Minggu, 12 Mei 2013

Akar konflik papua


Kilion Wenda
Sejarah integrasi tidak jelas, Pelanggaran HAM, kegagalan Pembangunan Marginalisasi Orang papua,
Jika dilihat dari sejarah, konflik di tanah papua sudah bisa di rasakan sejak awal kemerdekaan indonesia. Kekisruan makin terlihat ketika daerah ini tergabung kepada Indonesia setelah adanya penandatangan kesepakan politik antara RI-Belanda yang difasilitasi PBB pada 19962
Awalnya  saat bergabung, provinsi yang memiliki luas 427,981 km persegi dan terletak di koordinat 130 derajat- 141 derajat lintang timur, dan 2,25 derajat utara-9 derajat selatan ini memiliki nama Irian Barat (1962-1963) dan berubah menjadi Irian Jaya ( 1973-2001) nama “Iryan” di perkenalkan oleh Marcuc W kaisepo pada september 1945, yang dalam bahasa Biak Numfor berarti sinar matahari atau tanaha yang panas ( the hot land) barulah oleh presiden Abdul rahman Wahid pada 1 januari 2000, nama provinsi Papua kemudian di legalkan melalui UU No 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi papua, dan sejak 10 november 2004 dengan keputusan mahkama konstitusi No 018/PUU-I/2003 area ini terdiri dari dua Provinsi: Provinsi Papua Barat dan papua yang terdiri dari 29  daerah pemerintahan dan dua kota praja.
Kesehatan masyarakat di daerah cukup sangat memprihatinkan. Penyakit-penyakit seperti malaria, infeksi pernapasan, dan disentri adalah penyebab utama dari kematian anak, dengan tingkat kematian anak yang  berkisar sampai 70 sampai 200 per 1,000 jiwa. Lebih dari 50% anak yang di bawah umur 5 tahun bergizi buruk, dan tingkat imunisasi pun rendah. Penyebaran  HIV/AIDS berkisar 40 kali lebih buruk dari rata-rata nasional penyebaran penyakit kematian ini di perparah dengan aktifitas seksual bebas yang meingkat, tingkat buta hrurf yag  tinggi, dan pencegahan dan penahan yang  minim untuk penyakit ini.
Semenjak terintegrasi dengan Indonesia, pergolakan di Papua tidak juga surut, hal ini di sebabkan  dari ada perbedaan presepsi mengenai landasan historis penyatuan kawasan tersebut dengan Indonesia. Gerakan-gerakan separatis bersenjata bermunculan dan menyeruak di sepanjang lebih dari tiga dekade bergabungnya papua dengan indonesia, juga bermunculan adanya indikasi pelanggaran Hak asasi manusia.
Secara sederhana, terminologi konflik dapat di definisikan sebaga relasi yang  menggambarkan ketidaksejalanan sasaran yang dimiliki atau yang di  rasa dimiliki oleh dua pihak atau lebih. Sedangkan kekerasan di artikan sebagai kegiatan yang mmencakup tindakan, sikap, berbagai struktur atau  sistem yang menyebabkan kerusakan fisik, mental sosial atau lingkungan dan atau menghalangi seseorang meraih potensi penuh. Konflik atau perang internal di bagi  dalam dua jenis pertama, perang atau konflik yang terjadi antara pemerintah dengan gerakan separatis yang ingin memerdekakan diri ( konflik fertikal); kedua, konflik terjadi antar kelompok di dalam negara atau lebih di kenal sebagai perang sipil ( konflik horisontal)
Selanjutnya, Muscat mengungkapkan, konflik biasanya muncul ketika adanya beberapa pemicu (triggers) dalam situasi yang tengah rentan terjadinya pertikaian. Konflik menurutnya ditimbulkan karena adanya perbedaan politik, ekonomi, yang cukup mencolok antar dua kelompok, ia melihat sumber utama terjadinya kekerasan dalam konflik yang  di sebabkan oleh politik, etnis  dan budaya adalah tidak adanya pembangunan dan  ekonomi  yang bisa menggeliminasi kemiskinan.
Sementara William J.Dixon mengategorikan konflik dalam dua hal pokok, pertama, konflik timbul dari pengakuan bersama atas kepentingan dan nilai-nilai dasar yang saling berbenturan; kedua, konflik merupakan gambaran yang sangat jelas dari hubungan sosial. Konflik yang berlangsung terus menerus dalam suatu negara bisa di sebabkan dengan adanya krisis dalam pemerintahan terasuk tidak adanya tujuan perdamaian dalam resolusi konflik, kebijakan yang lumpuh( polici paralysis) dan krisis kemanusiaan yang hebat.
Khusus untuk konflik internal, Michael E Brown menjelaskan ada dua pendorong yang menjadi penyebab terjadinya sengketa, yakni dari internal ( internally driven) dan eksternal ( externally-driven). Sementara faktor pemicu konflik saling berkaitan satu sama lain.Brown berargumen hampir semua konflik internal di pucu oleh problem internal dan di lakukan oleh aktor yang berada pada tingkatan elit. Pemimpin yang buruk telah menjadi katalis perubahan yang telah menjadi perang terbuka. Sementara, masalah pada tawaran mas-level seperti pada dampaknya pembangunan ekonomi, modernisasi atau diskriminasi politik dan ekonomi lebih pada penciptaan kondisi yang tersirat (underlyng condition) yang kemudian membuka peluang terjadinya konflik.


Table penyebab yang  dekat dari oknflik internal
(the proximate cause of internal conflict)

Pendorong dari internal
Internality driven)
Pendorong dari external
(Externaliti-driven)
Elite-level
Pemimpin yang buruk (bat leaders)
Negara tetangga yang buruk
( bat neighbors)

Problem domestic yang buruk
(bad domestic problems)
Lingkungan sekitar yang buruk
(but neighborhoods)


 Jika melihat literatur ada banyak riset yang mncermati konflik di tanah papua. Ester Heidbuchel (2007) misalnya  mengkategirikan konflik papua dalam empat level; pertama adalah subjective level yakni perbedaan stereotip orang papua dengan indonesia, perbedaan ras,ketakutan disintegrasi versus ketakutan untuk dimusnahkan, ketidakpercayaan pemerintah terhadap warga papua  dan begitu pula sebaliknya; kedua adalah issue level  yakni inkonsistensi kebijakan, pelanggaran HAM dan korupsi . ketiga adalah damand level, yakni integritas atau persatuan nasional versus tuntutan merdeka atau pelurusan sejarah. Keempat compromissie level, yakni otonomi khusus.
Konflik papua secara sederhana menururt amich Alhumani dapat di lihat dari dua sisi, yakni sisi Ekonomi dan politik. Faktor utama yang bisa menjelaskan  sisi dimensi ekonomi adalah ekspoloitasi sumber daya alam (SDA) Papua yang  tidak di rasakan oleh warga setempat. Semua orang tahu bahwa propinsi Papua adalah propinsi yang kaya di Indonesia. Akan tetapi fakta menunjukan standar hidup penduduk asli masih dibawah rata-rata daerah lain. Kebijakan pemerintah pusat telah menghasilkan adanya kesenjangan kesejahteraan ekonomi  yang besar di antara penduduk Papua tidak puas dengan strategi pembangunan nasional yang disiapkan pemerintah pusat yang telah nyata bahwa ketidak sejajaran kesejahteraan
 Tidak ada respon yang memadai atas ketidakpuasan itu juga yang kemudian membawa masalah ke wilayah politik. Kekecewaan atas praktik marjinalisasi yang di lakukan pemerintah pusat akhirnya membuat  beberapa kelompok elit memperjuangkan  kemerdekaan.meski pemerintah sudah menerapkan Otonomi Khusus (Otsus) sejak tahuin 2001, beberapa elemen di Papua sudah tetap menyuarahkan pemisahan  diri dari Indonesia . selain melakukan konsolidasi di tingkat akar rumput, mereka juga menggalang dukungan Internasional dengan melakukan kampanye dalam sejumlah forum Internasional.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sementara tim Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membagi sumber konflik Papua ke dalam empat isu Utama: Pertama, sejarah integrasi dan status identitas politik. Pada problem ini konflik papua di dasarkan pada adanya perbedaan cara pandang antara nasionalis Indonesia dan nasionalis Papua atas sejarah peralihan papua kekuasaan papua dari Belanda ke Indonesia. Nasionalis Indonesia memandang polemik penyerahan kekuasaan dan status politik Papua telah selesai dengan adanya PEPERA 1969 dan di terimanya  hasil penentuan tersebut  oleh majelis umum sidang PBB. Sementara, nasionalis Papua berpandangan PEPERA 1969  itu sendiri terjadi banyak kecurangan yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia, kalah itu termasuk dalam 1.025 perwakilan warga.Terlebih nasionalis papua berpegang pada insiden 1 desmber 1961.
Kedua, problem kekerasan politik dan pelanggaran HAM. Lipi mencatat problem ini muncul  sebagai ekses dari pandangan dari keutuhan NKRI adalah  harga mati dan gagasan memisahkan diri  merupakan tindakan melawan  hukum yang di kemudian di identifikasikan secara militeristik sehingga upaya tersebut di artikan dengan menggunakan pendekatan keamanan sebagai solusi untuk mengakhiri perbedaan. Hasilnya rakyat Papua mengalami kekerasan politik dan terlanggar hak asasinya akibat pelaksanaan tugas memerangi organisasi Papua Merdeka (OPM). Negara seharusnya hadir sebagai institusi yang mensejahterahkan justru muncul sebagai sosok yang berwajah sangar.
Ketiga, adalah problem kegagalan pembangunan. Topik pembangunan di jadikan salah satu isu utama yang menjadi akar konflik di Papua  di karenahkan adanya ketimpangan yang terjadi. Gap ekonomi dan pembangunan, jika di bandingkan dengan daerah lain, lalu diskriminasi kebijakan pusat ke daerah dan eksploitasi besar-besaran yang di lakukan terhadap kekayaan alam Papua  adalah beberapa hal yang menjadikan  pemerintah gagal melakukan pembangunan di Papua. Ironisnya, data menunjukan pembangunan ekonomi justru lebih banyak di lakukan di erah sebelum  dari pada setelah pelaksanaan otsus.kondisi ini di perparah dengan adanya tingkat kecemburuan sosial yang tinggi antara penduduk asli  dan pendatang atas penguasaan sektor perekonomian.
Terakhir, persoalan marginalisasi orang papua dan inkonsistensi kebijakan otsus. Seperti juga telah di singgung Amich Alhumami,praktek marginalisaidapat jelas terlihat di Papua. Tim lipi menjelaskan marginalisasi dapat di lihat pada asprk demografi, sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya, seringkali di identikan dengan kegiatan separatisme. Sedangkan dari bidang politik terutama di erah orde baru, orang  Papua tercatat beberapa kali menduduki jabatan gubernur.
Sedangkan inkonsistensi kebijakan otonomi dapat di lihat beberapa contoh kasus, seperti adanya pemekaran provinsi Papua menjadi tiga bagian yakni  Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, seiring dengan keluarnya  Inpres No 1 tahun 2003 tentang percepatan pelaksanaan undang-undang no 45 tahun 1999 tentang pembentukan propinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, kabupaten Paniai, kabupaten Mimika, kabupaten Puncak Jaya, dan kota Sorong,yang berisi inplementasi UU no 45 tahun 1999  tentang  pembentukan propinsi Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, kabupaten Puncak Jaya, kabupaten Paniai, kabupaten Mimika, dan kota Sorong, pada hal secara hukum. Pemekaran ini mengabaikan  UU No 21 tahun 2001 tentang otonomi ksusus bagi provinsi Papua yang jelas mengamanatkan pemekaran provinsi Papua di lakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua. Dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya. Apa yang di lakukan pemerintahan presiden Megawati juga di artikan sebagai bentuk pengingkaran atas upaya yang pernah di lakukan. Pemerintahan B.J. Habibie dalam mencari solusi damai mnegakhiri konflik papua.
