Rabu, 29 April 2015

Papua Di Integrasikan?

(Artikel ini telah dimuat :http://suarabaptispapua.org, Pada Senin  27 April 2015)

“Refleksi gereja terhadap peringatan May 1,  sebagai hari integrasi Papua kedalam Indonesia (NKRI)”

Setiap tahun di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) sebelum memasuki tanggal 1 Mei, diakhir-akhir bulan April TNI dan Polri selalu sibuk, memasang spanduk, bendera merah-putih di badan Jalan, pinggir jalan dan tempat-tempat umum.  Hal ini membuat saya jadi bertanya?
”Setiap Tanggal 1 mei itu hari Intergasi Papua dalam NKRI, kok TNI dan Polri yang sibuk? apakah  mereka ini yang berintegrasi?” demikian pertanyaan penulis.
Yang berintergasi dengan Indonesia adalah orang Asli Papua (OAP), bukan   masyarakat Papua (paguyuban- paguyuban). Seharusnya seluruh OAP dengan semangat integrasi, tgl 1 mei dirayakan dengan meriah,  setiap  rumah masing- masing harus mengibarkan bendera merah-putih sebagai simbol pembebasan. (seperti pembebasan bangsa Israel di Mesir, bebas dari penjajahan Raja Firaun di Mesir).
Bendera merah- putih tidak bisa pasang di sepanjang perut Jalan, dan pinggir jalan, seperi bendera organisasi, bendera merah- putih  harus di kibarkan di tempat yang terhormat.
Sejak OAP berintegrasi dengan Indonesia, dalam setiap hari-hari besar seperti 17 Agustus, 1 Mei 28 Oktober dll, sangat jarang bahkan tidak pernah lihat pada setiap halaman rumah OAP mengibarkan bendera merah-putih, sekalipun ada tapi hanya segelintir orang misalnya Anggota TNI, Polri dan PNS.
Saya ingin menguraikan secara singkat proses- proses yang dilakukan untuk Integrasi Papua  ke dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Demikian dikatakan Kilion Wenda.
Perdebatan-Perdebatan Indonesia dan Belanda  terhadap Papua
Sebelum Papua di integrasikan kedalam NKRI, perdebatan-perdebatan antara Belanda Indonesia sudah cukup lama,  hal itu di ketahui dalam  karya seorang Tokoh sejarawan Belanda Profesor Pieter Drooglever “Tindakan Pilihan Bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasip sendiri”  (hal 127,128 dan 132).
Penjelasan tentu bahwa bagian terbesar Hindia Belanda pada saat itu masih kuat dalam genggaman Jepang dan bahwa anggota BPUPKI walau Nasionalis- Nasionalis Indonesia, tetapi terpilih sedemikian rupah sehingga dapat diterima oleh penguasa Jepang. diantaranya mereka tak disangkal Soekarno, Muhamad Hatta, Mohamad Yamin, dan Prof Soepomo yang memegang peran utama. Mayoritas anggota berasal dari Jawa, atau Sumatra. satu-satunya orang Ambon adalah Latuharhary yang sebagai pemimpin Serikat Ambon, dapat dihitung dalam jajaran gerakan  nasional sebelum perang. Selanjudnya diantara peserta dari Indonesia Timur ada Dr, Sam Ratulangi yang telah kita jumpai dalam hubugan lain. orang- orang Papua tidak termasuk  dalam kawanan Itu.
Alasan Mohamad Yamin adalah sejarah indonesia selama perjuangan  kemerdekaaan Indonesia, orang-orang Belanda menjadikan Boven Digoel sebagai Kamp tawanan  pejuang politik sehingga  dengan sendirinya  Papua termasuk  bagian dari Indonesia sekalipun  secara  etnologis dan fisik tidak menjadi bagian dari Indonesia.
Reakasi Anggota lain seperti Kahar Muzakar, kemudian memimpin Darul Islam  berpendapat bahwa orang-orang Papua masuk ke dalam Indonesia, walaupun bangsa berlainan sedikit dari pada kita, mereka memang dapat saja lebih hitam dari penduduk yang lain, tetapi tanah mereka merupakan sumber kekayaan dan warisan semacam itu tidak boleh dibuang begitu saja.
Sementara Mohamat Hatta  berpendapat bahwa, kita harus puas dengan mantan Hindia-Belanda, itu sudah cukup luas, argumen-argument Yamin sama sekali meyakinkan dia bahwa  bangsa Papua sama  dengan orang-orang Indonesia yang lain, di mana-mana di timur nusantara  terdapat berbentuk campuran, tetapi orang tidak beloh menjadikan alasan untuk begitu saja mencaplok orang-orang Papua kedalam Indoenesia.
Akhirnya  dalam diskusi yang panjang lebar itu  dirumuskan dalam tiga opsi  yaitu. Indonesia Raya, memilih 36 suara, Hindia Belanda 19 suara, dan pendapat Hatta untuk mengeluarkan  Papua dari Indonesia  mendapat 6 suara.
Dalam konferensi Malino 1946, Frans Kaisepo,didampingi  Victor de Bruyn, saat itu,namun tidak mendapat dukungan dari Indonesia maupun Belanda untuk mewakili orang orang Papua, dia hanya  hadir sebagai pendengar, dan tidak sama sekali berbicara.
Konferensi meja bundar lebih disngkat KMB 1949, konferensi itu Papua tidak dimasukan sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS), Namun Pasal 2 ayat 6  Hanya berbunyi  bahwa status politik Papua akan didiskusikan Indonesia dan Belanda.
