Kamis, 18 Februari 2010

11 kursi Membawa petaka di Papua



        Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian gugatan Barisan Merah Putih (BMP) akan status 11 kursi di legislatif Papua.
Melalui putusan MK memerintahkan adanya penambahan 11 kursi di DPR Papua untuk orang asli Papua, sebagaimana yang diamanatkan UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus. Dengan penambakan 11 kursi ini, maka jumlah kursi yang tadinya 56, bakal menjadi 67. Jika dihitung-hitung mungkin pertama kali di Indonesia jumlah anggota DPR tingkat Provinsi terbanyak.
Memang wajar jika 11 kursi itu diberikan kepada orang asli Papua. Selain karena sudah merupakan amanat Ostus, juga sangat pantas jika ada jatah kursi lebih untuk orang asli Papua yang sudah cukup lama ‘terjajah’.
Meski tak bisa dipungkiri dengan melihat komposisi anggota DPRP yang ada saat ini telah didominasi orang asli Papua. Kalangan ‘imigiran’ atau pendatang, kini tingggal seberapa ‘biji’, bisa dihitung dengan jari.
11 Kursi sebagai perintah undang-undang mutlak harus dijalankan. Bagi yang menghalang-halangi atau menghambat sama saja melawan hukum negara. Apalagi yang memutuskan adalah lembaga peradilan tertinggi negara yaitu MK.
Hanya saja meski itu sudah putusan MK, tapi tidak mudah bagi perangkat di bawahnya untuk merealisasikan. Ada sejumlah kendala teknis yang menghadang.
Karena itu, memang dibutuhkan perangkat yang mengatur implementasinya yaitu Perdasus (Peraturan daerah khsusus). Maka, pertanyaanya saat ini apakah Perdasus, hasil  diproduk MRP sebagai lembaga representatif kultural orang Papua itu sudah siap. Kalau tidak,  maka 11 kursi amanat Ostsus  ini bisa-bisa berubah menjadi ‘petaka’ bagi orang asli Papua sendiri. Ada potensi konflik di sana.

Akan terjadi perebutan kursi, kepada siapa 11 kursi itu diberikan dan siapa saja yang berhak. Mungkin orang gunung saja kah atau sebaliknya ke orang Pantai saja. Atau demi pemerataan atau  keadilan, perlu dibagi rata. Itu artinya yang dibutuhkan bukan jumlah yang kursi yang ganjil tetapi genap. Misalnya 12 kursi?. Belum lagi jika ada pihak yang merasa ‘berjasah’ atau yang berjuang selama ini, meminta jatah kursi, misalnya saja kelompok Barisan Merah Putih. Ataukah kelompok Dewan Adat atau elemen lainnya yang sama-sama mengaku punya hak yang sama. Akhinya 11 kursi akan menjadi rebutan empuk dan semoga tidak berujung .
Kita mungkin masih ingat bagaimana ribetnya dan ruwetnya Pemilihan legislatif lalu di Papua. Di hampir sejumlah daerah bermasalah, termasuk di lingkungan DPR Papua sendiri. Ada kantor pemerintah dan KPUD dibakar massa yang kecewa, sebut saja pembakaran kantor KPU Tolikara oleh massa caleg yang kecewa.
Ada sejumlah orang yang ditahan polisi. Ironisnya, lagi kecurangan itu lebih banyak dilakukan penyelenggara pemilu. Buktinya ada sedikitnya 10 KPUD atau lebih KPUD di Provinsi Papua yang direkomendasikan Panwas untuk diganti, karena curang.
 Mulai dari kasus jual beli suara, penggelembungan suara sampai pada adanya TPS siluman, seperti di wilayah Distrik Abepura. Dan dampak dari konflik Pileg
tersebut sampai-sampai saat ini masih ada DPRD yang belum dilantik akibat bermasalah. Bahkan demo-demo masih saja terjadi memprotes hasil pileg lalu
 Kembali ke masalah 11 kursi tadi, agar tidak terjadi konflik, maka
Perdasus  mutlak ada. Dimana akan mengatur mulai dari sistim perekrutannya sampai menyangkut tugas-tugasnya di DPRP nantinya.
  Bila posisi 11 kursi di DPR-Papua ini dipaksakan, maka akan muncul persoalan baru, soalnya peran dan posisi mereka tidak diatur dalam alat kelengkapan dewan, sebab  mereka ini tidak melalui pemilihan umum legislatif yang lalu tapi akan ditunjuk dan mewakili representatif orang asli Papua di DPR-Papua.
 Melihat persoalan ini akan rumit, maka yang terpenting saat ini adalah semua pihak mulai dari MRP,DPRP, KPU Papua dan Gubernur harus mendorong proses perdasi/perdasus sebagai aturan implementasinya. Sementara seluruh rakyat Papua harus bersabar menunggu sampai aturan hukumnya tuntas. Semoga.

    Bila kalau dilihat dari sisi yang lain nya  ini hanya bias timbul karena ada kepentingan segelintir orang untuk menghancurkan tanah papua ini seperti Barisan Merah putih(BMP)  ,akhirnya MK bisa mengabulkan hasil gugatan nya,itupun politik permainan Pemerintah Pusat agar PAPUA tidak lepas dari NKRI



Oleh    Kilion Alfrengky Wenda
 DA  :Daud
 IS    :Isak
 I      :Inuryna
 RE   Resina

Tidak ada komentar:

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...