 Sedari awal, kebijakan otsus dapat di ambil sebagai salah satu cara untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Papua, termasuk perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua dan keuntungan secara ekonomi.  Meski disisi lain pemerintah pusat tetap menjaga pengaruh terhadap pemerintah propinsi dan tidak membuka  peluang untuk pengakuan terhadap hak tanah bagi warga Papua. Otto Ondowame juga mencatat pemerintah pusat juga memiliki hak untuk mengontrol ketak  perda khusus, perdasi dan keputusan Gubernur. Dan pada akhirnya, otsus tidak mencerminkan kebutuhan semua  warga Papua.
Secara umum otsus memang, mengakomodasi sejumlah tuntutan warga papua  termasuk  otonomi luas, fiskal dan pembentukan  MRP. Ada beberapa imlikasi yang berkaitan dengan di terapkannya otsus, seperti yang di jelaskan Rodd,Mc.Gibbon yaitu, Pertama, luasnya RUU otsus papua, menunjukan adanya kampanye advokasi yang terencana secara baik oleh kepentingan Papua yang telah membawa  perubahan di tibgkatan DPR.  Tim penyusun RUU otsus Papua mampu menutupi kekurangan analisis dari riset DPR  melalui advokasi dan penguatan kemampuan untuk menangkal upaya pekemahan produk legislasi.
Kedua,  di sahkannya otsus menunjukkan jakarta telah mengadopsi strategi yang berbeda dalam mengalami masalah Papua. Penerapan otsus mau tidak mau secara eksplisit menandai adanya pengakuan tersebut juga  di lakukan dalam bentuk pendirian institusi berbasis etnisitas, yakni MRP; dan ketiga apa yang di lakukan ini juga mengndikasikan bahwa pemerintah telah menunjukan itikat untuk mengakomodasi kebutuhan Papua.
Akan tetapi dari Universitas Toronto, Jacques Bertrand, mencatat tidak ada jaminan pelaksannaan otsus bebas dari kemungkinan perubahan. Beberapa kelemahan otsus antara lain (1) banyaknya celah ambiguitas yang tedapat dalan UU No 21 tahun 2001, semisal tidak ada spesifikasi, peran yang jelas antara DPR papua  dengan MRP;(2) dualisme posisi Gubernur- perpanjangan tangan pemerintah pusat dan pemimpin Papua pada level tertentu dapat menyulitkan Gubernur untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat Papua; (3) tidak adanya ‘ desentralisasi’  kewenangan  pengelolaan keamanan; (4) UU otsus tetap akan mengacu  pada UUD 1945 sehingga pelaksanaannya  tidak dapat melanggar UU lain ataupun merusak keutuhan NKRI; (5) DPR tetap berpeluang untuk merevisi UU otsus karena lembaga tersebut mewakili wewenang legislasi.
Skretariat Keadilan dan perdamaian jayapura
 Tinjauan sedikit berbeda mengenai sumber konflik Papua di uraikan tim sekretariat kedilan dan perdamaian (SKP)  keuskupan Jayapura. Setidaknya ada empat sumber konflik yang di temukan yaitu: pertama, suasanna peradilan (Budaya). Tim SKP melihat perubahan  dengan cepat di Papua seiring  bergulirnya waktu yang membawa kompleksitas tersendiri ternyata tidak bisa  di imbangi denngan nilai-nilai adat istiadat yang selama ini menjadi pegangan warga Papua. Ketidakadilan pegangan inilah yang membuka celah konflik menjadi besar., kedua, suasana kependudukan ( kemajemukan) tingginya arus transmigrasi ke Papua yang pada awalnya di dorong pemerintah pusat- telahmenimbulkan kecemasan etrsendiri bagi  penduduk asli. Warga pendatang yang memiliki perbedaan budaya,gaya hidup, gaya religiusitas,kedudukan,kekuasaan dan lain-lainn kemudian dilihat  sebagai sebuah kemajemukan yang harus di terimah melainkan lahan konflik penduduk asli sering merasa di perlakukan diskriminatif dan di anggap tradisional sehingga fenomena multikultur yang sejatinya tidak menonjolkan perbedaan justru malah memperuncing keadaan.
Lebih lanjut, sumber konflik yang ke tiga  adalah suasana ekonomi,( kesejahtraan), gesekan antara warga pendatang dan penduduk asli apua ternyata juga di ikuti dengan kecemburuan dari sektor ekonomi. Warga pendatang sering kali memiliki posisi yang lebih baik pada wilayah ekonomi dari pada penduduk asli  kenyataan ini tidak hanya antara pendatang dengan  penduduk asli bahkan terjadi pula antar  suku, kelompok ataupun keluarga, yang ada di Papua.kondisi ini di perpara dengan masih kentalnya, budaya proyek praktik perebutan kekuasaan lingkungan di papua.
Khusus konflik komunal maupun pendatang pedudukk asli,pemandangan ini bukanlah hal yang baru terjadi di bumuh cenderawasih ini. Sebagai sebuah daerah yang di huni kurang lebih dari 250 suku, konflik antar penduduk asli menjadi sesuatu yang wajar. Konflik jenis ini sering kali berhubungan dengan adat kebiasaan yang berbeda dan di akhiri dengan perang antar suku/ meskipun demikian, mekanisme resolusi konflik secara adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat papua.
Sumber konflik Papua yang ke empat  adalah suasana sosial politik ( hak-hak dasar). Tidak bisa di pungkiri lagi, suasana sosilal politik di papua sering kali di nilai rawan. Intimidasi,kekerasan fisik dan nonfisik misalnya sudah mnejadi pemandangan sehari hari di tanah papua. Kondisi ini di perparah dengan masih  belum jelasnya sejarah masyarakat papua terutama misalnya, yang menyangkut penghargaan dan pengakuan jati diri  serta hak dasar untuk menentukan  nasip sendiri telah menjadikan masyarakat memiliki mimpi untuk menghirup kebebasan. Dan inilah yang memicu ketegangan dan konflik’.
Institute for Recearch anda Empowerment
Untuk konflik antara pendatang untuk penduduk asli penelitian Institute  for Recearch and Empowerment (IRE) yogyakarta menyebutkan gesekan ini lebih di kategorikan sebagai kebudayaan ekonomi yang memiliki perbedaan mendasar. Di satu sisi penduduk asli masih pada tahapan masyarakat  sederhana yang berorientasi dengan mengadaptasi alam. Di sisi lain, pendatang yang kemudian lebih banyak mendominasi perekonomianberada pada tahapan masyarakat budidaya dan menguasai dunia perdagangan.
Menurut IRE terjadinya dua jenis konflik di atas di sebabkan atas tiga hal yakni: (1) pelanggaran hak kepemilikan tanah yang di lakukan pemerintah pusat dan daerah demi membela kepentingan bisnis dari pada mensejahterakan rakyat Papua. (2) adanya konflik antara pemda dan perusahaan akibat tidak terserapnya pekerja yang berasal dari penduduk asli dan (3) perusahaan cenderung membuat enclave yang bergelimang kemewahan di tengah komunitas suku-suku asli papua.