Keterlibatan Orang Papua
Pada Proses ini lebih ditegaskan bahwa, sebelumnya Frans Kaisepo pernah  diikutkan dalam konferensi Malino, Namun sebagai pembantu mendampingi  Victor de Bruyn, dan tidak sama sekali dianggap sebagai perwakilan Orang Papua.
Sementara dalam karyanya Socratez Sofyan Yoman, “Apakah Indonesia menduduki dan Menjajah Bangsa Papua?, Tantangan dan Hapan Masa depan Bangsa Papua dalam Pemaksaan Nasionalisme Keindonesiaan dan Imperialisme Kapitalis di Papua”, (Itawaku Purom 2013, hal 24-30), sangat jelas menggambarkan  bahwa orang- orang Papua ditipu oleh Pemerintah Indonesia.
Profokator utama  yang membohongi  orang- orang Papua adalah Soegoro Atmoprasodjo yang notabenenya Jebolan tahanan politik Indonesia, yang menjadi  salah satu guru pada sekolah Pamong Praja di Kota Nica Holandia ( Kampung Harapan Jayapura).
Para elit pertama  yang pernah belajar di kota Nica saat itu Frans Kaisepo, Marthen Indey, Silas Papare Marcus Kaisiepo, Nocolas Youwe, Lukas Rumkorem, Lisias Rumbiak, Corinus Krey, Baldus Movu, O.Manupamai, Herman Wayoi.
Frans Kaisepo adalah korban pertama saat itu oleh Profokator Sugoro,untuk menyangkal bangsa Papua dan Ras Melanesia, selanjutnya disusul , Marthen Indey, dan Silas Papare,
Soegoro bermain peran sangat penting dalam memperkenalkan kebudayaan melayu, dengan simbol “Bhineka Tunggal Ika” dia mencontohkan  pulau Papua ada banyak suku yang mendiami namun mereka itu semuanya adalah orang Papua satu, sama halnya Indonesia, ada banyak suku bangsa, adat istiadat, tapi mereka adalah satu bangsa Indonesia.
Papua di Integrasikan
Terkait dengan perbedaan pandangan terhadap peringatan tgl 1 Mei 1963 ada banya versi  yaitu dineksasi, berintegrasi, kembali ke pangkauan ibu pertiwi, dicaplokan, dimasukan, menganeksasi, terintegrasi, mengintegrasi, dan lain-lain.
Dari Sekian banyak Istilah itu saya berpendapat bahwa tanggal 1 mei adalah hari “di integrasikan Papua Kedalam NKRI”. karena sejarah singkat membuktikan tidak ada orang Papua yang terlibat dalam perdebatan- Perdebatan panjang antara Belanda dan Indonesia juga libatkan Amerika Serikat, dalam Sidang BPUPKI, konferensi Malino,Konferensi Meja Bundar, juga Perjanjian New York, Penjanjian Roma. Persejuangan Linggajati, dll.
Ada banyak tokoh-tokoh tepelajar asal Papua  pada saat itu, namun tidak dilibatkan.  hal ini membuat saya bertanya- tanya, apakah saat itu  semua orang Papua ini bodoh?,  kalau perdebatan- Perdebatan,Persetujuan- Persetujuan ini membicarahkan demi masa depan Papua, kenapa Orang-Orang Papua yang punya ahli waris itu sendiri tidak pernah dilibatkan?
Gelar Pahlawan
Gelar Pahlawan Nasional kepada Frans Kaisiepo Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993, Silas Papare Pahlawan Nasional 14 September 1993  Keppres No. 77/TK/1993, Marthen Indey Pahlawan Nasional 14 September 1993 Keppres No. 77/TK/1993. Ini sebenarnya hanyalah siasat Pemerintah Indonesia untuk meredam adanya  kebangkitan nasionalisme bangsa Papua untuk merdeka sebagai bangsa yang berdaulat.
Apakah tokoh-tokoh seperti Farns Kaisepo, Silas Papare, Marthen Indey, pernah terlibat dalam perang untuk melawan pemerintah  Hindia Belanda? Kalaupun ada dimana, kapan, siapa komandan regu Mereka, apa Kesatuanya?
Bagaimana dengan Johanes Abraham Dimara?. Dimara dilahirkan dari rahim ibu orang Biak dan ayahnya juga orang Biak. Tetapi saat diamara umur 13 tahun,ia dijadikan  anak angkat oleh orang Ambon bernama Elisa Mahubesi di Biak, lalu ia dibawa ke Kota Ambon untuk mendidik dan membesarkannya.
Johanes Dimara  yang saat itu berprofesi sebagai Guru Injil di daerah Ambon saat itu,  namun karena ia bergabung dengan Patimura, sehingga ia diangkat menjadi seorang polisi, untuk melawan RMS di Ambon.
Sangatlah wajar Abraham Dimara diberi gelar Pahlawan Nasional, karena sejak ia  masih kanak-kanak sudah dididik diluar Papua, sehingga ia sulit memiliki Ideologi Kepapuaan.
Dimara diberikan pahlawan Naional melalui Keppres No.52/TK/2010 tertanggal 8 November 2010,itu atas perjuangannya mempertahankan NKRI di Ambon.
Keliru bila foto Abraham Dimara selalu dipaparkan dalam spanduk setiap hari-hari besar kenegaraan di seluruh Tanah Papua, sebab dia bukan pejuang mempertahankan NKRI atas Tanah Papua.dan berjuang untuk Papua bergabung dengan NKRI.
Kilion Wenda: Staff Departemen Informasi dan Komunikasi Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua.

Tidak ada komentar:

RINDU SAHABATKU

Seorang sahabat, yang ku nantikan kehadirannya dalam kehidupanku pada tgl 25/06/2020  pukul 15: 30 itu, terasa hatiku berdebar bahagia, da...