Pernyataan Pers
“...sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah
luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh
tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Matius 23:27
Pada
hari ini, sebagai Gereja kami menyatakan kegelisahan kami atas substansi
atau hakekat dari perayaan Kemerdekaan RI yang diadakan Pemerintah di
Tanah Papua, yang ternyata dari tahun ke tahun sama saja; diadakan
secara besar-besaran tetapi terus mempertontonkan dan menyembunyikan
wajah kekerasan negara di Tanah Papua.
Simak perayaan hari kemerdekaan tahun ini yang disertai berbagai bentuk tindak kekerasan sebagai berikut.
A. Penyangkalan hak-hak berekspresi masyarakat sipil yang terus
berlangsung sampai tanggal 15 Agustus 2013 kemarin. Diantaranya:
26 April 2013
KNPB berencana melakukan aksi damai menolak integrasi Papua ke dalam
NKRI pada 1 Mei 2013 dalam wujud aksi duka di Lapangan Makam Theys
Sentani, namun ada larangan dari Pangdam. KNPB bersikeras melakukan aksi
dan pihak Polda Papua tetap mengancam akan membubarkan secara paksa
apabila KNPB mengadakan protes damai.
1 Mei 2013
•
Gubernur Provinsi Papua, Pangdam dan Kapolda Papua ramai-ramai
mengeluarkan larangan bagi rakyat Papua untuk tidak melakukan Perayaan 1
Mei sebagai protes dan penolakan terhadap aneksasi Papua ke dalam NKRI;
sekaligus mengancam akan membubarkan paksa massa yang berniat
merayakan peringatan aneksasi Papua di Makam Theys Hiyo Eluay.
•
Masyarakat di kota Biak dan Timika melakukan aksi pengibaran Bintang
Kejora (BK), akibatnya, polisi menangkap 14 orang. Seorang aktivis yang
terlibat pengibaran BK di Biak ditembak di kaki kiri; selain dia, dua
warga PNS lainnya mengalami luka tembak ringan. Di Timika pengibaran BK
dilakukan jam 13.00 waktu Papua, massa yang melakukan aksi tsb
dibubarkan paksa sambil melepas tembakan peringatan. Pdt. Ishak Onawame,
tokoh Grereja di Timika meminta pihak Polres Mimika untuk membebaskan
para tahanan tsb karena ini hanya cara mereka menyampaikan aspirasi
politik secara damai.
13 Mei 2013
• KNPB tetap bersikeras melaksanakan Aksi demo damai di MRP Papua di Jayapura walaupun Polda Papua menolak memberi ijin.
• Bupati Merauke dalam kata sambutannya di aula salah satu perguruan
tinggi di kota Merauke menyatakan kepritinannya bahwa “jumlah penduduk
Asli Papua” terus menurun. Ia mengatakan dari jumlah penduduk kota
Merauke yang berjumlah 160.000 jiwa hanya 20.000 orang asli Papua.
30 Mei 2013
Aparat gabungan TNI-Polri menembak warga sipil yang berkumpul dan
mengadakan doa memperingati 1 Mei sebagai hari aneksasi di Aimas,
Sorong; menewaskan tiga orang dan melukai tiga warga lainnya.
Selasa, 11 Juni 2013
KNPB yang melakukan aksi demo damai di Jayapura dibubarkan paksa oleh Gabungan TNI POLRI.
Rabu, 12 Juni 2013
Polisi dan TNI pada hari ini membubarkan aksi demo damai puluhan
mahasiswa di depan pintu masuk Kampus Uncen, Perumnas III Waena. Demo
itu digelar para mahasiswa Perguruan Tinggi di Jayapura dalam rangka
mendukung Papua Barat untuk diterima sebagai anggota MSG. Demo ini
digelar para mahasiswa yang bergabung dalam BEMF dan DPMF.
B.
Pembiaran atau Penyangkalan terhadap hak-hak hidup menyebabkan begitu
banyak warga yang meninggal dunia; yang terlihat dalam kejadian berikut.
9 April 2013
61 orang warga dilaporkan tewas di Distrik
Somagaik, Yahukimo sejak pertengahan Januari 2013 lantaran kelaparan dan
kurangnya akses kesehatan.
29 April 2013
Sebanyak 535
orang warga Kabupaten Tambrauw diserang penyakit, kekurangan gizi dan 95
orang warga dilaporkan meninggal dunia lantaran kelaparan.