sumber: kumpulan dari semua media:Buku, Televisi, Koran,dll

KANTOR OPM DI OXFORD DAN REAKSI PEMERINTAH INDONESIA

Oleh: Socratez Sofyan Yoman
Socratez Sofyan Yoman
Kita semua ikuti reaksi pemerintah dari berbagai media massa di Indonesia yang  berhubungan dengan pembukaan kantor OPM pada  28 April 2013 di Oxford. Pembukaan ini dihadiri  anggota Parlemen Inggris sebagai Koordinator Parlemen Internasional untuk Kemerdekaan Papua Barat (IPWP) Andrew Smith, Wali Kota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, mantan Wali Kota Oxford Elise Benjamin,  dan Jeniffer Robinson, Charles Foster dari  pembela dan penasihat hukum Internasional untuk Papua Barat Merdeka dan seorang pemain Rugby Nasional Papua New Guinea Paul Aiton.
Reaksi Pemerintah Indonesia
Reaksi Pemerintah Indonesia pada waktu Pembentukan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP)pada 15 Oktober 2008, di kantor Parlemen Inggris di London   dan  pembukaan kantor OPM di Oxford  28 April 2013 sangat berbeda. Reaksi pemerintah menyikapi peristiwa pembentukan IPWP lima tahun yang lalu seperti yang pernah disampaikan menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wiradjuda : “ kegiatan di London itu hanya kongkow-kongkow saja karena dihadiri oleh tiga orang anggota Parlemen Inggris dari semua yang diundang”. Peristiwa pembentukan IPWP itu dianggap remeh dan tidak ada dampak politik secara luas.
Sebalilknya, pembukaan Kantor OPM di Oxford tahun ini, pemerintah Indonesia memberikan reaksi keras kepada Pemerintah Inggris Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa  memanggil Duta Besar Inggris Mark Canning untuk diminta penjelasan dan pertanggungjawaban.  Mark Canning menyampaikan posisi Pemerintah Inggris adalah tetap mendukung keutuhan wilayah Indonesia, termasuk Papua.
Dinilai  dari bobot reaksi Pemerintah Indonesia seperti ini sangat memalukan kita semua.  Pemerintah Indonesia menjadi negara  paranoid. Pemerintah Indonesia diselimuti dengan rasa ketakutan yang sangat luar biasa dan berlebihan. Kalau pemerintah Indonesia paranoid-nya sudah berlebihan, patut dipertanyakan Apa yang dilakukan dan disembunyikan pemerintah  Indonesia terhadap rakyat Papua selama 50 tahun? Mengapa pemerintah tidak mengijinkan wartawan asing masuk Papua?
Pemerintah Indonesia harus menyadari dan mengakui kejahatan yang dilakukan dan kegagalan selama  50 tahun di Papua.  Sangat memalukan, pemerintah Indonesia  menyerang pemerintah Inggris dan Negara-negara lain yang simpati dan mendukung rakyat Papua untuk  penegakkan hak asasi manusia dan demokrasi sebagai pilar dan nilai universal.  Pembukaan kantor OPM di Oxford adalah hak politik rakyat dan bangsa Papua yang diperjuangkan selama 50 tahun. 
Respons  Rakyat Papua
Sementara reaksi rakyat Papua terhadap pembukaan kantor OPM di Oxford adalah disambut dengan penuh sukacita di seluruh Tanah Papua. Rakyat Papua melihat dan menilai bahwa pembukaan kantor OPM di Oxford merupakan cahaya kecil kemenangan dan harapan  yang diraih oleh rakyat Papua yang sudah diperjuangkan dan dinantikan selama 50 tahun dengan cucuran darah dan tetesan air mata. 
Menurut  rakyat Papua, walupun Pemerintah Inggris  dan Negara-negara lain di dunia internasional tidak mendukung perjuangan Papua Merdeka dan mereka tetap mendukung Indonesia, rakyat Papua sudah sadar, bahwa yang berjuang untuk bebas dan berdaulat penuh di atas tanah leluhurnya adalah rakyat Papua  bukan pemerintah Inggris dan negara-negara asing. Walaupun, rakyat Papua sangat membutuhkan dukungan Negara asing.  
Dalam semangat ini, rakyat Papua sudah merasa mendapat beberapa   keuntungan  dari pembukaan kantor OPM di Oxford adalah (1) persoalan Papua sudah menjadi masalah nasional dan  internasional. Sudah tidak lagi rahasia umum.  (2) Reaksi keras dan berlebihan Pemerintah Indonesia dapat memperkuat dan membuka mata komunitas internasional tentang masalah Papua yang selama ini ditutup-tutupi. (3) Sekarang Rakyat Papua sudah menyadari bahwa dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat demi masa depan mereka dan anak cucu  yang lebih baik dan damai tidak sendirian.  (4) Diplomasi pemerintah Indonesia yang berbasis pada  kebohongan-kebohongan selama ini  tidak berhasil meyakinkan komunitas internasional.  (5) Rakyat Papua yakin bahwa dunia sekarang semakin mengglobal dan masalah Papua yang disembunyikan selama ini sudah tidak lagi menjadi rahasia.  (6) Rakyat Papua semakin mendapat kepercayaan bahwa perjuangan melawan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia harus dilawan dengan cara-cara elegan bermartabat dan manusiawi, yaitu: lobby dan diplomasi di tingkat nasional dan internasional dengan menyampaikan bukti-bukti kejahatan dan kegagalan pemerintah Republik Indonesia atas Papua selama 50 tahun.
Reaksi PBB
Menanggapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah Indonesia atas Papua,  Komisioner HAM PBB Ibu Navi Pillay   di Genewa pada 2 Mei 2013 menyampaikan kekecewaannya atas kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil Papua.  Pillay menyatakan ada banyak tanahan politik di Papua, tidak ada kebebasan berpendapat dan berkumpul rakyat Papua.  “Setelah kunjungan resmi saya ke Indonesia bulan November tahun lalu, saya  kecewa atas kekerasan dan penyelahgunaan kekuasaan terus berlangsung di Papua.  Tidak ada pertanggungjawaban  terbuka terhadap kekerasan yang terjadi di Papua. Saya mendesak Indonesia untuk mengijinkan wartawan asing  masuk Papua dan difasilitasi pelapor Khusus Dewan HAM PBB”. (Sumber: Jakarta Globe, Saturday May 4, 2013, hal.8) 
Pembukaan kantor OPM di Oxport tidak terlepas dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Pemerintah Indonesia di Tanah Papua. Dalam penegakkan HAM dan demokrasi, pemerintah di Indonesia mendapat raport merah dan  rekor terburuk dalam laporan PBB.  Penilain ini terbukti dengan tekanan dari Negara-negara anggota PBB( Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Kanada, Norwegia, Korea Selatan, Jepang, Prancis, Jerman, Meksiko, Selandia Baru, Australia, Spanyol  dan Italia) dalam Sidang HAM PBB (UPR)  23 Mei 2012 di Genewa, Swiss.
Rekomendasi dari Negara-negara anggota PBB  ini belum dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Sebaliknya, pemerintah Indonesia meningkatkan kekerasan dan kejahatan Negara atas rakyat Papua belakangan ini.    Tekanan dari PBB dan masyarakat Internasional itu sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah Indonesia dengan sungguh-sungguh membangun Papua sejak Papua dianeksasi ke dalam wilayah Indonesia melalui rekayasa politik melalui PEPERA 1969
Kita patut pertanyakan sekarang setelah 50 tahun Papua dalam Indonesia.  Apakah  orang Papua sudah dimajukan dan berkembang dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan? Apakah pemerintah menghormati dan melindungi martabat dan hak-hak asasi orang Papua?  Bagaimana rakyat Papua sangat miskin di atas tanah dan sumber daya alam yang kaya? Apakah tidak ada tahanan politik di Papua? Mengapa Filep Karma dan Forkorus dan kawan-kawan sebagai tanahan politik tidak dibebaskan? Bagaimana pertanggungjawaban pemerintah Indonesia atas kejahatan dan pelanggaran HAM selama 50 tahun dan pembunuhan 3 orang di Sorong Papua tanggal 1 Mei 2013? Bagaimana pertanggungjawaban pemerintah terhadap 2.200 anak Kristen Papua  yang dibawa ke Jawa Barat dan dididik dalam Pesantren dan di-Islam-kan yang selidiki oleh wartawan Michael Bacheland dimuat dalam laporan majalah The Sydney Morning Herald? 
Sebenarnya, ada kesempatan baik bagi  pemerintah Indonesia untuk memperbaiki rekor terburuk,  pemerintah dan sebagian orang terdidik Papua merancang UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Undang-Undang Otonomi Khusus disahkan  DPR RI,  Pemerintah  dan didukung negara-negara asing. Ternyata Otonomi Khusus yang menjadi jalan tengah penyelesaian masalah Papua yang berprospek damai dan bermartabat itu telah gagal dan menjadi malapetaka terhadap rakyat Papua.  Otsus telah gagal, Pemerintah Indonesia menggantikan UP4B tanpa diminta pendapat rakyat Papua. Tapi sayang, UP4B  itu juga telah gagal dilaksanakan. Sekarang Pemerintah Indonesia sudah menyatakan Otsus Plus. Apa yang terjadi ke depan kalau pemerintah Indonesia terus-menerus berbohong dengan rakyat Papua?  
Kenyataan ini membuktikan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia di Tanah Papua telah gagal melindungi dan mengindonesiakan penduduk orang asli Papua. Keprihatinan ini sudah  disampaikan oleh orang Papua dalam (a) 11 rekomendasi Musyawarah Majelis Rakyat Papua Dan Masyarakat Asli Papua pada 9-10 Juni 2010; (b) Komunike bersama pimpinan  Gereja pada 10 Januari 2011; (c) Deklarasi teologi para pemimpin Gereja 26 Januari 2011;  dan (d) pesan profetis Pimpinan Gereja Papua kepada Presiden RI, 16 Desember 2011 di Cikeas, Jakarta.
Solusi yang diusulkan
1.         Dialog  damai, jujur dan setara tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga yang netral antara wakil-wakil rakyat Papua yang sudah dipilih dan ditetapkan seperti:  Rex Rumakiek di Australia, Otto Ondowame di Vanuatu, Benny Wenda di Inggris, Leoni Tanggahma di Belanda dan Otto Mote di Amerika) dan wakil Pemerintah Indonesia. Dibutuhkan keterlibatan pihak ketiga yang netral karena persoalan Papua adalah masalah yang berdimensi internasional karena ada keterlibatan langsung PBB, Amerika dan Belanda. 
2.         Rakyat dan bangsa Papua diberikan kesempatan untuk mengatur dirinya sendiri  (Self-Determination) dengan komitmen-komitmen politik, keamanan, dan ekonomi antara Papua dan Indonesia. Usulan ini sepertinya dianggap ekstrim Namun demikian, menurut saya usulan ini sangat relevan sesuai realitas dan tuntutan rakyat Papua selama ini karena  Pemerintah Indonesia sudah tidak dipercaya lagi oleh rakyat Papua.
Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.

