi. Papua tanah Damai telah di canangkan sebagai visi bersama masyarakat yang hidup di tanah Papua. Pencanangan visi Papua Tanah Damai ini ditegaskan kembali dalam perayaan 158 tahun pekabaran injil di tanah Papua. Pada hari kamis 5 februari 2013 di lapangan Mandala Jayapura oleh semua pimpinan agama, semua pimpinan paguyuban- paguyuban, Gubernur Provinsi Papua, dan Kapolda Papua sebagai hari Papua Tanah Damai.
Papua Tanah Damai merupakan visi dan masa depan bersama, dan Harapan bersama semua orang yang hidup di tanah Papua. Papua tanah Damai merupakan suatu tatanan ideal  yang  harus di perjuangkan bersama oleh semua pihak yang berkepentingan. Papua tanah damai mengandung sepuluh nilai dasar: Keadilan dan Kebenaran, Partisipasi, Rasa Aman dan Nyaman, Harmoni dan Keutuhan, Kebersamaan dan Penghargaan, Pengakuan dan Harga Diri, Komunikasi dan Informasi Yang Benar, Kesejahtraan, Kemandirian, dan Kebebasan.
Dengan nilai-nilai dasar ini semua orang yang hidup di tanah Papua secara bersama-sama menyadari pentingnya keterlibatan sejumlah kelompok- kelompok untuk mewujudkan Papua sebagai Tanah Damai yaitu: Pertama. Orang Asli Papua (OAP) sendiri sebagai korban langsung dari berbagai  undang- undang, kebijakan, peraturan, keputusan yang berlaku untuk tanah Papua.
Kedua.Masyarakat Papua yang datang dari berbagai latar belakang, dan kepentingan dari berbagai daerah di Indonesia, hidup dan menetap menetap di seluruh tanah  Tanah Papua.
Ketiga. Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Distrik,  Kelurahan/Kampung sampai di tingkat yang paling rendah RT dan RW  yang  adalah membuat dan menjalankan pemerintahan di seluruh tanah Papua.
Keempat. Pemerintah Pusat (Preasiden), jajaran kementrian dan lembaga di Jakarta selaku pembuat Undang- undang, Peraturan, dan Keputusan, untuk  menjalan di seluruh Tanah Papua.
Kelima. Kepolisian Rebublik Indonesia (POLRI), memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Indonesia termasuk di Tanah Papua.
Keenam. Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang menegakan kedaulatan negara, mempertahankan  keutuhan  wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar, termasuk wilayah di tanah Papua.
Ketujuh. Pengusaha-pengusaha, lokal, nasional dan internasional yang mengelola dan mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di seluruh tanah Papua.
Kedepalan. TPN/OPM yang ada di hutan rimba seluruh tanah Papua, memperjuangkan keadilan dan perdamaian sejati. Untuk memperjuangkan Papua Merdeka secara hukum danpolitik, pisah dari negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Kesembilan orang asli Papua yang  hidup dan menetap di luar negeri (diaspora), seperti di Papua New Guinea, Autralia, Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan belahan dunia lain diseluruh dunia. Mereka telah mengasingkan diri  di luar negeri hanya untuk memperjuangkan Papua Merdeka. Mereka juga gencar melobi dan mengkampanyekan kemerdekaan Papua, di tingkat masyarakat Sipil, politik dan pemerintahan di luar negeri.
Untuk saling berbagi cinta dan rasa dalam upaya mejuwudkan Papua sebagai Tanah Damai, ke sembilan aktor tersebut perlu dilibatkan dalam suatu ruang dialog. Mengedepankan sepuluh  nilai dasar tadi. Membahas masalah- masalah dan menentukan solusi secara bersama, sesuai dengan kepentingan di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi (mikro dan makro), lingkungan hidup, penyelenggaraan pemerintahan, keamanan, hukum dan hak asasi manusia, status politik Papua, dan sejarah  integrasi Papua ke dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. “Selamat membaca”


Artikel ini telah di Publikasih oleh Tabloidjubi. Edisi 11-12 Juni 2018

Senin, 02 Juni 2014

Petisi JAII untuk Perwujudan Indonesia Tanpa Kekerasan Militer.

