Selasa, 22 Mei 2018

Bersama Memerangi Radikalisme di Tanah Papua

Kilion Wend Pemerhati Sosial tinggal di Waena Jayapura

Hari minggu 13/05/18 seantero nusantara ini dikagetkan dengan sebuah Bom bunuh diri tiga  Gereja yaitu: Gereja Katolik Santa Maria jln. Ngegel, Gereja GKI .Jln Diponegoro dan Gereja Pantekosta. Jln. Arjuna di Surabaya, Provinsi jawa Timur, kompas 13/05/18. Telah menewaskan beberapa orang tak berdosa yang sedang menggelar ibadah hari minggu dan korban luka-luka lainya yang harus di larikn ke rumah sakit untuk mendaatkan pertolongan. Dalam aksi ini juga telah mengalami kerugian harta benda.
Sebagai orang beriman dalam Agama Kristen Protestan dan Katolik  juga  agama toleran lainya seperti Islam, Hindu, Budha dan Konghucu di Indonesia mengecam dan menggelar aksi serentak dengan cara demonstrasi, tanda tangan, pemasangan lilin,  membuat pertanyaan sikap bersama dll.
Bukan haya sampai disitu tapi keesokan harinya 14/05/18 dengan motif yang sama bom bunuh diri di depan Mapolresta Surabaya,dan tanggal 16/05/18 terjadi juga penyerangan bom bunuh diri di Mapolda Riau. Dalam aksi ini mengorbankan beberapa anggota Kepolisian Republik Indonesia tewas di tempat.
Tindakan bom bunuh diri ini, banyak kalangan dari pemerintah sampai masyarakat menduga kuat aksi terorisme dari kelompok radikal yang melatarbelakangi ajaran salah satu agama yaitu Islma di Indonesia, bisa benar tapi bisa juga tidak karena ada sebagian organisasi dari agama islam menolak dan mengutuk tindakan radikalisme ini.
Pasca peledakan bom tiga Gereja, Mapolresta Surabaya dan Mapolda Riau mencuak kewaspadaan dan diperketat keamanan di tempat-tempat keramaian, tempat- tempat ibadah, kantor-kantor pemerintah, markas kepolisian dan TNI untuk mengantisipasi bom susulan. Kewaspadaan itu sangat penting karena untuk mengantisipati keamanan pribadi dan kelompok.

Nilai Mannusia Sama di Mata Tuhan.
Harian Cenderawasih Pos Edisi 23 Mei 2018
Di Papua semua agama Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, dan Budha berasal dari luar, tidak ada agama suku yang lahir dan terus berkembang dari Papua ke daerah lain, kecuali agama/ajaran lain yang datang ke Papua dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda-beda.
Kita mengakui bahwa semua agama itu datang dari luar. nilai saling memberi, saling menghargai, saling membagi itu sudah melekat secara turun temurun sejak dahulu kala. Sehingga  begitu agama-agama  ini di bawah oleh para Missionaris dari belahan dunia Eropa, Amerika, Asia, dan Australia. Orang-orang Papua tidak berpikir panjang langsung menerima ajaran agama-agama tersebut karena ada pesan-pesan perdamaian, keselamatan, dan harapan. Sudah tentu semua agama punya harapan dan keselamatan. Tidak ada agama yang tidak punya  harapan dan keselamatan.
Semua agama mempunyai “Tuhan” tidak ada agama yang tidak bertuhan. Dalam ajaran Kristen Protestan “Allah berfirman: Marilah  kita menjadikan Manusia menurut gambar dan rupa kita (Kejadian 1:26)”. Dengan mendasari  ini maka yang paling terpenting  adalah nilai manusia sebab manusia itu di ciptakan manurut gambar dan rupah Alla “Tuhan”. Agama kristen meyakini bahwa semua manusia sama nilainya.
Sudah pasti agama yang lain juga sesuai keyakinan masing-masing namun nilai manusia adalah sama. Setiap orang  hidup tanpa diskriminasi, manusia juga di lengkapi dengan akal budi, kehendak, dan cita rasa sebagai mahkluk sosial. Manusia juga mempunyai modal untuk berdialog dengan sesama dan patut memdapatkan penghormatan dan penghargaan sebagai ciptaan Allah.

Hidup Bersama Dalam Kemajemukan
Salah satu tantangan dan kenyataan menjadi konsekwensi yang harus dihadapi adalah kemajemukan masyarakat Papua. Kenyataan ini tidak bisa dihindari, dibatasi atau ditolak tapi kita harus mengelola dan memaknai sebagai kehidupan bersama. Di Tanah Papua bukan hanya berbicara mengenai Toleransi beragama, tapi Pluralisme sangat penting untuk kita akui, hargai dan di bicarakan dalam kehidupan yang beragam ini.
Berbagai macam suku, budaya, bahasa, adat-istiadat yang ada di Indonesia hampir seluruhnya ada di Tanah Papua. Yang dapat mempersatukan kita untuk saling berinteraksi, antara satu dengan yang lain harus mengakui dan sadari bahwa bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang pemersatu.
Kita secara bersama-sama membangun tali kasih persaudaraan, dengan mengedepankan nilai  kemanusiaan untuk memerangi ajaran-ajaran radikalisme yang memecah belah kerukunan dan keberagaman yang sudah terbangun di Tanah Papua. Semua orang boleh berbeda keyakinannya, Harapannya dan tujuannya, tapi fakta saat  ini bahwa kita bersama-sama menikmati keindahan dan kekayaan alam di Tanah Papua.

Artikel ini  bisa di temukan  juga  di sosuntuktanahpapua.org

Tidak ada komentar:

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...