Senin, 22 April 2013

Peluncuran website: www.papuansbehindbars.org

Jayapura, Selasa 16 April 2013

Pada hari ini Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Tanah Papua bekerjasama dengan sejumlah LSM HAM di Jakarta dan Internasional secara resmi meluncurkan sebuah situs internet yakni: www.papuansbehindbars.org, atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘Orang Papua Dibalik Jeruji’, yang diperuntukan bagi advokasi hak-hak para tahanan politik yang mendekam di berbagai penjara di Papua. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Tanah Papua, hingga akhir Maret 2013 terdapat 40 orang tahanan politik yang ditahan di dalam berbagai penjara di Papua.
Website ini merupakan media untuk menyampaikan keberadaan tapol, sejarah tapol-napol Papua, mereka yang disiksa, ditolak akses terhadap pendampingan hukum, dipaksa untuk mengaku, dan segala macam bentuk pelanggaran HAM lainnya.  Keberadaan para tahanan politik ini tidaklah mesti diingkari seperti pernyataan Menkopolkam Indonesia, Djoko Suyanto bahwa yang ada dalam tahanan di Papua hanyalah para pelaku tindak pidana yang menjalani pembinaan. Hal lain yang akan dimuat dalam website ini adalah update situasi di dalam penjara.
Penting untuk mengupayakan dihormatinya hak asasi para tahanan yang ditahan di berbagai tahanan polisi saat mereka menjalani penahanan, pemeriksaan atas dugaan pelanggaran makar, maupun mereka yang menjalani masa tahanan sebagai akibat dari putusan proses pengadilan kasus makar. Hal ini tak lain karena berbagai kisah pelanggaran HAM seperti penyiksaan, dan lain sebagainya, yang terjadi mulai dari masa penangkapan, pemeriksaan, hingga ketika mereka menjalani masa tahanan sebagai akibat putusan pengadilan atas kasus mereka.
Terlepas dari fakta bahwa pemerintah Indonesia sudah mengesahkan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil and Political Rights)melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, termasuk pula  pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment of Punishment)  melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, yang terjadi adalah seluruh kasus makar yang diproses lewat lembaga pengadilan Negara di Papua, sejak disahkannya kedua Kovenan tersebut di atas, tetap menggunakan KUHP Nomor 107 dan Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1951 yang jelas bernuansa pidana. Status para tersangka maupun mereka yang menjalani masa hukuman di penjara dalam kasus-kasus makar tak ada bedanya dengan para narapidana lain yang melakukan tindak kriminal lainnya seperti pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya. Maka tak heran sikap brutal aparat mulai saat penangkapan, penahanan bahkan dalam menjalani masa tahanan sebagai akibat putusan pengadilan, mereka mengalami berbagai macam tindak pelanggaran HAM yang sepatutnya tak boleh terjadi.
Dengan adanya website www.papuansbehindbars.org, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Tanah Papua akan bekerja sama dengan berbagai kelompok pemerhati HAM lainnya dalam memantau keberadaan para tahanan politik yang saat ini mendekam dalam tahanan, baik mereka yang sedang menjalanai proses pemeriksaan maupun mereka yang sedang menjalani masa hukuman di berbagai penjara di Papua demi penegakan hak-hak mereka yang selayaknya.
Dengan mempertimbangkan konsekwensi logis negara Indonesia yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, serta Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, maka kami meminta pemerintah Indonesia untuk:
1.    Membebaskan semua tahanan politik yang berada di penjara-penjara di Papua dan segera memulai upaya dialog damai dengan rakyat Papua.
2.    Menjamin hak-hak tapol, napol terhadap akses kesehatan, pelayanan hukum, dan lain sebagainya
3.    Terutama kepada Menkopolkam, agar berkunjung ke Papua dan bertemu dengan para tahanan politik yang sedang mendekam di berbagai penjara di Papua untuk mendapatkan fakta atas kondisi para tahanan.

                                           *******************

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Tanah Papua :
Foker LSM, KontraS, ALDP, ElsHAM Papua, LBH Papua, KPKC Sinode GKI, TIKI, AJI Papua, Baptis Voices, Sinode Kingmi Papua, Sinode Baptis Papua, BUK, SKPKC FP, Sinode GIDI, Septer Manufandu, Gustaf Kawer, Cs, Yan Christian Warinussy

Jakarta : KontraS dan Nasional Papua Solidarity (Napas)
Internasional: Tapol, Asian Human Rights Commission, East Timor and Indonesia Action Network, West Papua Network, Faith-based Network on West Papua

Kordinator: Septer Manufandu (HP: 08124876321/email: septer_manufandu@yahoo.com).