24 Mei 2013
Rias Bugimonu, Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Pogoma (mahasiswa dari
berbagai Perguruan Tinggi di Jayapura asal Distrik Pogoma, Kabupaten
Puncak) melaporkan penderitaan yang dialami warganya terkait kematian 29
warga lantaran wabah penyakit dan kelaparan. Mereka menyebutkan
penyakit yang menimpa warga dan balita yang kekurangan gizi dan
kelaparan yang sedang menimpa warga Distrik Pogoma khususnya dari
kampung-kampung: Pogoma, Gagama, Baksini, Wakme, Bina, Molu dan Kempu.
14 Juli 2013
Pada hari ini, 17 warga meninggal dunia di Halaman Gedung Olah Raga
(GOR) Kota Lama Nabire saat pulang ke rumah setelah pertandingan Tinju
Bupati Cup berakhir dengan Pengalungan Medali para pemenang/juara.
Peristiwa KLB (Kejadian Luar Biasa) ini terjadi di halaman GOR setelah
massa penonton keluar meninggalkan Gedung olah Raga tsb.
8 Agustus 2013
Irwan Yanengga 19 tahun di tembak mati oleh Anggota polisi dari Polres Jayawijaya
C. Pembunuhan Sewenang-Wenang Terhadap Warga Sipil dan Cara Penanganannya yang tidak sesuai Hukum
Pembunuhan sewenang-wenang terhadap warga sipil dan cara penanganannya terhadap beberapa kasus yang terjadi tidak sesuai Hukum.
Contohnya: Arlince Tabuni, 12 tahun ditembak mati oleh anggota KOPASUS
di Lany Jaya pada 1 Juli 2013, Irwan Yanengga dan Arton Kogoya yang
masing-masing terjadi di Jayawijaya dan Lany Jaya sepanjang Juli dan
Agustus dimana pihak Pemda setempat dibebankan untuk membayar sejumlah
uang sebagai ganti rugi kepada keluarga korban.
D. Tindakan
pemerintah daerah yang mengekang kebebasan berekspresi dengan membatasi
pemberian bantuan beasiswa kepada mahasiswa yang terlibat aksi demo
damai, sebagaimana pernyataan wakil bupati Kabupaten Jayapura pada 24
Mei 2013.
Mencermati keadaan ini, kami menilai bahwa perayaan
kemerdekaan seperti itu (perayaan besar-besaran yang disponsori
pemerintah tanpa atau sambil mempertontonkan/menyembunyikan wajah
kekerasan) menunjukkan “Pemerintah Indonesia sedang mengalami krisis”
dalam tiga hal:
Pertama, ini pertanda pemerintah yang gagal
membangun Bangsa Papua. Apabila pemerintah berhasil maka perayaan Hari
Kemerdekaan ini tidak akan diwarnai oleh aksi demo menuntut Dialog,
Papua merdeka atau aksi demo mendukung kunjungan MSG ke Papua dan
Indonesia. Ini menurut kami pemerintah yang gagal membangun Papua.
Kedua, perayaan kemerdekaan gaya ini menurut kami mengindikasikan bahwa
Pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Dalam bahasa
Alkitab pemerintah yang melakukan perayaan Hari Kemerdekaan demikian
sama halnya dengan “kubur kosong di luar cat rapi tetapi di dalam penuh
dengan tulang belulang”.
Ketiga, kami menilai dengan perayaan yang
disertai represi dan penyangkalan hak hidup, hak-hak sosial ekonomi
orang Papua, pemerintah tengah menghindar dari atau menyembunyikan akar
pesoalan: yaitu pembelokan sejarah dan tuntutan rakyat Papua untuk
DIALOG.
Oleh karena itu, melalui kesempatan kami mendesak Pemerintah Indonesia:
(a) Menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan di Papua;
(b) Agar membuka diri untuk menyelesaikan masalah Papua secara
demokratis dan bermartabat yakni dialog dengan rakyat Papua yang
dimediasi oleh pihak internasional yang netral.
(c) Terkait dialog
tersebut, kami meminta Juha Christensen dari PACTA, yang pernah
memediasi dialog konflik ACEH/GAM dan RI untuk menjadi penengah dalam
dialog antara Papua dan Indonesia.
Jayapura 16 Agustus 2013
Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua
Pdt. Benny Giay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar