Rabu, 23 Mei 2012

Penduduk Asli Papua Bukan Makar, Separatis dan OPM


“Mereka harus direndahkan dan dibuat merasa bodoh dan bersikap tunduk, karena kalau tidak,  mereka akan bergerak untuk memberontak. (hal. 37). …Penghancuran kebanggaan pribumi dipandang sebagai suatu kebutuhan; karenanya dilakukan pencemaran watak pribumi” (hal. 44), ( S.H. Alatas).

Oleh : Socratez Sofyan Yoman
Setelah saya membaca bukunya Syed Hussein Alatas yang berjudul: “Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina Dalam Kapitalisme Kolonial” (1988),  terdiri dari 12 Bab dan 282 halaman, saya mendapat gambaran yang jelas tentang watak, perilaku, ideologi, siasat, strategi dan  pendekatan yang dilakukan oleh kaum penjajah (kolonial) untuk menghancurkan  penduduk yang diduduki dan dijajah. Menurut saya, kutipan di atas adalah tanggapan jitu dan brilian dari Alatas  tentang ideologi kaum penjajah. Alatas dengan cerdas dan tepat menggambarkan pencintraan yang dibangun oleh para penjajah dengan ideologi penjajahan dan ideologi  kapitalisme   tentang penduduk pribumi malas melalui pernyataan-pernyataan dan lebih dahsyat adalah melalui buku-buku yang ditulis oleh kaum penindas.  Contoh-contoh  penulis penjajah yang dikemukakan Alatas adalah seperti: J.S. Furnivall yang menerbitkan bukunya: “Netherland India” yang menjelaskan dalam dua belas halaman tentang perjuangan Indonesia tapi  satu pun tidak menyebutkan tokoh-tokoh besar yang dimiliki Indonesia seperti: Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Alimin atau Muso. Furnivall dalam bukunya yang berjudul: “ Colonial Policy and Practice”  lebih merendahkan nasionalisme Indonesia. Seorang pelancong Italia dan doktor ilmu  hukum, John Francis Gamelli Careri  pada tanggal 27 Juni 1695 berkunjung ke Malaka dan menulis “Malaka kota yang mahal, orang-orang Melayu (Minangkabau) yang Muslim itu adalah para pencuri yang sangat ulung. Mereka adalah musuh Belanda yang garang, yang menolak menjalin hubungan dengan siapa saja,mereka adalah penduduk liar yang hidup seperti binatang…” (hal. 51). Sedangkan  seorang pengamat dari Belanda Fancois Valentyn pada tahun 1726 melaporkan dan sedikit  manusiawi dan bermartabat: “ orang Melayu itu lincah, jenaka, kesombongan diri yang besar, penduduk yang paling cerdik, paling berbakat, dan paling sopan santun dari dunia Timur, namun tidak banyak yang dipercaya” (hal. 52).
Sedangkan seorang Kapten Portugis yang dapat dipercaya, de Vellez Guirreiro, dalam laporannya tentang  Johore dengan sangat kasar menyatakan: “ orang Melayu adalah orang yang biadab.” (hal. 52). Sementara  Sir Thomas Stamford Raffles, “orang Melayu tidak memperoleh tingkat pegembangan intelektual yang tinggi. Karakter bangsa  Melayu yang relatif primitif dan tak beradab, tidak didapat dari risalah resmi yang terdengar, tetapi dari berbagai gagasan sederhana; yang diutarakan secara sederhana, bahkan dapat menggambarkan karakter mereka baik daripada laporan keilmuan atau karangan halus” (hal. 51). Raffless juga memberikan penjelaskan: “…kebiasaan mereka (orang Melayu) adalah sopan, dan jika mereka harus dikatakan orang biadab, tentu saja mereka adalah yang paling beradab diantara seluruh kaum biadab; namun sebenarnya mereka sangat jauh dari menjadi orang biadab…” (hal.57).
Selanjutnya John Crawfurd, Residen Inggris di Istana Sultan Jawa memberikan penjelaskan tentang penduduk Melayu dan Indonesia. “ Kelemahan intelektual seperti itu adalah akibat dari keadaan masyarakat dan iklimnya, yang selalu kita anggap bahwa kekuatan terbesar akal pribumi akan sukar sekali untuk dibandingkan dalam hal kekuatan dan sumber daya dengan patokan lumrah tentang pemahaman manusia dalam tingkat peradaban tertinggi, meskipun mereka mungkin akan lebih cocok untuk membedakannya dalam keadaan yang ganjil di mana mereka terpanggil untuk bertindak.” (hal. 58).
Sementara  Frank Stettenham adalah  Resien Inggris dan dia menulis dengan penilaian yang  manusiawi, beradab dan bermoral.” Orang Melayu berkulit sawo matang, agak pendek, gempal dan kuat, berdaya tahan tinggi. Wajahnya, biasanya jujur dan menyenangkan; ia tersenyum kepada orang lain yang menyapanya sebagai orang yang sederajat. Rambutnya hitam, lebat dan lurus. Hidungnya cenderung agak datar dan lebar pada cupingnya, mulutnya besar; biji matanya hitam pekat dan cerah, bagian putihnya sedikit kebiruan; tulang pipinya biasanya agak menonjol, dagunya persegi, dan giginya semasa sangat putih. Ia diciptakan dengan baik dan bersih, berdiri kuat di atas kakinya, tangkas menggunakan senjata, terampil membuat jala, menggenjot pedal, dan menguasai perahu; biasanya ia perenang dan penyelam yang ahli. Keberaniannya yang baik merata hampir pada semua laki-laki, dan tidak ada sikap budak di antara mereka, hal yang tidak biasa di Timur.  Dipihak lain ia cenderung bersikap angkuh, khususnya terhadap orang asing.” (hal. 60). Hemat saya, Frank adalah salah satu orang Eropa yang menilai dan menulis tentang orang Melayu, Indonesia dengan pendekatan nurani kemanusiaan.
Dari beberapa  tulisan dari penulis dunia Barat yang berwatak penindas dan penjajah yang telah dikutip tadi, kita mendapat gambaran tentang perilaku para penjajah terhadap penduduk yang diduduki dan dijajah. Struktur ideologi dan sistem penjajahan yang dibangun dengan pencitraan terhadap penduduk asli yang sedang ditindas seperti  pengalaman penjajahan yang dialami Indonesia dari Belanda menjadi jelas.  Sekarang ini,  saya tempatkan dalam konteks Papua-Indonesia.  Betapa terkejutnya kita semua, karena sekarang di era peradaban manusia semakin tinggi   ini  penduduk Asli Papua  benar-benar diduduki dan dijajah oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia menghancurkan penduduk Asli Papua dengan berbagai mitos dan stigma dengan seenaknya sesuai dengan selera  penjajah. Contoh mitos dan stigma: “Orang  Asli Papua adalah Gerakan Pengacau Liar (GPK); Gerakan Pengacau Keamanan (GPK); Primitif, kanibal, terbelakang, termiskin, terbodoh, terasing, belum bisa, belum mampu, tukang mabuk (tapi siapa yang membawa masuk minuman alcohol? Tujuan dan misi apa?), Jangan melawan Pemerintah karena Pemerintah wakil Allah (walaupun yang disebut wakil Allah itu selalu membantai umat Tuhan di Tanah Papua seperti hewan atas nama NKRI, pembangunan dan keamanan nasional);  orang Asli Papua adalah melakukan Makar, anggota separatis dan  anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Mitos lain yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia adalah kurangnya perhatian dalam kesejahteraan rakyat Papua. Misalnya Muhammad Yusuf Kalla, mantan wakil Presiden RI, pada acara peluncuran buku karangan dr. Farid Husein yang berjudul:  Keeping The Trust For Peace, Kisah dan Kiat Menumbuhkembangkan Damai di Aceh, pada 8 November 2011 di Hotel Sahid Jakarta, Kalla menyatakan: “ masalah Papua adalah masalah kesejahteraan. Semuanya dikasih jadi mereka menuntut dan meminta apa lagi”.  Orang yang sama pada acara di TVOne, pada 8 November 2011 malam dihadapan ratusan orang dan di dalamnya tokoh-tokoh Papua yang hadir, Kalla menyatakan: “ masalah Papua adalah persoalan kesejahteraan”.   Pemahaman yang sama disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiah, M. Din Syamsuddin dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Agil Siroj menyatakan: “ akar persoalan di Papua adalah ketidakadilan, terurama dalam kesejahteraan ekonomi. Kekayaan alam di wilayah itu dikeruk dan hasilnya dinikmati perusahaan asing dan pemerintah pusat. Rakyat setempat justru miskin dan kurang pendidikan….” (Kompas, Jumat, 11 November 2011).  Pemikiran yang disampaikan oleh Yusuf Kalla, Din Syamsuddin, dan Said Agil Siroj, adalah representasi tentang apa yang dipahami oleh Pemerintah Indonesia selama ini sebagai akar masalah Papua. Tetapi, pemahaman pemerintah Indonesia seperti ini keliru, salah dan melenceng jauh dari akar masalah yang sesungguhnya di Tanah Papua.” (Baca: Opini saya: Kesejahteraan Bukan Akar Masalah Papua, TabloitJubi dan Pasific Post, 15 November 2012).
Semua mitos dan stigma dari Penjajah Indonesia ini, penduduk Asli Papua menerima secara utuh tanpa dikritisi dan disaring. Karena  sejak awal,  kesadaran, nilai-nilai budaya, sejarah, ideologi, pandangan hidup,  penduduk asli Papua sudah dilumpuhkan dan dimatikan oleh Penjajah Indonesia selama hampir 41 tahun dari 1961-sekarang (2012)  dengan pendekatan kekerasan militer dan berbagai bentuk undang-undang, Keputusan Presiden (Kepres), Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Pemerintah (PP) dan pernyataan-pernyataan palsu yang mengadung kejahatan di berbagai media massa.  Pemerintah Indonesia bersama Perguruan Tinggi, akademisi, peneliti,  kaum pengusaha, Pers, Gereja, Missionaris Asing, Partai Politik, Sekolah, buku-buku, semuanya digunakan  untuk mengembangkan ideologi penjajah dan menyebarkan terus-menerus dengan pencitraan buruk terhadap penduduk asli Papua. Bahkan Pemerintah Indonesia berhasil secara gemilang memaksakan orang-orang Papua Asli sendiri untuk menerima sistem nilai dan ideologi  penjajahan Indonesia (Melayu) dengan menghancurkan nilai-nilai budaya penduduk Asli Papua. Pengetahuan yang ditanamkan, metode dan buku-buku, semuanya berasal dari luar Papua, Jawa. Inilah jebolnya bendungan kebudayaan  penduduk pribumi Papua.   Ada pemaksaan ideologi penjajah yang sangat merusak dan menghancurkan  harapan hidup pribumi. Contoh:  “Penduduk Pribumi Papua  dipaksa menerima ideologi Penjajah seperti  NKRI, Pancasila, UUD’45 dan Bhineka Tunggal Ika” yang tidak pernah ada dalam hidup leluhur dan nenek moyang Penduduk Asli Papua. 
Dalam buku saya berjudul: “Suara Gereja Bagi Umat Tertindas: Penderitaan, Tetesan Darah Dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri” (2008) yang dilarang Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung,  telah saya gambarkan Penjajahan dan Pembunuhan Struktural yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam bab 3 pada halaman 61-118.  ”Penindasan Ideologis atau Sandiwara Dalam Ideologis, Bersandiwara Dalam Waktu, Penjajahan Dengan Stigmatisasi/Labelisasi, Pembunuhan Kekayaan Intelektual Orang Asli Papua, Penjajahan Dalam Bentuk Polarisasi Atau Adu-Domba, Orang Asli Papua diadili dalam Sandiawara Pengadilan Indonesia, Pemiskinan dan Ketergantungan Struktural, Referendum No, NKRI Yes, NKRI Harga Mati, Penjajahan Dalam Bentuk Pernyataan-Pernyataan, Bersandiwara Dengan Kunjungan-Kunjungan Pejabat dari Jakarta, Pembunuh disambut Dengan Tarian Adat Papua…..Penjajahan Melalui Rekayasa OPM” (Yoman: 2008). 
Sementara cendikiawan,teolog, intelektual dan ilmuwan yang dimiliki Papua di era ini, Dr. Neles Tebay, dengan  cerdas  memberikan gambaran tentang  mitos Pemerintah Indonesia yang menduduki dan menjajah Papua ini dalam kata pengantar buku saya yang berjudul: “Kita Meminum Air Dari Sumur Kita Sendiri” (2010). “ Pemerintah Indonesia sudah biasa merangkum segala permasalahan di Papua dalam “tiga K” (Kemiskinan, Kebodohan, dan Keterbelakangan). Sudah lama Pemerintah memiliki pandangan ini. Pandangan ini diungkapkan secara eksplisit dalam berbagai pidato oleh para pejabat Indonesia dan pernyataan-pernyataan mereka di media massa. Pernyataan bahwa “masalah yang dihadapi oleh Papua adalah kemiskinan, kebodohan,dan keterbelakangan”, selalu diulangi oleh para pejabat dalam berbagai kesempatan. Pernyataan ini kemudian terekam dalam ingatan banyak orang, termasuk pejabat orang Papua,putra daerah di Papua”………..” Penyataan “tiga K” yang diulangi terus-menerus secara tidak langsung juga mempengaruhi pandangan orang luar terhadap orang Papua. Akibat pengulangan atas pernyataan “Tiga K” itu, maka orang luar memandang orang Papua sebagai orang miskin, bodoh dan terbelakang….” (Yoman: 2010).   
Jadi, kesimpulan dari opini ini ialah  Pemerintah Indonesia adalah benar-benar  penjajah berwatak kejam dan kultur kekerasan militer yang sedang menduduki, menjajah, menindas dan memusnahan penduduk pribumi Papua dengan ideologi kolonialnya seperti yang telah dijelaskan tadi. Maka benarlah apa yang dikatakan Forkorus Yaboisembut, Ketua Umum Dewan Adat Papua : “ Saya pikir persidangan ini lucu, masak yang punya tanah diadili oleh orang lain sebagai tamu di tanah ini. Papua adalah Negara kami sendiri dan saya berharap melakukan apa saja untuk menegakkan hukum dan kedaulatan Negara saya sendiri” (Cenderawasih Pos, Rabu, 29 Februari 2012, hal. 7). Seperti yang diakui oleh  Mako Tabuni, Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  kepada wartawan: “Kami Tak Menuntut Keadilan dalam Hukum NKRI” (Bintang Papua, 05 Mei 2012).
Dan juga ditegaskan  Marthinus Wandamani, pada saat mengibarkan 400 Bendera Bintang dan menyampaikan pidato politik  pada saat demo tanggal 1 Mei 2012 menentang Aneksasi Papua ke dalam Indonesia menyatakan: “Sudah saatnya dunia tahu tentang kebohongan-kebohongan yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia di atas tanah ini dan hal-hal yang tidak manusiawi dilakukan pihak Indonesia terhadap rakyat Papua antara lain: pelecahan, penculikan, pembunuhan terhadap rakyat Papua.” Selanjutnya Marthinus menyatakan: “Pemerintah Indonesia harus tahu walaupun atributnya ditahan oleh pihak keamanan, tetapi bendera yang ada di hati kami, anak-anak bangsa Papua tidak pernah hilang sampai kapanpun” ( Serui, Bintang Papua, 02 Mei 2012). Memang benar, para penjajah tidak pernah mengakui dan menghargai keunggulan dan kehebatan yang dimiliki Penduduk Pribumi yang dijajah. Jadi, saya mau sampaikan kepada Penjajah Indonesia yang menduduki dan menjajah Penduduk Asli Papua ini bahwa Penduduk Asli Papua Pemilik Negeri dan Ahli Waris Tanah ini bukan Separatis, Makar dan OPM.  Sudah saatnya Pemerintah Indonesia harus mengakhiri pendudukan dan penjajahan atas Tanah Papua dan Penduduk Asli Papua sesuai dengan Mukadimah UUD 1945: “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa oleh karena itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan  dan perikeadilan.”  Walaupun, Pemerintah Indonesia membangunan kekuatan dengan perlengkapan senjata canggih  dan pemekaran banyak kabupaten dan provinsi yang liar di Papua untuk mempertahankan Papua dalam koloni  Indonesia, tetapi nubuatan ini cepat dan lambat  pasti terwujud.  ”Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat (termasuk Otsus yang telah gagal dan UP4B yang palsu)   tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” ( Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925, Pdt. I.S. Kijne). Akhirnya,saya hormat kepada S.H.Alatas yang menulis buku: “Mitos Pribumi Malas.”
Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.


http://bintangpapua.com/opini/22980-penduduk-asli-papua-bukan-makar-separatis-dan-opm

Mahasiswa Papua Desak Polri Usut Kasus Pembunuhan di Papua

JAKARTA--MICOM: Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta dan Bogor mendesak Polri mengusut kasus pembunuhan di Papua paad 19 Mei lalu. Hal tersebut mereka sampaikan dalam aksi diam di Mabes Polri. 
Puluhan mahasiswa tersebut menutup mulutnya menggunakan kain hitam yang diikat melingkar melalui kepala. 
Aksi tersebut merupakan bentuk duka dari mahasiswa Papua untuk warga Papua yang menjadi korban pembunuhan orang tak dikenal. Selama ini, Polri dinilai gagal melakukan pengungkapan di pulau paling timur Indonesia itu. 
Koordinator aksi tersebut, Martin Goo, mencontohkan kejadian pada 19 Mei 2012 lalu. Lima orang warga sipil terkena tembakan di sebuah wilayah di Papua, seorang di antaranya meninggal di tempat. 
"Polisi sebagai instansi negara semestinya melindungi warganya," ujar Martin dalam orasinya di depan Gedung Badan Pemeliharaan dan Keamanan, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (22/5). 
Bahkan, lanjutnya, polisi sering kali melakukan intimidasi terhadap warga dan pendeta di Papua. "Warga tak berdosa juga sering dikambunghitamkan," lanjutnya. Oleh karena itu, mahasiswa menuntut persamaan hak dalam penegakan hukum di Indonesia.(Bob/X-13)

Jumat, 18 Mei 2012

Beberapa Bandara di Papua Dijaga Paskhas AU

Liputan6.com, Papua: Sejumlah anggota Pasukan Khas TNI Angkatan Udara berjaga-jaga di Bandar Udara Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Kamis (17/5). Beberapa pasukan khas AU terlihat mengatur alur pesawat yang masuk dan keluar bandara.
Pengamanan juga dilakukan di sejumlah bandara lain di Papua. Hal ini dilakukan setelah insiden penembakan pesawat Trigana oleh Organisasi Papua Merdeka di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua, awal April lalu.
Menurut Komandan Regu Paskhas AU di Kabupaten Puncak, Letnan Satu Akni Vitalis, penempatan para personil paskas ini merupakan instruksi presiden untuk mengamankan bandara perintis di Papua dari aksi OPM.

Insiden penembakan itu menewaskan seorang penumpang dan lima lainnya terluka termasuk pilot dan co pilot. Sejak penembakan itu, jumlah perusahaan penerbangan menghentikan sementara penerbangan ke beberapa daerah di pegunungan Papua karena dianggap rawan. (APY/YUS)

Polda Kirim Tim Selidiki Penembakan di Paniai

INILAH.COM, Jayapura - Kepolisian Daerah (Polda) Papua mengirim tim ke lokasi penambangan rakyat kampung Nomowadide, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai, untuk menyelidiki kasus penembakan yang dilakukan anggota Brigade Mobil (Brimob) Polda pada Selasa malam (15/5) sekira pukul 20.00 WIT.

Direktur Reserse Umum Polda Papua, Kombes Pol Wachyono, Kamis (17/5/2012) mengemukakan bahwa tim yang berjumlah lima orang telah berangkat ke Nabire guna menuju lokasi penembakan yang merupakan kawasan penambangan rakyat.

Tim yang berangkat itu terdiri atas Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Papua bersama satu anggotanya, Kepala Satuan (Kasat) Brimob bersama satu orang anggotanya, dan anggota Reserse Kriminal (Reskrim) Polda Papua yang diharapkan dapat menyelidiki penyebab terjadinya kasus penembakan hingga menewaskan seorang warga sipil, Melianus Kagepe.

Dia mengatakan, tim tersebut berangkat dari dari Jayapura menuju Nabire baru ke lokasi penambangan, karena untuk mencapai tempat kejadian perkara (TKP) tidak ada jalan darat dari Enarotali, ibu kota Paniai, sehingga harus melalui Nabire.

"Mudah-mudahan tim dapat segera tiba di lokasi, sehingga dapat menyelidiki kasus tersebut," ujarnya.

Dari laporan sementara, menurut dia, insiden tersebut berawal dari keributan di rumah biliar milik ibu Yona, saat ada lima warga sipil memaksa dan mengancam untuk menggunakan meja biliar yang sudah digunakan orang lain.

Akibatnya, Yona melaporkan insiden tersebut ke Pos Brimob, dan tak lama kemudian datang tiga anggota Brimob ke TKP yang meminta kelima orang itu tidak melakukan keributan di tempat umum.

Tiba-tiba ada warga memukul salah seorang personel Brimob menggunakan tongkat biliar, sehingga polisi itu terjatuh, dan senjatanya direbut Melianus Kagepe. Polisi berhasil mengamankan senjatanya.

Melihat kondisi tersebut, salah seorang personel Brimob lainnya meletupkan tembakan hingga menggenai Melianus Kagepe. Saat itu pula Lukas Kegepe berupaya menikam anggota Brimob menggunakan pisau, sehingga ia pun ditembak.

Ke lima korban penembakan itu adalah Amos Kagepe terluka di kaki, Lukas Kagepe tertembak di perut, Alpius Kagepe tertembak di lengan kanan, dan satu korban lainnya belum diketahui identitasnya tertembak di dada. Korban yang tewas, Melianus Kagepe, tertembak di pinggang. [ant]

Kritis, Lima Warga Ditembak Oknum Brimob


PANIAI-Penembakan oknum pasukan Brimob terhadap warga sipil kembali terjadi di Papua. Kali ini di wilayah pendulangan emas, Desa Nomowodide, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai, Selasa (15/5) pukul 20.00 WIT kemarin. Lima warga tertembak dan dua di antaranya dalam kondisi kritis.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, penembakan berawal ketika pasukan Brimob mendatangi sebuah tempat permainan billiard di lokasi tambang emas tersebut. Lalu terlibat cekcok dengan kelima warga, yang berujung dengan aksi penembakan.

Kapolres Paniai, AKBP Anton Diance saat dikonfirmasi, Rabu 16 Mei membenarkan adanya penembakan itu. "Ada lima warga yang ditembak, karena membuat keonaran dan berupaya merebut senjata milik Brimob," kata dia.

Menurut Kapolres, kejadian bermula ketika 5 warga mendatangi tempat permainan billiard milik Yona. Saat itu meja penuh dipakai, tapi kelima warga itu malah memaksa main. "Mereka memaksa sambil marah-marah dan mengancam pemilik billiard,"ucapnya.

Lantas, karena melihat sikap kelima orang itu, bisa mengundang keonaran, pemilik billiard mendatangi Pos Brimob untuk meminta tolong mereka. Dan tiga anggota Brimob kemudian menuju tempat billiard. "Tiga anggota masing-masing  atas nama Briptu Ferianto Pala, Bripda Agus dan Bripda Edi  mendatangi TKP menindaklanjuti laporan pemilik billiard,"jelasnya.

Ketiga anggota itu lalu menegur kelima warga agar tidak membuat keributan, sambil mengarahkan masyarakat yang berkerumun untuk membubarkan diri. "Namun, di saat bersamaan  Briptu Ferianto Pala yang saat itu menghadap ke arah kerumunan massa, tiba-tiba dipukul dengan menggunakan tongkat. Karena dipukul dengan keras  anggota tersebut jatuh, di saat bersamaan kelima warga berupaya merebut senjatanya,"ucapnya.
Warga yang berupaya merampas senjata anggota bernama  Melianus Kegepe. Melihat kondisi itu maka Bripda Edy mengeluarkan tembakan hingga mengenai pinggang korban. "Tapi, Sesaat setelah bunyi letusan itu, warga lain atas nama Lukas  mengejar Bripda Edy sambil memegang pisau dan hendak  menikam, merasa terdesak Bripda Edy mengeluarkan letusan dan mengenai perut korban,"papar Kapolres.viv

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=1cb66e0a407b46ee08f856774b2583d2&jenis=c4ca4238a0b923820dcc509a6f75849b

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...