Senin, 25 Maret 2013

PERISTIWA PENANGKAPAN, PENAHANAN DAN PENYIKSAAN SERTA PEMBUNUHAN PAKSA DILUAR PROSEDUR HUKUM DI TANAH PAPUA, TAHUN 2013


01/01 Yakob Mote (L) (26), Tani Depan pos 571 Enarotali, Kabupaten Paniai TNI/Polri Gereja Kingmi: (Agust Mote)Meninggal setelah di rawat di RSUD Paniaimeninggal setelah ditabrak lari oleh mobil patroli Polres Paniai pada tanggal 31 Desember 2012 pkl 17.00 wib” Saling tolak antara TN-Polri10/01 Praka Hasan(L) anggota TNI Kota Lama,Mulia, KabupatenPuncak Jaya Orang tak dikenal Bisnis Indonesia: Seorang anggota TNI bernama Praka Hasan ditembak di Papua pada Kamis (10/1) sekitar pukul 17.30 WIT Luka tembak11/01 Hadis (50)Orang Sipil Kota Lama,Mulia, KabupatenPuncak Jaya Orang tak dikenal Bisnis Indonesia: Penembakan kedua orang tersebut, lokasinya tidak berjauhan. Lokasi kejadian berada di komplek pasar di Koya Lama. Penyerangan berlangsung saat hujan. Tertembak mati29/01 Yosia Karoba (L) (45) anggota DPRD Kab Tolikara TPS distrik Gilobandu, Kabupaten Tolikara Pendukung kandidat Lukmen Kompasiana: ketika hendak melakukan pencoblosan di salah satu TPS, Distrik Gilubandu, dikeroyok oleh sekelompok orang (yang diduga adalah massa pendukung kandidat tertentu dan merupakan kerabat dari korban tersebut) yang dipicu karena adanya kata-kata provokatif oleh korban sehingga membuat sekelompok tersebut menjadi berang dan melakukan pengeroyokan terhadap korban hingga meninggal dunia. 3 orang Pelaku ditahan/diproses oleh Polisi31/01 Bahar (L) (28 th),tukang ojek
Kampung Udaugi perbatasan antara Kabupaten Deiyai Orang tak dikenal ANTARA: mengungkapkan, insiden yang menimpa tukang ojek itu terjadi saat yang bersangkutan (Bahar) mengantar penumpang namun saat dalam perjalanan penumpang yang diduga anak buah dari kelompok sipil bersenjata John Yogi menembak korban.Korban (Bahar) mengalami luka tembak di leher tembus ke pipi kiri dan saat ini masih dirawat di RS Paniai di Enarotali.Nikolaus Degei menambahkan, operasi sudah dilakukan sejak Desember tahun lalu hingga kini. Untuk itu dia meminta pasukan Brimob mengejar anggota OPM secara profesional agar tidak mengakibatkan ketakutan terhadap warga. Operasi cari pelaku di lancarkan Brimob01/02 Yerson Wonorengga (L) (22), Mahasiswa Kali Skyland, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Tukang Ojek Bintang Papua: Sedangkan dua rekannya, Yemias Wonda yang menderita luka parah di bagian kiri lambung dan Merakius Wonda tengah dirawat di UGD RSUD Dok II Jayapura. Ketiga korban ini diduga korban perkelahian antar kelompok mahasiswa dan tukang ojek di Kali Skyland, Kamis (31/1) sekitar pukul 19.00 WIT.Kapolresta Jayapura AKBP Alfred Papare, SIK ketika dikonfirmasi, Jumat (1/2) mengutarakan, perkelahian antar kelompok mahasiswa dan tukang ojek tersebut dipicu akibat mabuk setelah meneguk minuman keras (miras). Detail kronologis perkelahian ini , ujarnya, berawalnya pada sore hari, sekelompok mahasiswa hendak menggunakan jasa ojek motor di Pangkalan Ojek Skyland, tapi lantaran jumlah mahasiswa tersebut berjumlah 7 orang sehingga ojek motor yang tersedia tak cukup. Akibatnya, kelompok mahasiswa kemudian memukul seorang tukang ojek sehingga luka-luka.Alhasil, kelompok mahasiswa melanjutkan perjalanan. Tukang ojek yang dipukul kemudian melaporkan kasus itu kepada rekan-rekannya.Tak lama berselang sekitar pukul 19.00 WIT, kelompok mahasiswa lewat di pangkalan ojek, seketika tukang ojek yang berada di situ melakukan pengejaran dan terjadilah perkelahian, menyebabkan kendaraan dari arah Jayapura menuju Abepura dan sebaliknya mengalami kemacetan sesaat. Namun, cetusnya, setelah aparat keamanan mengamankan kedua kelompok. Arus lalu lintas kembali normal.Kapolres mengutarakan, Polres Jayapura Kota sudah memeriksa 2 orang saksi guna penyelidikan lebih lanjut. Terpisah, Ketua Komunitas Mahasiswa dan Pelajar Puncak Jaya Merrien Kogoya yang dijumpai di Ruang Jenasah RSUD Dok II Jayapura menandaskan, pihaknya mendesak agar Polisi segera menangkap dan menghukum pelaku-pelaku sesuai hukum yang berlaku, karena telah melakukan tindakan pidana kriminal sekaligus menghilangkan nyawa orang lain Keluarga tuntut pelaku di tangkap dan proses hukum14/02 Wagiran (48) Kampung Pugo, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai Pelakudiduga anak usia belasan tahun. Jubi: Akibatnya korban mengalami luka di punggung kiri dan pergelangan kaki kiri. Polisi saat ini adalah melakukan penyelidikan dan mengejar pelaku Di rawat di RSUD15/02 Dago Ronal Gobay (30), (PNS di Kab Deiyai) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Jubi: Disiksa, karena dimintai keterangan supaya memberitahukan posisi tinggal Terianus Sato dan Seby Sambom, aktivis Politik Papua Merdeka. Ditangkap saat perjalanan pulang dari Depapre. 2 orang masih ditahan di Polres Jayapura15/02 Arsel Kobak (23) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Hasil Pemantauan 28/02: korban ditemui di sel tahanan Polres Jayapura, mengakui bahwa mereka (07 orang) disiksa dan dianiaya pada saat interogasi di kamar yang berbeda di kantor intelkam Polres Jayapura. Bentuk penyiksaan berbeda-beda15/02 Eneko Pahabol (23) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Sda 15/02 Yosafat Satto (41) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Sda 15/02 Salim Yaru (35) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Sda 15/02 Matan Klembiap (30) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Sda 15/02 Obed Bahabol (31) Depapre, Kabupaten Jayapura Polisi Sda 18/02 Dinaek Wae (46) (Pdt)
Jalan Poros, Kampung Ormo Kali Pasir VI, Distrik Jayapura Utar Orang tak dikenal Bintang Papua: Laporan dugaan penemuan mayat ini berawal ketika saksi Yeni Karoba melewati di Jalan Poros, Kampung Ormo Kali Pasir VI, Distrik Jayapura Utara. Saksi kaget ketika melihat ada mayat yang tergeletak di jalan. Kemudian saksi langsung mendatangi saksi Nus Kenelak. Alhasil, keduanya langsung melaporkan penemuan mayat itu ke Pos Pol 7 Angkasa yang diterima Aipda Agus. pukul 23.50 WIT, mayat akhirya dibawa ke RSUD Dok II untuk diotopsi21/02 Pratu Wahyu di Pos Maleo Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya
Sinak, Kabupaten Puncak OTK
OTK Kompas: tewas setelah dadanya ditembus peluru saat itu. Para penyerang juga melukai Lettu Reza. Kedua prajurit itu berasal dari Batalyon 753 Argaviratama, NabirePenyerangan terjadi ketika mereka hendak mengambil alat komunikasi yang dikirim lewat pesawat di landasan perintis Sinak. Jarak antara Koramil Sinak dengan landasan sekitar dua kilometer.Saat rombongan itu berada di tanjakan, mereka tiba-tiba diserang sekelompok sipil bersenjata. Para prajurit itu tidak sempat memberi perlawanan karena mereka tidak membawa senjata.Hingga berita ditulis, masih satu anggota TNI belum diketahui nasibnya. KompasTV menduga penyerangan ini merupakan imbas dari pemilukada di Kabupaten Puncak Jaya pascakekalahan Elvis TabuniSaat ini, kami terus melakukan pengejaran terhadap kelompok Sipil Bersenjata di dua lokasi kejadian tersebut. Sedangkan anggota TNI yang gugur dua orang penyerang (sipil) terkena tembakan.Kepala Penerangan Kodam XVII Cendrawasih Letkol Jansen Simanjuntak, Kamis (21/2/2013), menyatakan, korban akan dievakuasi ke Markas Kodam XVII Cendrawasih.21/02 Sertu Udin/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Sertu Frans/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Sertu Ramadhan/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Pratu Edi/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Praka Jojo/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Praka Idris/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Pratu Mustofa/TNI Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Pratu Prabowo/TNI Tingginambut Kab.Puncak Jaya OTK Sda Luka tembak21/02 Praka Wempi/TNI OTK Sda 21/02 Lettu Inf Reza/TNI TingginambutKab.Puncak Jaya OTK Sda Luka tembak21/02 Tirakor Murib/Sipil Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Koroban Telenggen/Sipil Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Yonais Palimbong/Sipil Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Markus Calvin/Sipil Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Ully/Sipil Sinak, Kab.Puncak OTK Sda tewas21/02 Rudy Sinak, Kab.Puncak OTK tewas21/02 Jhoni Sinak, Kab.Puncak OTK Sda Okezonenews: Sebanyak 26 korban penembakan di Distrik Dinak berhasil dievakuasi ke Jayapura menggunakan helikopter MI 17 V5. Sebelas orang di antaranya tewas, yakni tujuh personel TNI dan empat warga sipil. Helikopter yang melakukan evakuasi korban mendarat di Base Ops Lanud Jayapura di tengah kondisi hujan, Minggu (24/2/2013) siang waktu setempat. Sebanyak 11 warga sipil yang luka langsung dievakuasi ke RSUD Dian Harapan untuk mendapat perawatan medis. Seorang di antaranya mengalami luka parah akibat bacokan senjata tajam. See more at: http://news.okezone.com/read/ Luka tembak