Kami, warga negara Republik Indonesia yang tergabung dalam Jaringan Antariman Indonesia (JAII) prihatin atas kekerasan yang terjadi di Papua selama ini. Konflik di Papua selama puluhan tahun hingga saat ini tidak menunjukkan adanya tanda-tanda akan berakhir. Berbagai operasi militer dan perlawanan kelompok sipil bersenjata justru melahirkan bentuk kekerasan baru dan memakan semakin banyak korban di kalangan masyarakat sipil yang tidak berdosa di Papua.
Kami menyadari bahwa kekerasan tidak pernah akan bisa mengatasi berbagai ketegangan karena perbedaan. Kekerasan juga tidak dapat menyelesaikan konflik, melainkan akan membuat negeri ini jatuh terpuruk ke titik nadir. Kami yakin bahwa jalan dialog damai merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik Papua secara damai, menyeluruh, dan bermartabat.
Kami saat ini mengetahui ada inisiatif individu, kelompok, maupun institusi yang mendorong upaya terciptanya dialog damai di Tanah Papua dengan harapan Papua sungguh menjadi Tanah Damai. Berkaitan dengan hal itu, kami merasa perlu menyampaikan beberapa hal berikut:
1.      Kami mendukung secara penuh terwujudnya Dialog Damai Jakarta-Papua yang didorong oleh masyarakat sipil serta pimpinan agama-agama di Papua dan Jakarta, bahkan di seluruh Indonesia demi terciptanya keadilan dan perdamaian secara menyeluruh, utuh dan bermartabat di Tanah Papua dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
2.       Kami mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum mengakhiri masa jabatannya agar segera melaksanakan Dialog Damai antara Jakarta dan Papua, dan membuka ruang komunikasi yang adil secara luas dan menjaga agar tercipta situasi kondusif selama upaya maupun pada saat proses Dialog Damai sedang berlangsung.
3.      Kami mendesak pihak-pihak yang berkompeten, antara lain kementerian-kementerian fungsional, Gubernur dan para Bupati beserta jajarannya, DPRP dan MRP untuk dapat segera menyelesaikan masalah ataupun menghentikan potensi konflik yang ada  agar tak memberi imbas negatif bagi upaya dialog damai.
4.      Meminta semua pihak untuk menghentikan stigmatisasi orang Papua sebagai kelompok separatis.
5.      Mengajak para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, jurnalis dan pimpinan media massa untuk mendukung sepenuh hati dan mendorong upaya Dialog Damai Jakarta-Papua demi terciptanya Papua Tanah Damai.
6.      Mengajak semua pihak untuk menolak dan tidak memilih Calon Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 yang memiliki rekam jejak sebagai pelaku pelanggaran HAM berat, agar pelanggaran HAM di Papua pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, dapat diakhiri.
7.      Kami yakin, penyelesaian persoalan Papua secara damai demi mencapai Papua menjadi Tanah Damai akan menjadi indikator bagi bangsa Indonesia yang adil dan beradab.
Kami, Jaringan Antariman Indonesia, baik sebagai individu maupun lembaga  menyatakan siap membantu dan memfasilitasi pertemuan lintas kepentingan dalam upaya mewujudkan Papua Tanah Damai.
J
ayapura, 23 Mei 2014

Jaringan Antariman Indonesia (JAII) untuk Papua Tanah Damai (***)

Selasa, 15 April 2014

Orang Papua di balik Jeruji: Maret 2014

 Pada akhir bulan Maret 2014, setidaknya terdapat 73 tahanan politik di penjara Papua.

Dalam dua kasus terpisah, enam orang ditangkap di Sasawa pada bulan Februari dan dua orang ditangkap di Sarmi pada bulan Desember 2013 menghadapi persidangan atas permufakataan untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 and dan Pasal 110 KUHP. Sementara tahanan Sasawa dituduh atas pemilikian senjata dan sebagai anggota Tentera Nasional Papua Barat (TNPB), Edison Werimon dan Soleman Fonataba dalam penangkapan Sarmi didakwa karena mereka memiliki bendera 14 Bintang Melanesia Barat dan dokumen lain yang diduga berkaitan dengan makar.

