Rabu, 25 Februari 2015

Saat rasa percaya mulai tumbuh

Jabat tangan erat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum  dan Keaman Tedjo Edhi Purdijatno  kepada peserta pertemuan eksploratif keenam di Jakarta pertengahan Februari lalu, mengesankan mereka. Anggota Majelis Rakyat Papua Wolas Krenak, melihat apa yang terjadi dalam pertemuan  sebagai pertanda baik.

Kehadiran Menko Polhukam, bahkan berkenan menjadi pembicara utama dalam pertemuan yang di gelar Jaringan Damai Papua, sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,  dan pihak lainnnya itu bukan persoalan sederhana. Mengingat isu yang di bicarakan adalah tentang Papua yang masih manjadi salah satu isu sensitif di Indonesia, kehadiran Tedjo membuka harapan.
Di depan para peserta, Tedjo menegaskan pemerintah akan mengurangi pendekatan keamanan dan akan lebih memperkuat pendekatan kesejahtraan di Papua. Pemerintah, katanya juga   ingin secara konsisten  membangun Papua sebagai kultur yang hidup di tanah itu.
Bagi para peserta, kehadiran tersebut bentuk dukungan atas upaya  yang telah di bangun bersama semua pemangku kepentingan, baik di Papua maupun di Jakarta, dalam empat tahun terakhir.
Proses itu tidak mudah karena lebih dari 50 tahun bercuran dana triliunan rupiah, ternyata belum membuat masyarakat Papua nyaman. Gugatan berbasis argumentasi  sejarah seputar pelaksanaan penentuan pendapat rakyat pada 1969 hingga tuntutan referendum yang  di suarahkan sejumlah kalangan di Papua menjadi indikasi bahwa persoalan itu ada.
Gugatan itu kian menguat ketika  sejumlah program kesejahtraan rakyat juga tidak membuahkan hasil optimal. Minimnya proses transformasi  dan penguatan masyarakat asli membuat mereka masih marjinal.
Gandah dengan kondisi itu, sejumlah pemerhati persoalan Papua berhimpun mencari upaya membagun perdamaian di Papua. Melalui Jaringan Damai Papua (JDP) yang terdiri dari sejumlah akademisi, Peneliti LIPI, termasuk sejumlah LSM dan kalangan profesional,  di gelar Konferensi Perdamaian Papua pada Juli 2011 yang di hadiri Menko Polhukam Djoko Suyanto serta perwakilan masyarakat asli dari Papua.
Pada akhir konferensi itu medikator Papua  damai dan menyepakati untuk mengajukan dialog sebagai sarana menyelesaikan aneka persoalan di Papua.
Suasana ketidakpercayaan dari Jakarta dan sejumlah pihak di Papua membuat upaya itu seolah jalan di tempat.  Sejumlah pihak bersama JDP dan LIPI  kemudian mengundang perwakilan dari Papua, seperti dewan adat papua (DAP),  dan perwakilan dari pemerintah untuk mengikuti pertemuan eksploratif di Bali. Menurut koordinator JDP Papua Neles Tebay, suasana pertemuan pertama di Bali pada Februari 2013 itu di liputi ketegangan.
Namun agaknya para peserta menilai pertemuan itu penting dan harus di lanjutkan. Kemudian, berturut-turut pertemuan di gelar di Manado (april 2013), Lombok (Agustus 2013),Yogyakarta (Januari 2014), Semarang ( September  2014) dan  Jakarta (16-18 Februri 2015).
Setelah melewati beberapa tahap pertemuan tiap-tiap pihak menjadi kian berani menyampaikan berbagai hal yang sebelumnya mungkin sulit diungkapkan.  Perwakilan dari DAP, dan MRP, dengan terbuka menyampaikan kritik kepada TNI dan Polri yang juga terbuka menanggapi.  Akademisi dan kelompok madani juga leluasa menyampaikan pemikiran mereka.  Perlahan kecurigaan mulai terurai dan rasa percaya mulai tumbuh.


"JOSI SUSILO HARDIANTO "Kompas 25 Februari 2015".

Tidak ada komentar:

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...