jumlah korban?22/02 20 orang tahanan Lapas Abepura Jubi: berawal setelah penyambutan tahanan baru oleh tahanan lama di LP Abepura ini. Usai penyambutan yang dilakukan oleh tahanan lama ini hanyalah ucapan-ucapan seperti “Selamat datang ke hotel prodeo” dan “welcome to isolasi”. 22/02 MS (45) Waris, Kabupaten Keerom TNI Jubi: yang mengancam akan membunuh dirinya. “Cepat kasih selesaikan sambil mengarahkan moncong senjata kepada saya,” Korban lapor ke Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan, Papu 25/02 Alpons Gobay (15) Gunung Bobairo, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai Polisi Suara Cenderawasih Kolaitaga: Satu orang terluka dalam kontak senjata antara tim gabungan TNI-Polri dengan tiga orang yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) Anak sekolah, bukan anggota TPN/OPM25/02 Meny Gobay (18) sda sda sda sda01/03 Olha (50) Jalan Sosial, Kelurahan Hinekomber, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Bencana alam Sinodenews: Peristiwa tanah longsor ini terjadi sekira pukul 19.30 WIT, Jumat (1/3/2013) malam. Saat itu, Kota Sentani dihuyur hujan lebat sejak pagi. AKibatnya, Bukit Sosial di Kota Sentani longsor dan menimbun sejumlah rumah di kaki bukit tersebut. 3 orang masih dalam pencarian Korban tewas tertimbun tanah longsor
02/03 Yunus Gobay (55) (Pdt Gereja Kingmi) Polsek Kota Enarotali Kabupaten Paniai. Polisi Yones Dou: Gereja Kingmi Papua: Akibat Penyiksaan mengeluarkan darah melalui hidung , bibir bagian atas , bibir bagian bawah picah lalu mengeluarkan darah, luka lecet di tangan, benjolan di kepala, dan luka di kepala, sesudah itu di masukan dalam sel polsek Kota Enarotali. Pihak keluarga menghadap Polsek Paniai untuk di bebaskan tetapi pihak kepolisian Paniai minta Uang tebusan untuk di bebaskan, sehingga keluarga Pendeta Yunus Gobai Kumpul –kumpul Uang mau bayar polisi , tiba-tiba seorang anggota DPRD Paniai datang kasih keluar uang Rp 1 000 000,- ( Satu juta rupiah ) langsung serahkan kepada pihak Polisi Polsek Paniai , lalu di bebaskan Jam 10.30 WP dan di bawah pulang oleh keluarganya ke kampung halamannya . Korban di duga ada kelainan jiwa
Brimob di Paniai menjadi 3 bleton03/03 Ferry Anggara (22), Jln Pasir Wosi/ Manokwari, Papua Barat Bencana alam Jubi: saat itu, keempat korban bersama rekannya Wilatus dan Anugrah yang juga merupakan saksi, sedang berenang di Pantai Amban yang terletak di Jalan Pantura Kabupaten Manokwari sekitar pukul 16.30 WIT. “Tiba-tiba datang ombak besar dan menyeret mereka ke laut. Namun kedua saksi berhasil menyelematkan diri. Sementara keempat korban terus terseret arus dan saksi tidak bisa menolong mereka HilangTiga dari empat korban yang dihilang akibat terseret arusdi Pantai Amban, Manokwari Papua Barat03/03 Kristianto Bawotong (20) Amper Amban, Manokwari, Papua Barat Bencana alam Sda Korban lain masih dicari dan belum ditemukan04/03 04 orang, yang di duga anggota OPM Kampung Yanma, Distrik Pantai Timur, Kabupaten Sarmi, TNI Papuapos: barang bukti yang berhasil disita berupa 1 lembar dokumen yang berisi hasil pertemuan TPN/OPM tanggal 26/02/13, 1 buah kartu anggota TPN/OPM atas nama NS dengan jabatan staf markas pusat TPN/OPM, cap tertanda Panglima TPN/OPM Richard H Joweni. 4 orang berinisial ID (63), NS (36), ST (35) dan DN (29)05/03 1 anggota Polisi Dok IX kali, Jayapura Kota Orang mabuk Cepos: seorang pria berinisial AM yang di duga dipengarungi miras, menusuk dengan pisau, sekitar pukul 19.00 WIT. 1 warga sipil juga diancam orang mabuk07/03 MESAK YEIMO, KALEP YEIMO, YULIANUS YEIMO, MUSA YEIMO, HAM YEIMO, DAN SAM YEIMO. dan 2 OTILI GIYAI, MESAK MOTE," Madi, Enarotali, Kabupaten Paniai TNI/Polri Petugas Gereja Kingmi: Ditahan di Polres, kemungkinan disiksa dan belum jelas alasan penangkapan pada jam 12 malam sampai subuh ini. Aparat Militer dengan senjata lengkap memasuki rumah kami, lalu menakuti kami, lalu mereka tanya kamu siapa? Aparat juga memeriksa isi (memori) handphone setelah dirampas paksa dari tangan warga, tas, kalung yang ada merk Papua.Sabtu, 09 maret 2013 ada 04 pemuda yang dibebaskan 6 warga sipil dan 2 disiksa oleh aparat negara, warga sipil
07/03 Tinius Kiwo (23), Wurin Tabuni (46), Kiwenus (30) Pirime, Kabupaten Lani Jaya Polisi Gereja Baptis: Sedang di tahan di polres Jayawijaya dan disiksa. Keluarga sedang cari keberadaan mereka.. Setelah dipertanyakan ketum PGGBP, Socratez Sofyan Yoman ke Kapolda, Polisi bebeskan dengan dalil tidak cukup bukti. 08/03 3 kelompok warga sipil bersenjata Bolakme, Kabupaten Jayawijaya Gabungan/TNI/Polri Petugas Gereja Kingmi: Operasi dengan target pos Yugum dibakar lalu dibubarkan, honai/markas dan pagar kebun dibakar, tidak ada korban jiwa. 09/03 Wolter Wakum (18) Kompleks Borokup, Kabupaten Biak Polisi BBM: Seribuan masa bersama keluarga korban sempat demo/tuntut di kantor polisi, karena tidak mendapat respons baik, massa kembali ke rumah duka. 10/03 Beny Wenda (20), Atarina Kogoya (18) Pasar baru, Dekai, Kabupaten Yahukimo Miras Cepos: Minum minuman keras, fisik mereka tidak kuat, sehingga langsung tewas/meninggal dunia. tewas
10/03 Githius Wenda (27) Pasar baru, Dekai, Kabupaten Yahukimo Miras Cepos: Terbaring dirumah sakit Dekai, koma10/03 Ausilius Fransiskus Baru (23) Mahasiswa Perumnas 3 Waena, Kota Jayapura TNI BG: anggota TNI hendak melerai keributan korban dan orang lain, di depan pos TNI, menyiksa korban pakai slang hingga luka memar di bibir dan badan Kronologi terlampir10/03 Efa R (19 mahasiswi Belakang UNCEN abepura, kota Jayapura Bunuh diri Cepos: ditemukan bunuh diri dengan cara gantung diri di dalam kamarnya dengan cara mengikat tali di atap kamar. Motif asmara/cinta 11/03 Kamaruddin alias DB (39) Jalan Baru Kampung Darauto, Distrik Pantim, Kabupaten Paniai OTK Papuapos: Dari hasil otopsi ditemukan sejumlah luka berupa luka tusuk pada bagian rusuk kiri sedalam 24 cm dari bahu dalam, luka 12 cm dengan panjang 4 cm dan lebar 2 cm. Sedangkan pada bagian punggung ditemukan luka tusuk sekitar 24 cm dari leher dalam 10 cm dengan diameter 3,5 cm. Juga luka tusuk pada bagian rusuk kiri sedalam 12 cm yang mengenai paru-paru kiri korban. 11/03 Eli Kemo (21) Jln ruas Trans Arso, kilo 9 Koya Koso, Kota Jayapura Lakalantas Cepos: tabrakan maut antara Bus jurusan pasar Youtefa-Arso, dengan motor shogun dilaporkan tewas di tempat. Temannya Marco luka sobek di rujuk ke RSUD abepura. 12/03 Timotius Aiboy (33) Kel Kelapa Lima Kabupaten Merauke PNS Cepos: Pengeroyokan sesudah pesta dansa, yang digelar salah seorang warga di Jalan Kuda Mati. Proses hukum12/03 Brigader EF (Polisi) Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen OTK Bintang Papua: Kelompok bersenjata, memeras perusahaan lalu baku tembak dengan petugas keamanan (Polisi( yang berjaga-jaga di perusahaan tersebut. Luka-luka1 orang pelaku tertangkap13/03 Mayat Pertigaan jalan, Yoka, Waena, Kota Jayapura misterius Cepos: mayat tanpa identitas di temukan. Di dekat terdapat sepeda motor, ditemukan luka lecet di sekujur tubuhnya. 13/03 A.Gerambo (45) petani Tamer, Kabupaten Boven Digul Istrinya Cepos: Kesal atas sikap suaminya mabuk, istri langsung pukul pakai kayu di kepala hingga tewas. Tewas, pelaku diproses13/03 Isak Smau (32), di Kampung Bugis Km 10 Masuk Sorong Warga sipil Radar Timika: Ia terpaksa kehilangan dua tangannya yang harus diamputasi setelah mengalami luka bacok di pergelangan tangannya hingga nyaris putus. Kedua pergelangan tangan korban dibacok dengan menggunakan parang, sehingga telapak tangan tak dapat difungsikan lagi. turut bersama-sama korban pesta miraspelaku diproses
Catatan: Laporan ini kami update dari berbagai sumber, sudah sekitar 56 lebih orang menjadi korban kekerasan secara paksa 2 bulan lebih di awal tahun 2013 di tanah Papua.
Jayapura, 16/03/2013
Baptist Voice Papua