Dakwaan permufakatan untuk melakukan makar terus dipergunakan dalam berbagai pelanggaran, termasuk aktivitas politik damai seperti kepemilikian bendera. Penangkapan Werimon dan Fonataba, yang terjadi hanya beberapa minggu sebelum kunjungan delegasi Melanesian Spearhead GroupI (MSG) pada bulan Januari, menunjukkan bahwa Indonesia berusaha untuk menekan identitas Melanesia yang berkembang antara orang pribumi Papua.

Wawancara yang dilakukan oleh pekerja HAM setempat mengungkapkan bahwa dalam penangkapan warga sipil di Kerom dan Jayapura pada tanggal 26 November, kepolisian Jayapura memalsukan kandungan Berita Acara Pemeriksaan untuk kedua kasus tersebut.Pihak Lembaga Pemasyarakatan (LP) terus menolak perawatan medis yang mendesak untuk Stephanus Banal, yang menderita cedera serius setelah ditembak oleh polisi dalam sebuah penggerebekan di Oksibil. Kegagalan pihak berwenang  untuk memenuhi kewajiban hukum mereka dalam memastikan persidangan yang adil dan kegagalan menyediakan perawatan kesehatan yang memadai kepada tahanan politik mengakibatkan meruncingnya ketegangan antara orang pribumi Papua dan negara.

Sejak bulan Juni 2013, pembela HAM, terutama Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakya Papua (Gempar-P), telah mengadakan aksi demo mengutuk Otsus Plus yang disusun secara rahasia. Aparat keamanan terus betindak keras dengan membubarkan demonstrasi-demonstrasi ini dan menganiaya para pemrotes. Demonstrasi yang diorganisir oleh Gempar-P pada tanggal  11 Maret dibubarkan oleh kepolisian Jayapura dengan alasan, antara lain, kelompok tersebut tidak terdaftar dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Cara ini dilakukan secara berulang-ulang oleh polisi untuk mendelegitimasi dan menguasai kelompok-kelompok warga sipil pribumi. Apabila mereka mencoba untuk menddaftarkan kelompok mereka ke Kesbanpol, pendaftaran mereka akan diabaikan.

Tidakadanya kemauan politik dari pihak pemerintah untuk berunding secara luas dengan masyarakat sipil dalam isu mendesak seperti Otsus Plus mencerminkan keengganan mempertimbangkan pandangan orang Papua. Pendekatan ‘top-down’ yang digunakan oleh Indonesia dalam pembangunan di Papua ini memicu kerusuhan. Aksi-aksi protes damai yang bertujuan untuk mengritisi pemerintah, seringkali ditanggapi dengan tekanan keras yang pada akhirnya menyebabkan kerusuhan lebih lanjut. Sikap pemerintah yang terus bersikeras dengan cara pendekatan pembangunan di Papua yang sama, menjadi faktor penting dalam memicu ketidakstabilan.

Penangkapan

Petani Nabire ditangkap dan dituduh sebagai anggota OPM
Pada tanggal 2 Maret, Otis Waropen, seorang petani dari kampung Sima di Nabire ditangkap oleh Polres Nabire dan anggota Brimob. Dia dituduh sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah gerakan pro-kemerdekaan bersenjata. Simon Petrus Hanebora, kepala suku Yerisiam memberitahu Majalah Selangkah bahwa Waropen adalah seorang petani yang tidak mempunyai afiliasi politik apapun. Dia meminta aparat Brimob untuk meninggalkan distrik Yaur di Nabire karena mereka menganiaya penduduk. Dakwaan atas Otis Waropen masih  belum  jelas. 

Pembebasan

Tahanan makar Sarmi dibebaskan
Pada tanggal 1 Februari, Daniel Norotouw, satu dari empat orang yang ditangkap pada tanggal 3 Maret 2013 dengan dakwaan makar, telah dibebaskan setelah  menyelesaikan hukuman penjara selama satu tahun. Keempat tahanan tersebut mengatakan bahwa mereka mengadakan acara sosialisi di Sarmi, dalam rangka perencanaan acara tanggal 1 Mei, yang menandai pemindahan administrasi Papua ke Indonesia. Norotouw divonis satu tahun penjara sementara Isak Demetouw, Niko Sasomar dan Sileman Teno dihukum dua tahun dan dua bulan penjara atas dugaan kepemilikian senjata.

Tiga orang ditangkap dalam penggerebakan militier di kampung Kontiunai dibebaskan
Informasi dari pengacara HAM yang mengunjungi tahanan di Polres Serui mengungkapkan bahwa tiga orang yang ditahan selepas penggerebekan di kampung Kontiunai di pulau Yapen sudah dibebaskan. Diduga bahwa Matias Merani dibebaskan pada awal bulan Maret. Agus Wondiwoi dan Piter Merani awalnya menghadapi dakwaan kepemilikian amunisi di bawah UU Darurat 12/1951 tetapi sudah dibebaskan. Menurut informasi yang  didapat oleh pengacara HAM dari polisi di Yapen, kedua orang itu dibebaskan karena mereka bukan ‘target utama’. Polisi terus melakukan operasi penggerebekan di Konti dan Menawai untuk mencari Rudi Orarei, diduga sebagai kepala Tentera Nasional Papua Barat (TNPB). Sumber lokal melaporkan bahwa situasi di daerah ini masih tidak tenang dan warga sipil belum bisa melanjutkan aktivitas normal sehari-hari.

Pengadilan bernuansa politik dan pandangan sekilas tentang kasus-kasus
                                
Enam tahanan yang ditangkap di Sasawa dikenakan dakwaan makar
Informasi diterima dari pengacara HAM mengatakan bahwa enam dari tujuh orang yang ditangkap pada saat penggerebekan militer besar-besaran di kampung Sasawa di pulau Yapen menghadapi dakwaan permufakatan untuk melakukan makar di bawah Pasal 106, 108 dan 110 KUHP dan kepemilikian senjata di bawah UU 12/1951. Septinus Wonawoai sudah dibebaskan tetapi dikenakan wajib lapor ke polisi, masih terus diinvestigasi dan mungkin akan disidang.

Seperti dilaporan dalan update Februari, beberapa antara mereka adalah warga sipil yang tidak terlibat dengan gerakan pro-kemerdekaan bersenjata TNPB. Masih belum jelas siapa di antara keenam orang tersebut – Salmon Windesi, Peneas Reri, Kornelius Woniana, Obeth Kayoi, Rudi Otis Barangkea dan Jimmi Yermias Kapanai – yang adalah warga sipil dan tidak terlibat dengan TNPB. Pengacara HAM sedang mencari cara untuk mewakili keenam orang itu tetapi terhambat karena kurangnya dana operasi. Penerbangan ke daerah tersebut dari Jayapura melalui Biak mahal, dan dengan kapal perjalanan memakan waktu satu minggu.

Pihak LP Abepura menolak untuk membayar operasi mendesak untuk Stefanus Banal
Pekerja HAM melaporkan bahwa kondisi fisik Stefanus Banal semakin memburuk  dan memerlukan prosedur medis mendesak untuk mengeluarkan besi yang sebelumnya dimasukkan untuk memasang tulang kakinya yang patah. Banal ditembak oleh polisi dalam penggerebekan di Oksibili di kabupaten Pegunungan Bintang. Seorang aktivis HAM setempat yang mewawancarai Banal melaporkan bahwa dia mengalami sakit nyeri di dalam kakinya yang nampaknya menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pihak LP Abepura menolak membayar biaya operasi dan mengabaikan tanggung jawab mereka untuk memberikan perawatan medis yang memadai. Sebaliknya mereka melemparkan tanggung jawab ke keluarga Banal, yang tidak mampu membayar biaya operasi yang diperlukan.

Polisi merekayasa berita acara pemeriksaan dalam kasus penangkapan warga sipil di Kerom
Seperti dilaporkan dalam update bulan Februari, tiga warga sipil ditangkap di Kerom dalam sebuah peristiwa di mana mereka tidak terlibat sama sekali, dan di mana penduduk setempat menentang aparat keamanan yang menebang kayu secara ilegal. Yulianus Borotian, Petrus Yohanes Tafor dan Wilem Tafor disidang di bawah dakwaan kekerasan terhadap orang atau barang di bawah Pasal 170 KUHP. Ketiga orang tersebut dituduh membunuh seorang anggota polisi yang tewas dalam kejadian tersebut pada tanggal 13 Desember 2013, di mana polisi bentrok dengan sekumpulan orang yang memprotes upaya mereka dalam mencuri sumber daya alam setempat. Menurut seorang peneliti HAM, polisi Kerom memalsukan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam kasus ini.