Jumat, 15 Maret 2013

Kegagalan undang-undang otsus papua

Kehadiran UU RI No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi papua memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Undang-undang otonomi khusus merupakan alat tawar menawar antara pemerintah RI dan rakyat papua, Karena ada tuntutan pengakuan kemerdekaan rakyat bangsa papua barat yang pernah di aneksasi oleh RI melalui Trikora 19 Oktober 1961,1mei 1963 dan melaui rekayasa penentuan pendapat rakyat (PEPERA 1969) yang di nilai banyak pihak cacat hukum dan moral.pengakuan ini tersurat dan tersirat dengan jelas di dalam konsiderans UU No 21 tahun 2001 itu sendiri. Dari 25 bab dan 79 pasal,UU No 21 tahun 2001 hanya mengan dung pesan perlindungan (Protection) komitmen keberpihakan, (affirmativeaction) dan amanat pemberdayaaan (Empowering)orang asli papua di berbagai sektor kehidupan dan pembangunan.
Untuk penjelasan dalam berbagai pasal dalam Undang-undang No 21/2001pemerintah republik Indonesia wajib membuat peraturandari UU Otsus Itu sendiri, walaupun demikian, dalam realitas imlementasinya yang sebah berjalan 12 tahun, hanya 1 PP yang di buat Oleh Pemerintah RI. Yaitu Peraturan pemerintah No 45 tahun 2004 tentang majelis  rakat papua. PP No 45.Tahun 2004  tentang MRP ini merupakan upaya pemerintah menghindari asas lex SpecialisDeragotee legi generalis ( asas peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum) dan asas Lex posteriori derogate lege priori ( asas peraturan perundang-undanga yang yang terbaru mengesampingkan peraturan perundan-undangan yang sebelumnya) untuk melaksanakan UU No 45 tahun 1999 tentang pembentukan provinsi irian jaya tengah, provinsi Irian Jaya Barat, kabupaten paniai,, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan kota sorong. Terutama pembentukan Provinsi Boneka papua Barat melalui Inpres No.1 tahun 2003.
Banyak persasus dan perdasi yang belum di buat oleh pemerintah provinsi papua karena PP sebagai acuan pembuatan perdasus dan perdasi tidak di buat oleh pemerintah RI. Peraturan daerah Khusus ( Perdasus) adalah peraturan daerah provinsi papua dalam rangka pelaksanaan pasal tertentu dalam undang-undang otsus. Peraturan daerah khusus merupakan aturan yang hanya berlaku di Provinsi yang memiliki status kekhususan maupun keistimewaan, termasuk provinsi papua.
Dengan demikian sesuai amanat UU Otsus, Provinsi papua harus memiliki beberapa  perdasus. Perdsusu yang harus di buat dan berlaku di Provinsi papua antara lain perdasus tentang MRP, sesuai dengan amanat pasal 19-25 UU Otsus.perdasus tentang bendera dan lagu daerah sesuai dengan amanat pasal 2 UU Otsus.perdasus tentang partai politik lokal sesuai dengan amanat pasal 28 ayat 1dan 2 UU Otsus.perdasusu tentang komisi hukum Had Hoc sesuai dengan amanat pasal 23 UU Otsus.pengadilan Hak Asasi Manusia ( pengadilan HAM) sesuai dengan amanat pasal 45 ayat 2 UU Otsus. Perdasus tentang komisi kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sesuai dengan amanat pasal 46 UU Otsus. Tugas komisi kebenaran dan rekonsiliasi sebagaimana di maksud pada pasal 46 ayat (1) adalah
a.      Melakukan klarifikasi sejarah papua untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara kesatuan republik indonesia,
b.      Merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.KKR di papua belum atau tidak pernah di buat yang tampaknya di buat oleh di batalkanya UU 27 Tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi oleh Mahkama Konstitusi pada bulan Desember 2006. Tidak adanya KKR Nasional menjadi jastifikasi, untuk tidak membentuk KKR di papua dan di Aceh, walaupun telah di sebutkan dalam UU otonomi Khusus untuk kedua wilayah tersebut. Pembatalan UU No 27 Tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi adalah upaya pemerintah RI menghadir tuntutan pertanggung jawaban atas pelanggaran HAM yang di lakukan terhadap rakyat Aceh maupun terhadap Rakyat Bangsa Papua Barat sejak 1 mei 1961 hingga 2000 (asas retroaktif) maupun yang akan terjadi termasuk upaya negara untuk menghindari pasal 46 ayat 1 huruf a yang merekomendasikanpelurusan sejarah papua....

Pustaka: yoman socratez sofyan:undang-undang Otsus papua Telah Gagal, hal 134-136.

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...