10 tahanan dalam penangkapan November di Jayapura akan disidang
Pada tanggal 26 November 2013, 12 orang ditahan selepas sebuah demonstrasi di Jayapura yang mendukung pembukaan kantor Free West Papua Campaign (FWPC) di Papua Nugini. Walaupun mereka tidak terlibat dalam demonstrasi tersebut, 11 dari 12 yang ditahan disidang. Pada tanggal 11 Februari, Nikson Mul yang berumur 16 tahun dibebaskan demi hukum. Pada akhir Februari, Penius Tabuni dihukum lima bulan penjara dan diharap akan dibebaskan pada bulan April 2014.

Sepuluh tahanan yang lain – Pendius Tabuni, Muli Hisage, Karmil Murib, Tomius Mul, Nius Lepi, Tinus Meage, Mathius Habel, Agus Togoti, Natan Kogoya dan Nikolai Waisal – disidang atas dakwaan kekerasan terhadap orang atau barang di bawah Pasal 170 dan 351 KUHP.

Pekerja HAM melaporkan bahwa kesaksian yang disampaikan di pengadilan menyatakan bahwa saksi-saksi tidak mengetahui keterlibatan kesepuluh tahanan tersebut dalam demonstrasi pada tanggal 26 November 2013. Sumber setempat juga melaporkan dugaan pemalsuan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh polisi. Seperti dilaporkan dalam update bulan Januari, duabelas tahanan tersebut dipaksa untuk menandatangani BAP yang dipalsukan itu dan diinterogasi tanpa kehadiran pengacara hukum. Saat ini, mereka menerima dampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

JPU menuduh dua tahanan Sarmi atas permufakatan untuk melakukan makar
Informasi dalam surat dakwaan untuk Edison Werimon dan Soleman Fonataba mengatakan bahwa kedua orang tersebut dituduh atas permufakatan untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP dalam kaitan dengan bendera-bendera 14 Bintang Melanesia Barat (bukan bendera Bintag Kejora, seperti dilaporakan dalam update bulan Januari kami) dan dokumen diduga berkaitan dengan makar ditemukan di rumah-rumah mereka.
Surat dakwaan tersebut mengatakan bahwa pada tanggal 13 Desember 2013, setelah  sebuah bendera 14 Bintang Melanesia Barat ditemukan menggantung di dinding ruang tamu Edison Werimon, polisi Sarmi menangkapnya dan menggeledah rumahnya. Polisi dilaporkan menemukan beberapa dokumen yang menjelaskan sebuah pertemuan pada tanggal 2 November 2013 yang diadakan di rumah Werimon. Surat tersebut juga mengatakan bahwa tujuan pertemuan itu adalah untuk membentuk sebuah badan pro-Melanesia bernama ‘Senate Republik Melanesia Regional Sarmi,’ dengan Soleman Fonataba sebagai Ketua. Setelah itu, polisi Sarmi menggeledah rumah Fonataba walaupun mereka tidak mempunyai surat izin dan dilaporkan menemukan empat bendera 14 Bintang Melanesia Barat dan dokumen pro-Melanesia yang lain. Dia kemudian ditangkap pada tanggal 17 Desember.

Pengacara HAM Gustaf Kawer memberitahu Jubi bahwa penggeledahan polisi tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan mengkritik aksi mereka sebagai aksi preman. Kawer melaporkan bahwa polisi bersenjata lengkap masuk ke rumah Werimon dan mengancam anak Werimon dengan todongan senjata, memaksanya berbaring tengkurap saat penggeledahan itu. Isteri Fonataba mengungkapkan kekecewaannya terhadap cara polisi dalam penggeledahan tersebut. Dia  menyatakan bahwa sebelum mengelilingi rumahnya, polisi awalnya masuk melalui jendela. Saat dia menanyakan kepada polisi alasan mereka menggeledah rumahnya, mereka mengatakan bahwa mereka tidak ada alasan. Polisi menyita sebuah kopor kecil, tiga parang dan beberapa kapak kecil. Mereka juga menyita ijazah diploma anak-anakyna dan Rp  1,600,000, tetapi kemudian dikembalikan. Persidangan diharapkan akan mulai pada bulan April.

Berita

Demonstrasi menentang Otsus Plus diblokir
Pada tanggal 11 Maret, Gerakan Mahasiswa Pemuda Rakyat Papua (Gempar-P), mengadakan demonstrasi memprotes Otsus Plus yang disusun secara rahasia. Para mahasiswa berkumpul di luar kampus Universitas Cenderawasih (UNCEN) untuk bergerak menuju ke kantor Gubernur sebagai tempat tujuan demonstrasi. Namun, menurut laporan dari pekerja HAM setempat, Polres Jayapura memblokir para demonstran yang berjalan menuju ke tempat tersebut, dan menyatakan dalam surat penolakan bahwa Gempar-P bukanlah organisasi yang terdaftar dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Polisi juga menulis bahwa mantan tahanan politik dan kepala Gempar-P Yason Ngelia pernah menyampaikan perasaan anti-Indonesia dalam pidato sebelumnya.

Para demonstran menuntut agar Pemerintah  Indonesia memberhentikan penyusunan RUU Otsus Plus dan meminta pemerintah daerah untuk berkonsultasi dengan masyarakat Papua dan mengadakan referendum untuk Otsus Plus. Karena kehadiran besar-besaran aparat keamanan yang memblokir perjalanan mereka ke kantor Gubernur, para demonstran dipaksa untuk membubarkan diri. Pekerja HAM mengkritik aksi polisi sebagai upaya menutup ruang demokrasi di Papua.   




Tahanan politik Papua bulan Maret 2014


Tahanan
Tanggal Penangkapan
Dakwaan
Hukuman
Kasus
Dituduh melakukan kekerasan?
Masalah dalam proses persidangan?
LP/Penjara



1
Otis Waropen
2 Maret 2014
Tidak diketahui
Penyidikan polisi tertunda
Warga sipil Nabire dituduh OPM
Belum jelas
Belum jelas
Nabire




2
Kristianus Delgion Madai
3 Februari 2014
UU Darurat 12/1951
Penyidikan polisi tertunda
Penangkapan penyelundupan amunisi di Sentani

Ya
Tidak
Penahanan kepolisian Jayapura



3



Yenite Morib
26 Januari 2014
Tidak diketahui
Penyidikan polisi tertunda
Penangkapan di gereja Dondobaga
Ya
Ya
Tahanan kepolisian Puncak Jaya



4



Tiragud Enumby
26 Januari 2014
Tidak diketahui
Penyidikan polisi tertunda
Penangkapan di gereja Dondobaga
Ya
Ya
Tahanan kepolisian Puncak Jaya




5
Deber Enumby
4 Januari 2014
UU Darurat 12/1951
Penyidikan polisi tertunda
Penangkapan senjata api Kurilik
Ya
Ya
Polda Papua




6



Soleman Fonataba
17 Desember 2013
106, 110)1, 53, 55
Menunggu persidangan
Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013
Tidak / belum jelas
Tidak
Tahanan kepolisian Sarmi




7




Edison Werimon
13 Desember 2013
106, 110)1, 53, 55
Menunggu persidangan
Penangkapan bendera Bintang Kejora Sarmi 2013
Tidak / belum jelas
Tidak
Tahanan kepolisian Sarmi



8
Yulianus Borotian
13 Desember 2013
170
Menunggu persidangan
Penangakpana warga sipil di Kerom
Ya
Tidak
Abepura



9
Petrus Yohanes Tafor
13 Desember 2013
170
Menunggu persidangan
Penangakpana warga sipil di Kerom
Ya
Tidak
Abepura



10
Wilem Tafor
13 Desember 2013
170
Menunggu persidangan
Penangakpana warga sipil di Kerom
Ya
Tidak
Abepura







11







Pendius Tabuni
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura






12






Muli Hisage
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura







13







Karmil Murib
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura






14






Tomius Mul
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura






15






Nius Lepi
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura







16







Tinus Meage
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura






17






Mathius Habel
26 November 2013
170)1,170)2 (3)
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura







18







Agus Togoti
26 November 2013
170)1,170)2 (3)
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura







19







Natan Kogoya
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura






20






Nikolai Waisal
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura







21







Penius Tabuni
26 November 2013
170)1,170)2 (3), 351)1
Dalam persidangan
Penangkapan di demo mendukung pembukaan kantor Kampanye Papua Merdeka di PNG
Ya
Ya
Abepura



22


Piethein Manggaprouw
19 Oktober 2013
106, 110
Pemeriksaan di pengadilan
Demo memperingati Konggres Papua Ketiga di Biak
Tidak
Ya
Polres Biak



23



Apolos Sewa*
28 Agustus 2013
106, 110
Dibawah Penyidikan
Penangkapan Freedom Flotila di Sorong
Tidak
Ya
Penangguhan penahanan



24


Yohanis Goram Gaman*
28 Agustus 2013
106, 110
Dibawah Penyidikan
Penangkapan Freedom Flotila di Sorong
Tidak
Ya
Penanggunahan Penahanan



25



Amandus Mirino*
28 Agustus 2013
106, 110
Dibawah Penyidikan
Penangkapan Freedom Flotila di Sorong
Tidak
Ya
Penangguhan Penahanan




26




Samuel Klasjok*
28 Agustus 2013
106, 110
Dibawah Penyidikan
Penangkapan Freedom Flotila di Sorong
Tidak
Ya
Penangguhan Penahanan



27
Stefanus Banal
19 Mei 2013
170 )1
1 tahun and 7 bulan
Penyisiran polisi di Pegunungan Bintang 2013
Ya
Ya
Abepura




28




Victor Yeimo
13 Mei 2013
160
3 tahun years  (divonis pada 2009)
Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di Jayapura
Tidak
Ya
Abepura


29


Astro Kaaba
3 Mei 2013
Makar
Unknown
Kematian para polisi di Yapen
Ya
Sidang tertunda
Tahanan polisi di Serui



30



Hans Arrongear
Tidak diketahui
Makar
Unknown
Kematian para polisi di Yapen
Ya
Sidang tertunda
Tahanan polisi di Serui




31



Oktovianus Warnares
1 Mei 2013
106, 110, UU Darurat 12/1951
3 tahun
Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei
Ya
Ya
Biak



32



Yoseph Arwakon
1 Mei 2013
106, 110,UU Darurat 12/1951
1 tahun and 8 bulan
Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei
Ya
Ya
Biak




33




Markus Sawias
1 Mei 2013
106, 110, UU Darurat 12/1951
2 tahun
Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei
Ya
Ya
Biak




34



George Syors Simyapen
1 Mei2013
106, 110, UU Darurat 12/1951
2.5 tahun
Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei
Ya
Ya
Biak



35



Jantje Wamaer
1 Mei 2013
106, 110, UU Darurat 12/1951
2 tahun
Pengibaran bendera di Biak, peringatan 1 Mei
Ya
Ya
Biak



36



Domi Mom
1 Mei 2013
106, 110
8 bulan
Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei
Tidak
Ya
Timika



37



Alfisu Wamang
1 Mei 2013
106, 110
8 bulan
Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei
Tidak
Ya
Timika




38




Musa Elas
1 Mei 2013
106, 110
8 bulan
Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei
Tidak
Ya
Timika



39



Eminus Waker
1 Mei 2013
106, 110
8 bulan
Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei
Tidak
Ya
Timika



40



Yacob Onawame
1 Mei 2013
106, 110
8 bulan
Pengibaran bendera di Timika, peringatan 1 Mei
Tidak
Ya
Timika



41


Hengky Mangamis
30 April 2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 year and 6 months
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong


42


Yordan Magablo
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong



43



Obaja Kamesrar
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong



44



Antonius Saruf
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong



45



Obeth Kamesrar
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong



46



Klemens Kodimko
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
1 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong




47




Isak Klaibin
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164
3 tahun and 6 bulan
Peringatan 1 Mei di Aimas
Tidak
Ya
Sorong


48


Yahya Bonay
27 April 2013
Tidak diketahui
Tidak diketahu
Kematian para polisi di Yapen
Ya
Sidang tertunda
Penahanan kepolisian Serui



49



Yogor Telenggen
10 Maret 2013
340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951
Menunggu persidangan
Penembakan Pirime tahun 2012
Ya
Ya
Wamena



50

Isak Demetouw (alias Alex Makabori)
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
2 tahun 2 bulan
Makar Sarmi
Tidak
Ya
Sarmi




51




Niko Sasomar
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
2 tahun 2 bulan
Makar Sarmi
Tidak
Ya
Sarmi




52




Sileman Teno
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
2 tahun 2 bulan
Makar Sarmi
Tidak
Ya
Sarmi


53


Jefri Wandikbo
7 Juni 2012
340, 56, Law 8/1981
8 tahun
Aktivis KNPB disiksa di Jayapura
Ya
Ya
Abepura



54



Timur Wakerkwa
1 Mei 2012
106
2.5 tahun
Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012
Tidak
Tidak
Abepura



55



Darius Kogoya
1 Mei 2012
106
3 tahun
Demo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012
Tidak
Tidak
Abepura


56


Selpius Bobii
20 Oktober 2011
106
3 tahun
Konggres Papua Ketiga
Tidak
Ya
Abepura



57


Forkorus Yaboisembut
19 Oktober 2011
106
3 tahun
Konggres Papua Ketiga
Tidak
Ya
Abepura



58



Edison Waromi
19 Oktober 2011
106
3 tahun
Konggres Papua Ketiga
Tidak
Ya
Abepura




59



Dominikus Surabut
19 Oktober 2011
106
3 tahun
Konggres Papua Ketiga
Tidak
Ya
Abepura


60


August Kraar
19 Oktober 2011
106
3 tahun
Konggres Papua Ketiga
Tidak
Ya
Abepura


61


Wiki Meaga
20 November 2010
106
8 tahun
Pengibaran bendera di Yalengga
Tidak
Ya
Wamena


62


Oskar Hilago
20 November 2010
106
8 tahun
Pengibaran bendera di Yalengga
Tidak
Ya
Wamena


63


Meki Elosak
20 November 2010
106
8 tahun
Pengibaran bendera di Yalengga
Tidak
Ya
Wamena


64


Obed Kosay
20 November 2010
106
8 tahun
Pengibaran bendera di Yalengga
Tidak
Ya
Wamena


65


George Ariks
13 Maret 2009
106
5 tahun
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak
Manokwari

66

Ferdinand Pakage
16 Maret 2006
214
15 tahun
Kasus Abepura tahun 2006
Ya
Ya
Abepura



67



Filep Karma
1 Desember 2004
106
15 tahun
Pengibaran bendera di Abepura tahun 2004
Tidak
Ya
Abepura


68


Yusanur Wenda
30 April 2004
106
17 tahun
Penangkapan Wunin
Ya
Tidak
Wamena




69





Linus Hiel Hiluka
27 Mei 2003
106
19 tahun dan 10 bulan
Pembobolan gudang Senjata Wamena
Ya
Ya
Nabire



70



Kimanus Wenda
12 April 2003
106
19 tahun dan 10 bulan
Pembobolan gudang Senjata Wamena
Ya
Ya
Nabire



71



Jefrai Murib
12 April 2003
106
Seumur hidup
Pembobolan gudang Senjata Wamena
Ya
Ya
Abepura


72

Numbungga Telenggen
11 April 2003
106
Seumur hidup
Pembobolan gudang Senjata Wamena
Ya
Ya
Biak


73

Apotnalogolik Lokobal
10 April 2003
106
20 tahun
Pembobolan gudang Senjata Wamena
Ya
Ya
Biak

* Apolos Sewa,  Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino dan Samuel Klasjok saat ini menghadapi dakwaan makar. Walaupun mereka dibebas bersyarat sehari setelah penangkapan mereka, mereka masih menjalani pemeriksaan dan rentan untuk ditahan lagi. Pada saat ini mereka dikenakan wajib lapor ke kepolisian dua kali seminggu.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam kerangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah sebuah upaya tentang tahanan politik di Papua Barat. Tujuan kami adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.

Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi.  Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org


RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...